Sembilan ratus peserta, 19 kategori, 285 juara. Setiap kategori memperebutkan 15 gelar juara.
Terik matahari dan riuh teriakan pawang di kompleks Taman Hiburan Rakyat (THR) Surabaya tidak mengendurkan ocehan Izumi. Dengan tenang dan anggun, lovebird jenis normal peach faced itu terus berkicau. Cuitan kering dan jernih mengalun merdu di antara kicau peserta lain di kategori lovebird A.
Pada akhir penilaian, para juri berbondong-bondong meletakkan bendera merah di bawah gantangannya. Gelar juara pertama kategori pun resmi menjadi milik Izumi. Koordinator juri, Ipung, menyatakan penampilan lovebird kebanggaan Tony Azami itu, “Performanya mencolok. Sejak mulai digantang sampai akhir penilaian, kicauannya tidak berhenti,” kata Ipung.
Kicauan panjang
Tony Azami memperlakukan burung berumur 10 bulan itu secara khusus. Selain biji-bijian yang menjadi pakan utama lovebird, ia juga memberikan madu, telur, dan vitamin hasil racikannya sendiri. Bahan tambahan itu memperkuat mental burung sehingga tidak mudah stres menghadapi suasana kontes yang ramai, cuaca terik, dan guncangan transportasi. Upaya pendiri Jawara Bird Club Surabaya itu tidak sia-sia.
Sebelum menjuarai kontes Fancy Cup pada 24 Mei 2015 itu, Izumi menyabet 30 gelar juara. Lovebird A salah satu kategori favorit dalam kontes yang diikuti sekitar 900 burung itu. Sesaat setelah juri mengakhiri hitungan kelima, sebanyak 64 gantangan terisi penuh sangkar burung. Menurut Ipung bukan hanya jumlah peserta yang banyak, kualitas peserta di kategori itu pun bagus.
“Hampir semua peserta mempunyai kicauan panjang. Dahulu pada awal lovebird turun kontes, tidak banyak yang mempunyai kicauan panjang,” kata pria kelahiran Surabaya itu. Kategori yang membuat tim juri mesti bekerja keras adalah cucak hijau A dan murai batu A. Peserta memadati kedua kelas itu. Sudah begitu semua burung berbunyi dengan kualitas suara yang mumpuni.
Ipung mengatakan, “Kicauan semua peserta memenuhi standar penilaian, baik itu volume, kejernihan, atau panjang kicauan,” kata Ipung. Dewan juri lantas mempertimbangkan karakter lain, yaitu variasi lagu. Akhirnya cucak hijau Nyi Blorong milik H Purnomo menjadi juara kategori cucak hijau A, sementara murai Pasopati milik Miko menjadi juara kategori murai batu A.
Amal
Bagi Azis ramainya penyelenggaraan lomba menunjukkan tren positif. Menurut Azis persaingan ketat itu menjadikan kualitas burung meningkat, seperti yang tampak dalam lomba kali itu. Lomba burung kicauan Fancy Cup itu merupakan hasil kerja sama klub penggemar burung Suramadu BC dengan PT Citra Mandiri Kencana (CMK), produsen pakan burung merek Fancy, Beauty, dan Satori.
Menurut Poniman Sehatdi, penasehat dan bendahara Suramadu BC, Fancy Cup mengutamakan sportivitas dan persaudaraan. Itu berbeda dengan kegiatan sejenis yang lazimnya mengejar keuntungan. “Setiap kategori ada 15 juara, walaupun juara 11—15 hanya memperoleh hadiah uang senilai setengah tiket,” tutur Poniman. Perlombaan dalam suatu kategori tetap diselenggarakan meski pesertanya hanya 15 burung.
