Trubus.id — Kemunculan apel impor di pasar saat waktu panen raya menjadi kendala utama bagi petani apel lokal. Hal itu menghancurkan harga apel di pasar sehingga mau tidak mau petani terpaksa menjual apel hasil panennya dengan harga murah.
“Pas panen raya di sini yaitu Desember sampai Februari, buah impor pasti keluar. Padahal di sini lagi banyak-banyaknya buah,” kata Achmad Nur Huda, petani apel di Nongkojajar, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur, itu.
Tentu saja hal itu membuat harga apel dalam negeri jatuh hingga Rp4.000–Rp5.000 per kg. Saat kondisi pasar normal, harga apel bisa mencapai Rp9.000–Rp12.000 per kg. Saat panen raya dan banyak apel impor di pasar, petani hanya balik modal. Mereka rugi waktu dan tenaga.
Namun, bagi petani apel kekinian, hal itu bisa disiasati. Caranya, petani bisa menunda perangsangan buah sehingga waktu panen mundur dua bulan. Jadi, petani harus mengatur agar panennya tidak saat panen raya.
Bagaimana dengan kualitas apel dalam negeri dibanding impor? Menurut Huda, apel dalam negeri lebih unggul. Terutama dari residu pestisida yang lebih sedikit daripada apel impor.
“Pada 2008 kita mau ekspor apel ke Malaysia. Nah di sana, apel kami diuji di laboratorium. Mereka berkata residu pestisida apel kita lebih sedikit plus tidak ada lapisan lilin,” kata Huda.
Selain itu, kadar air apel dalam negeri juga lebih tinggi ketimbang apel impor. Apel lebih enak dan renyah, juicy, serta segar jika berkadar air lebih tinggi. Sayang, waktu itu Huda tak melanjutkan pengurusan apel untuk ekspor.
“Ribet, 6 bulan kita urus tetap tidak bisa. Akhirnya main di pasar lokal saja,” kata pria kelahiran Juni 1993 itu.