Trubus.id — Bolehkah umat muslim memelihara anjing? Banyak yang berbeda pendapat mengenai hal ini.
Sejatinya Al Quran tak melarang. Justru ayat-ayat Quran melihat anjing secara positif. Surat Al Kahfi: 22, mengisahkan pemuda yang bersembunyi dalam gua, dijaga, dan ditemani anjing.
Di sini terdapat peran anjing. Itu bisa dipahami memelihara tidak apa-apa sepanjang ada manfaatnya. Demikian pula surat Al Maidah: menjelaskan, anjing dapat dimanfaatkan untuk berburu.
Satwa hasil buruan yang ditangkap anjing—walau sudah mati—ternyata halal dikonsumsi. Asal hanya digigit untuk mematikan, bukan dimakan. Jadi fungsinya seperti pisau untuk menyembelih.
Bila demikian bolehkah memelihara satwa klangenan itu? Ulama berbeda pendapat soal itu. Pertama, kalau anjing tak berguna, tidak boleh dipelihara. Pendapat ulama Imam Syafii, anjing boleh dipelihara seperti disebut dalam hadis yakni hanya untuk berburu dan menjaga.
Pendapat paling kuat justru membolehkan sepanjang bermanfaat, tidak hanya terbatas untuk berburu dan menjaga. Lantas, apa tolok ukur manfaat? Manfaat memang susah diukur sehingga subjektif. Yang jelas manfaat yang dapat diketahui umum misalnya menjaga rumah.
Bila begitu, kita harus saling menghormati karena itu masalah khilafiah. Bagi yang mau ikut mazhab yang membolehkan memelihara anjing, silakan, bagi yang tidak mau, juga silakan.
Para pemelihara tidak sekadar merawat anjing. Mereka juga mengadu anjing untuk bagus-bagusan. Apa iya hobi dan kontes-kontesan termasuk dalam kategori manfaat? Bagi sebagian orang hobi itu bermanfaat karena menyenangkan hati. Itu sah-sah saja. Sebab, dalam Islam kategori manfaat atau maslahat kadang-kadang dikembalikan ke pribadi.
Izin tetangga
Yang harus diperhatikan, bila merasa perlu memelihara anjing mintalah izin kepada tetangga sebagai basa-basi. Jika memelihara kecenderungan terkena najis juga semakin besar. Namun, ulama pun berbeda pendapat soal najis anjing.
Imam Syafii mengatakan seluruh bagian tubuh anjing adalah najis bila tersentuh. Dengan catatan salah satu bagian atau keduanya (tangan kita dan tubuh anjing) basah. Menurut mahzab Maliki semua binatang hidup—termasuk anjing—suci.
Walau demikian jika barang atau perabot terkena jilatannya harus dicuci seperti membersihkan najis. Yakni tujuh kali membersihkan, satu kali di antaranya dengan tanah. Namun, itu menurut Maliki bukan karena najis, tetapi lebih karena perintah Nabi Muhammad.
Imam Abu Hanafiah malah lebih toleran. Menurutnya jika memelihara anjing diperbolehkan itu harus dengan segala konsekuensinya. Dari hobi memelihara anjing pada akhirnya timbul perdagangan atau jual beli. Hal itu memang sulit dihindari oleh para hobiis anjing.
Berkaitan dengan itu ulama pun tak satu kata. Muslim meriwayatkan, hasil usaha paling buruk adalah pembayaran zina dan penjualan anjing. Namun, Abu Hanifah berpendapat asal bermanfaat anjing boleh dijual dan uangnya halal digunakan.
Sementara Syafii mengemukakan anjing boleh dipelihara tetapi dilarang diperjualbelikan. Penafsiran soal hukum memelihara anjing memang beragam karena bukan hukum qothni. Ia merupakan hukum dhonni, yang belum dipastikan secara tersurat dalam Al Quran.
Jangankan memelihara, mengonsumsinya pun masih khilafiah. Imam Malik misalnya, mengatakan boleh asal anjing disembelih seperti kambing. Sebab, anjing bukan termasuk binatang yang diharamkan seperti tertuang dalam Al Maidah.