Trubus.id–Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) menjadi momok menakutkan bagi peternak ruminansia. Penyakit dengan nama lain apthae epizootica (AE), aphthous fever, dan foot and mouth disease (FMD) itu akibat virus RNA, genus Apthovirus yang termasuk dalam keluarga Picornaviridae.
Pakar sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Prof. Dr. drh. Aris Haryanto, M.Si., menjelaskan meski virus itu memiliki berbagai serotipe, yakni O, A, C, Southern African Territories (SAT – 1, SAT – 2 dan SAT – 3) dan Asia – 1, kasus di Indonesia diyakini bertipe O.
Melansir pada laman UGM Prof. Aris memaparkan bahwa penyebarannya sangat cepat dan menular pada hewan ternak. Penularan itu baik secara langsung, tidak langsung, maupun melalui udara.
“Penyebaran lewat udara inilah yang membedakan virus ini dengan jenis virus lainnya. Virus ini bisa menyebar secara langsung melalui udara. Jika hewan itu ditempatkan berdampingan, kemungkinan tertularnya besar. Bahkan ada kasus di mana penularannya bisa sampai 200 km jaraknya,” ujarnya.
Ia menuturkan meskipun pemerintah terus menggalakkan pengembangan vaksin PMK dengan menciptakan jenis vaksin yang sesuai dengan tipe virus yang muncul dalam kasus nasional, ia menilai produksi vaksin dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan vaksinasi bagi hewan ruminansia ternak yang rentan terhadap PMK.
Menurut Prof. Aris vaksinasi harus minimal dua kali, dengan jarak antara vaksin pertama dan kedua sekitar satu bulan. “Namun, setelah itu, vaksinasi perlu dilakukan setiap enam bulan sekali,” jelas Prof. Aris.
Dalam hal mitigasi wabah PMK, Prof. Aris menilai penanganannya perlu dilakukan secara bertahap, sesuai dengan gejala yang muncul.
Ia menjelaskan bahwa pada tahap pertama, hewan yang terinfeksi PMK akan mengalami demam tinggi. Harapannya peternak segera merespons dengan memberikan analgesik dan antibiotik untuk meredakan nyeri dan demam.
Selain itu, hewan yang menunjukkan gejala harus dipisahkan dari hewan lainnya untuk mencegah penularan lebih lanjut. Pada tahap berikutnya, akan muncul lepuh, lesi, atau sariawan di rongga mulut, serta luka pada kuku.
“Hewan yang terinfeksi harus diberi antibiotik dan vitamin secara berkala, ini untuk mencegah munculnya infeksi sekunder akibat luka yang terbuka,” ujar Prof. Aris.
Prof. Aris menyarankan bahwa selama mitigasi, peternak menerapkan biosekuriti pada area kandang. Peternak juga mengawasi secara ketat akses keluar masuk hewan yang terinfeksi itu.
Menurutnya jenis virus dan tata laksana peternak mempengaruhi masa inkubasi. Aris menegaskan, penting bagi peternak untuk segera melaporkan kasus PMK pada petugas satgas atau dokter hewan terdekat.
Hal itu untuk membantu peternak melakukan mitigasi dan penanganan. Ia menghimbau peternak tidak panik. Melainkan segera lapor dan mitigasi.
Aris berpendapat bahwa kerja sama antara berbagai pihak sangat penting untuk mengatasi wabah PMK. Pemerintah, bersama Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) dan sejumlah pakar, terus berkolaborasi untuk memastikan jumlah kasus dapat terdeteksi dan ditangani dengan baik.