Bonsai cemara udang menyisihkan 115 pot untuk tampil sebagai the best in show.

Cemara udang Juniperus chinensis itu paling menonjol di antara peserta lain kontes bonsai di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat pada 8 Mei 2016. Penampilannya memukau dengan diameter batang lebih 20 cm. Dewan juri mengganjar bonsai koleksi Henky Wahyu itu sebagai pemenang the best in size pada kategori large berukuran—91—120 cm dan extralarge (121—150 cm).

Menurut ketua dewan juri, T. Sukimto, bonsai itu memiliki gerak dasar yang sangat baik. Penampilan bonsai berukuran jumbo itu pun matang tanda telah lama dibentuk. Tata letak cabang dan ranting natural sehingga mirip pohon yang tumbuh di alam. Dengan melihat percabangannya, Sukimto memperkirakan masa pembentukannya mencapai 10 tahun atau lebih. Lama pembentukan tampak dari cabang yang besar dan semuanya meliuk-liuk.
Pemenang lain

Di kelas medium size, bonsai phusu batu koleksi Sony Yanto asal Lampung tampil sebagai yang terbaik di kategori ukuran sedang, yaitu 60—90 cm. Menurut Sukimto sejatinya phusu itu tidak masuk dalam the best ten. “Namun, di kelas menengah itu ia meraih nilai paling tinggi dibandingkan rival seukuran,” ujar juri yang lebih akrab dipanggil Akim itu. Phusu itu pun didaulat sebagai the best in size di kelas medium.

Keistimewaan phusu batu itu pada tata letak akar yang baik. “Kebanyakan kaki phusu batu pincang. Selama ini sulit membentuk kaki phusu batu yang baik. Mungkin di situ angkanya tinggi,” ujar Akim. Percabangannya pun sudah matang dan sangat layak diekspose sehingga terlihat keistimewaannya. Gaya dasarnya pun sudah baik. Batang dan cabang lebih kaku, seperti serut. Itu karena karakternya “keras”.

Penghargaan terakhir untuk peserta lomba ialah the best in size di kelas small yang diberikan ke bonsai anting putri milik Farid, pehobi di Jakarta. Di kelas itu bertanding bonsai berukuran kurang dari 15 cm (mame) dan 16—30 cm (small). Pohon mini itu cukup tinggi nilainya sehingga menduduki peringkat ke-10. Menurut Sukimto daya tarik bonsai kecil itu pada akar yang kokoh mencengkeram tanah, dengan percabangan yang seimbang.

Alur dari batang, ke cabang, ke ranting, dan anak ranting ukurannya mengecil secara proporsional. Percabangan pun rimbun. Namun, proses pembentukannya masih panjang. Kematangan pohon pun lumayan baik. Diperkirakan 2—3 tahun ke depan daun-daunnya sudah sangat rimbun, terutama saat cucu ranting kian rapat dan daun makin padat. Karena anting putri memiliki daun lebar, sehingga idealnya ia ditampilkan tanpa daun atau tunas baru muncul.
Menurut Sukimto secara keseluruhan kualitas peserta sangat baik. Itu tampak dari jumlah peserta lomba sebanyak 116 pot dan 4 peserta ekshibisi. Dari 116 bonsai, sebanyak 71 pot meraih pita merah yang berarti kualitas sangat baik. Sebanyak 42 pot meraih pita hijau—ber kualitas baik, serta 3 pot berkualitas cukup. Dengan demikian sebanyak, 113 pot lolos untuk berkompetisi pada kontes yang berkualitas lebih tinggi (madya).

Menurut ketua pelaksana lomba, Ujang, adu keindahan bonsai tingkat Jakarta dan sekitarnya itu digelar oleh Perhimpunan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI) Cabang Jakarta. Pada kontes regional Jakarta itu, sebanyak 120 pot bonsai ikut berpartisipasi. Pehobi dari berbagai kota seperti Jakarta dan sekitarnya, Lampung, serta Ponorogo menyemarkkan lomba. Semua peserta tampil untuk pertama kalinya dalam kontes. Mereka dinilai oleh 3 juri, yakni: Maya Rusmayadi (Bandung), Gunardi (Jakarta), dan Toto (Bekasi). (Syah Angkasa)