Trubus.id—Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya mengendalikan penyakit antraks melalui pengoptimalan vaksinasi pada hewan khusus ruminansia seperti sapi, kerbau, atau kambing.
Selain vaksinasi, Kementan bersama pemerintah daerah juga berupaya membangun kesadaran masyarakat untuk melakukan pengecekan dini guna mengenali gejala antraks pada hewan ternak.
Kepala Dinas Veteriner dan Kesehatan Hewan Gunungkidul, Wibawanti, mengatakan saat ini Kementan berkolaborasi dengan bidang veteriner, kesehatan hewan dan bidang kesehatan masyarakat Gunungkidul terjun kelapangan untuk melakukan vaksinasi dan deteksi dini untuk antisipasi antraks.
“Langkah kolaboratif itu diharapkan mampu menurunkan penyebaran antraks sekaligus meningkatkan sistem kekebalan hewan ternak,” ujar Wibawanti, dilansir dari laman infopublik.id.
Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner, Syamsul Ma’Arif mengatakan antraks adalah penyakit bakterial bersifat menular akut pada manusia dan hewan yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yang hidup di tanah.
Bakteri ini dapat menyerang hewan pemakan rumput, seperti sapi, kambing, domba, kuda dan lainnya serta dapat menular ke manusia.
“Untuk itu pelaporan adanya penyakit atau kematian hewan yang tidak biasa, wajib dilakukan oleh pemilik ternak dan perusahaan peternakan untuk menanggulangi penyebaran ternak,” kata Syamsul.
Syamsul mengharapkan semua pihak bisa bekerja sama utamanya dalam melaporkan hewan yang sedang sakit. Sesuai aspek keamanan pangan, ketika hewan sakit harus dilaporkan.
“Bila dokter mendiagnosa penyakit tersebut adalah antraks, maka sesuai aturan berdasarkan sifat penyakit maka hewan tersebut dilarang untuk dipotong atau membuka bangkainya,” ujarnya.
Pasalnya bangkai ternak yang terpapar antraks terbuka, bakteri akan berinteraksi dengan udara hingga terbentuklah spora. Spora tersebut dapat bertahan dilingkungan hingga puluhan tahun.
Kemudian spora akan menginfeksi manusia dan dapat menimbulkan 4 tipe penyakit yaitu tipe saluran pencernaan bila masyarakat mengkonsumsi, tipe kulit yg ditunjukkan dengan adanya keropeng khas, tipe paru- paru bila menghirup spora dan tipe radang otak.
“Kalau hewan sudah mati harusnya langsung dikubur dengan kedalaman tertentu hingga tanah uruknya kira-kira 2 meter, agar tidak digali oleh hewan pemakan daging lainnya,” jelas Syamsul.