Upaya mengembangkan edelweis sebagai tanaman hias di dataran menengah atau bahkan dataran rendah.
Edelweiss, Edelweiss/Every morning you greet me/Small and white, clean and bright/You look happy to meet me…. Lagu lama yang disenandungkan oleh Christoper Plummer dalam film legendaris The Sound of Music itu mungkin menjadi kenyataan bagi Yoyo Budiman. Di halaman rumahnya di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, ia menanam bunga simbol keabadian itu. Lazimnya edelweis tumbuh di pegunungan berketinggian ribuan meter di atas permukaan laut (dpl).
Rumah Yoyo berada di lokasi berketinggian 450 meter dpl. Di halaman rumahnya seluas 100 m² Yoyo menanam senduro alias edelweis. Ia membudidayakan tanaman anggota famili Asteraceae itu di pot pada 2015. Kini tinggi tanaman mencapai 30 cm dengan diameter batang seukuran 0,5 cm.
Spesies langka
Bunga edelweis Anaphalis javanica yang tumbuh di halaman rumah Yoyo merupakan edelweis berwarna putih. Daun dan bunga edelweis ditutupi bulu-bulu halus berwarna putih. Pria 54 tahun itu menanam edelweis karena ingin melestarikan spesies langka itu. Menurut International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) edelweis berstatus terancam.
Itulah sebabnya Yoyo terdorong mengembangkan edelweis. Tujuannya agar semua orang, tidak terbatas hanya pendaki gunung, yang bisa menikmati secara langsung keelokannya. Alumnus Agronomi Universitas Tanjungpura, Pontianak, itu naik-turun Gunung Papandayan di Kabupaten Garut, Jawa Barat, seorang diri untuk mengembangkan tanaman langka itu.
Sebagai tahap awal Yoyo menebarkan biji edelweis di tempat-tempat yang kosong di ketinggian 2.665 meter dpl pada 2011. Hasilnya biji mulai berkecambah dan tumbuh. Pehobi tanaman hias itu kemudian memperoleh informasi bahwa perbanyakan edelweis juga dapat melalui setek. Tanpa pikir panjang, Yoyo kembali mendaki Gunung Papandayan pada Maret 2015. Ia memotong tanaman hasil persemaiannya di Gunung Papandayan. Yoyo mencari cabang tanaman berdiameter 0,5 cm. Kemudian Yoyo memotong cabang itu kira-kira sepanjang 5 cm. Pria kelahiran 2 April 1964 itu menancapkan setekan di gunung hingga tumbuh.
Konservasi
Berselang dua bulan, Yoyo kembali mendaki untuk mengecek kondisi setekan edelweis. Dewi fortuna berpihak padanya, edelweis mulai bertunas. Yoyo bungah menyaksikan setekan itu tumbuh. Ia kemudian memindahkannya ke dalam pot untuk mencoba mengembangkannya di daerah baru, yakni Kabupaten Cianjur.
Meski mampu bertahan di kondisi ekstrem, pertumbuhan edelweis di Cianjur tergolong lambat. Tunas-tunas mungil terus tumbuh. Ahli Fisiologi Tumbuhan dari Universitas Brawijaya, Malang Ir. Retno Mastuti M.AgSc Dag.Sc, mengatakan bahwa perbedaan ketinggian, suhu dan intensitas cahaya seringkali membuat pertumbuhan suatu tanaman menjadi gagal.
Adaptasi sangat diperlukan, kemungkinan untuk tumbuh tetap ada, tetapi mungkin akan berbeda dengan ketika di habitat aslinya.Sebagai gambaran suhu di lokasi tumbuh edelweis di pucuk gunung mencapai 10oC dan kelembapan 80%. Keruan saja kondisi di lingkungan yang baru di Cianjur berbeda sama sekali. Kota lumbung padi Jawa Barat itu bersuhu 24ºC dan kelembapan 78%.(Hanna Tri Puspa Borneo Hutagaol)