“Jika ada 2 atau lebih peserta yang nilainya sama, juri mengulang penilaian sampai ada juara 1,” kata H Abdul Azis, ketua Suramadu BC. Untuk menjaga objektivitas, juri berasal dari berbagai kota dan biasanya tidak saling mengenal sebelum lomba. Lantaran berasal dari kota lain, panitia mengharapkan peserta tidak mengenal juri sehingga meminimalkan potensi kecurangan. Sebagai panitia, anggota Suramadu BC dilarang mengikutkan burung peliharaan. Berbagai pembatasan itu tidak membuat pehobi jeri.
Buktinya, lomba kali itu diikuti 900 burung milik pehobi dari Surabaya dan kota-kota sekitarnya, seperti Pamekasan, Sumenep, Malang, dan Gresik. “Lomba lain paling banter di kisaran 300 peserta. Tahun-tahun sebelumnya, jumlah peserta bahkan mencapai ribuan. Berkurangnya peserta sekarang mungkin karena banyaknya lomba yang berlangsung berbarengan di daerah lain pada hari sama,” kata Azis.
Fancy Cup pada Mei 2015 itu adalah yang ke-11 sejak yang pertama dihelat pada 2005. Selain untuk mempererat persaudaraan antarpehobi burung, Suramadu dan CMK menjadikan Fancy Cup sebagai ajang beramal. Banyak peserta membayar lebih ketika membeli tiket dengan tujuan menyumbang. “Dana yang terkumpul dari penjualan tiket dan sumbangan akan digunakan untuk membeli beras bagi kaum tidak mampu,” kata Poniman. Kegiatan itu terwujud pada Sabtu dan Ahad, 13—14 Juni 2015.
Menurut Teddy Sujatmiko, direktur CMK, bantuan itu diberikan ketika umat Islam hendak menjalankan puasa agar lebih khusyuk beribadah. CMK pun turut menyumbangkan beras dan uang tunai jutaan rupiah. “Itu salah satu bentuk kepedulian kami kepada masyarakat,” kata Teddy. Dengan segala kelebihan itu, Fancy Cup menjadi kegiatan tahunan yang selalu dinanti pehobi burung. (Argohartono Arie Raharjo)
Betet pun Bergeming
Senyum menghias wajah Arfan Rizki Ramadhan. Musababnya burung paruh bengkok milik pehobi dari Jakarta menjadi juara kategori dead trick pada kontes Indonesia Parrot Lover di Wholesale Trade Center, Pademangan, Jakarta. Pada kategori ini burung harus diam di dalam genggaman pemilik—seolah-olah mati. Selanjutnya panitia membuat suara gaduh dengan peluit atau terompet di sekitar peserta. Tujuannya agar parrot terjatuh dari genggaman pemilik dan dinyatakan kalah.
Kategori dead trick pada lomba itu paling banyak menyedot perhatian pengunjung. Sebab betet sumatera milik Arfan bergeming dalam genggaman hingga 30 menit. Padahal suara sangat gaduh ditujukan kepada burung berumur 2 tahun itu. Lazimnya burung akan terjatuh karena suara gaduh dalam waktu kurang dari 15 menit. Menurut Arfan sering berinteraksi dengan burung kunci sukses menjuarai dead trick.
Kategori lain pada lomba yang berlangsung pada 7 Juni 2015 itu yakni tricks dan fly to me. Pada kategori tricks, burung mesti memamerkan atraksi seperti memasukkan koin ke celengan, melewati halang rintang, dan memasukkan bola ke keranjang. Semakin banyak tricks yang dilakukan, peluang menjuarai kategori itu tinggi. Sementara pada fly to me burung mesti menghampiri pemilik dari jarak tertentu. Burung tercepat yang menghampiri pemilik yang menjadi juara.
Menurut ketua pelaksana lomba, Pramono Harjanto, kontes berlangsung sukses. “Lomba diikuti sekitar 40 burung dari Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, dan Surabaya,” kata Pramono yang juga Ketua IPL. Ia mengatakan kontes bertujuan mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa burung paruh bengkok bisa dilatih dan berinteraksi dengan pemilik. Bukan hanya pajangan dan simbol status. (Riefza Vebriansyah)