Pelawan adaptif di lahan bekas galian timah.

Pasir putih di lahan seluas 13 hektare menyilaukan mata. Selang beberapa puluh meter terdapat lubang besar dengan diameter belasan meter tersebar tidak merata. Itu dampak penambangan timah di Airjankang, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Bangka Belitung. Seperti kegiatan penambangan pada umumnya, lapisan tanah atas yang subur pun hilang setelah kegiatan penambangan.

Menurut dosen Jurusan Agroteknologi, Universitas Bangka Belitung, Dr Ir Ismed Inonu MSc, dampak penambangan timah berupa penurunan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Tanah sisa pertambangan timah didominasi rata-rata 90% pasir, pH 2—5, dan bahan organik hanya sekitar 0—2%. Kondisi itulah yang menyebabkan tumbuhan sulit bertahan hidup di lahan galian timah.
Tanaman endemik
Ketika Trubus berkunjung ke lahan galian timah itu, terdapat tanaman yang tumbuh dan bertahan. Puluhan tanaman berpucuk merah tersebar dengan berbagai ukuran. Tanaman itu hidup baik di kondisi lahan marginal. Masyarakat setempat menyebut tanaman itu pelawan. Masyarakat keturunan etnis Tionghoa di Bangka menyebut tanaman bernama ilmiah Tristaniopsis sp itu pohon kesucian.
Itulah sebabnya mereka menyebut pohon perawan atau pelawan. K Heyne dalam Tumbuhan Berguna Indonesia menyebutkan, pelawan tanaman yang adaptif dan banyak ditemui pada tanah berpasir sepanjang pesisir pantai di daerah Bangka. Lazimnya masyarakat setempat memanfaatkan untuk tiang dan balok pada bangunan. Kualitas kayunya dikenal tahan lama terhadap berbagai cuaca dan serangan rayap.

Menurut pelestari tanaman pelawan sekaligus pendiri Yayasan Pelawan O2, Ahmad Jumat Suhada, pelawan salah satu tumbuhan yang dapat hidup di lahan bekas galian timah. Tanaman berbatang merah itu tumbuh dengan baik tanpa penambahan pupuk dan bahan organik. “Adaptasinya pun tinggi, dari pegunungan hingga pantai,” kata Suhada. Menurut ayah satu orang anak itu, pelawan solusi mengatasi lahan kritis pascagalian timah.
Ekonomi
“Semula digunakan sebagai kayu bakar, tetapi kini masyarakat memelihara pelawan untuk diambil madu dan jamur yang tumbuh di sekitar pohon pelawan,” papar Suhada. Masyarakat setempat memiliki tradisi memusung atau mengundang lebah hutan Apis dorsata bersarang di kayu pelawan.
Dalam kurun waktu tertentu, masyarakat mengambil madu hutan itu. Sementara pada musim tertentu, tumbuh jamur di sekitar batang pelawan. Harga madu dan jamur pelawan sangat fantantis. Suhada menjual madu Rp350.000 per kemasan 250 ml. Sementara harga jual jamur pelawan mencapai Rp2.000.000 per kg kering. “Produk dari alam super eksklusif, sehingga wajar harganya mahal, karena tersedia pada waktu tertentu,” kata Suhada.

Pria asal Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung, itu menambahkan pelawan bisa menjadi solusi untuk menanggulangi lahan kritis sekaligus menambah penghasilan masyarakat berbasis ekonomi kerakyatan. Selain dapat diambil madu dan jamur sebagai produk turunan lain dari pelawan, pucuk tanaman anggota famili Myrtaceae juga berkhasiat. “Untuk harga basah 3—4 pucuk paling atas pelawan segar adalah Rp5.000 per kg dan Rp20.000 per kg kering,” kata Suhada.
Karena berbagai keistimewaan itulah pelawan layak dijadikan sebagai tanaman untuk pilihan reklamasi pascagalian timah. “Sifatnya pun tidak mengganggu tumbuhan lain, malah di beberapa tempat bisa bersimbiosis dengan kantong semar,” kata Suhada. Menurut Sekertaris Dinas Kehutanan Provinsi Bangka Belitung, Medi Umari, penggunaan pelawan sebagai reklamasi lahan pascagalian timah harus segera digalakkan.
“Apalagi ini salah satu tumbuhan endemik Bangka, selain reklamasi bisa juga berkembang ke ranah lain,” kata Medi. Berawal reklamasi bisa berkembang menjadi pariwisata atau industri herbal yang ujungnya diharapkan meningkatkan pendapatan masyarkat.
“Yang dipelihara harus tegakan, masyarakat tidak akan menebang pelawan jika tahu pucuknya memiliki ekonomi. Apalagi jika dipelihara hingga besar, nilai ekonominya akan bertambah dengan produk berupa madu dan jamur,” kata Medi. Pelawan yang tahan banting berpeluang menghijaukan kembali lahan bekas tambang yang rusak. Kita berharap dengan penanaman pelawan, area itu kembali menjadi hutan perawan. (Muhamad Fajar Ramadhan)