Trubus.id–Dinamika perubahan iklim dan lingkungan berpengaruh terhadap kegiatan sektor pertanian. Kementerian Pertanian terus melakukan langkah-langkah strategis dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan lingkungan saat ini.
Misalnya penanganan sistem agribisnis secara terpadu mulai dari penyiapan benih bermutu, budidaya, pascapanen, pemasaran, dan kelembagaan ekonomi petani. Tujuannya agar terbentuk sistem korporasi petani yang tangguh dan berkelanjutan.
Staf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan Pertanian, Prihasto Setyanto menuturkan, untuk menghadapi dinamika perubahan iklim dan lingkungan yang semakin kompleks itu salah satunya dengan mendorong pengembangan korporasi pertanian hortikultura melalui kelembagaan ekonomi petani (KEP).
Ia menuturkan bahwa sistem pengelolaan agribisnis hortikultura mesti terintegrasi dari hulu hingga hilir. Perencanaan dan pelaksanaan produksi sesuai kebutuhan pasar atau market driven.
“Penerapan teknologi budidaya yang adaptif terhadap perubahan iklim dan penggunaan input produksi yang ramah lingkungan menjadi keharusan. Tugasnya KEP untuk mengelola kemitraan pemasaran dengan offtaker, dan menata sistem kemitraan produksi dengan petani,” ujar Prihasto.
Pada 7–8 September 2024, Prihasto melakukan kunjungan kerja bersama tim Direktorat Jenderal Hortikultura (Ditjen Hortikultura) dalam rangka studi lapang ke Kelompok Bernard Tani, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung dan Kelompok Suka Wargi 2 di Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut.
Kelompok Bernard Tani dan Kelompok Suka Wargi merupakan lokasi kegiatan The Indonesia Japan Horticulture Public Private Partnership Project for The Improvement of The Agricultural Marketing and Distribution System Phase 2 (IJHOP2) melalui pendanaan JICA Jepang.
Projek tersebut terlaksana di tujuh kabupaten atau kota yakni Kabupaten Bogor, Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Garut, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat.
Proyek itu bertujuan untuk menghasilkan produk hortikultura bermutu dan berorientasi pasar, memperbaiki teknik budidaya, serta meningkatkan keterampilan negosiasi dengan pasar baik pasar produk segar maupun olahan industri.
Menurut Prihasto pengelolaan agribisnis pada proyek IJHOP2 itu dapat menjadi referensi atau benchmark pelaksanaan Horticulture Development in Dryland Areas Project (HDDAP) dengan cakupan area yang jauh lebih luas, mencapai 10.000 hektare di 13 Kabupaten.
“Bedanya dengan IJHOP2, proyek HDDAP cakupan areanya lebih luas, komoditas yang dikembangkan lebih beragam tidak hanya sayuran tapi juga buah-buahan. Namun untuk HDDAP karena baru mau jalan, banyak aspek yang perlu dipersiapkan diantaranya aspek infrastruktur, pasar, kelembagaan ekonomi petani, budaya kerja, olahan, sumber daya alam, prasarana aksesibilitas, dan modal usaha dari perbankan,” ujar Prihasto di lansir dari laman Ditjen Hortikultura.
Agar proses bisnis berjalan dan berkelanjutan, maka Prihasto menekankan prinsip 4K, yakni kualitas, kuantitas, kontinuitas, dan kepercayaan. “Keempatnya harus ada dan diterapkan, sebagai prasyarat utama tumbuhnya trust atau kepercayaan dari semua stakeholder terkait,” ujarnya.
Ketua Bernard Tani Pipit Candra menuturkan bahwa ia dan tim menjadi vendor utama untuk memasok cabai baik grosir maupun premium ke lotte mart di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Produk lain seperti terung jepang, tomat momotaro, dan sayuran eksotis. Selain itu, Bernard Tani juga mengolah produk tidak lolos sortir seperti grade c untuk menjadi olahan cabai.
Pipit menuturkan bahwa Bernard Tani sudah berizin Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT) untuk semua produk, sertifikat Prima 3, dan bangsal pascapanen untuk penanganan GHP.
“Kami mempunyai sistem produksi adaptif perubahan iklim dengan teknologi pot-up dalam green house dan rain shelter, sistem budidaya ramah lingkungan, dan kelembagaan bisnis yang dipercaya oleh mitra pasar dan mitra petani,” ujar Pipit.