Kontes bonsai dan anthuriun melahirkan kampiun baru.
Sosok tanaman besar, berdaun lebat, dan cabang-cabang kekar menopang ranting membuat beringin karet paling mencolok dibanding dengan peserta lain di kelasnya. Penempatan tanaman di tengah arena kontes bonsai di halaman pusat perbelanjaan Living World, Alam Sutera, Kota Tangerang Selatan, Banten, itu bagai magnet yang menarik penonton datang.
Dewan juri menabalkan predikat best in show kelas regional untuk bonsai Ficus retusa milik Anthony itu. “Keseimbangan bentuk salah satu penilaian yang paling mudah terlihat. Bagian atas tanaman berbentuk seperti payung berukuran daun kecil tapi lebat menutupi ranting-ranting. Sementara di bagian bawah, bentuk perakarannya menyebar ke segala arah mengelilingi batang,” ujar ketua dewan juri, Maya Rusmayadi.
Harus tekun
Keindahan bonsai Anthony yang berukuran besar itu hasil pembentukan yang panjang. “Tanaman itu memang istimewa karena saya memelihara sejak kecil dan mulai tumbuh cabang-cabang utama. Jadi bisa dibayangkan betapa lamanya proses pembentukan bonsai sampai bentuknya sedemikian prima saat ini,” ujar Anthony. Pehobi di Bekasi, Provinsi Jawa Barat, itu menyebutkan proses pembentukan lebih dari sepuluh tahun.
Anthony mengatakan, dalam pembentukannya menganut gaya natural, sehingga sesuai dengan bentuk aslinya saat berukuran raksasa di alam. Pengusaha itu mendapatkan tanaman bakalan di sebuah daerah di Jawa Tengah. Pemeliharaan beringin karet sejatinya mudah, tetapi pertumbuhan relatif lambat. “Perhatian khusus dan kesabaran mutlak diperlukan saat membentuk daun menjadi kecil-kecil, karena sesuai sifat alaminya.
Anthony memenuhi kebutuhan air tanaman dengan 2 kali penyiraman setiap hari pada pagi dan sore. Itu terkait dengan pemanfaatan media tanam berupa pasir yang menambah keindahan penampilan, sangat porus, dan bukan pengikat air yang baik. Selain beringin karet, santigi Pemphis acidula milik Nurul Fajri juga menyabet gelar best in show. Menurut Maya Rusmayadi penampilannya istimewa.
“Santigi itu memiliki kesan kuat dalam menunjukkan umur tanaman yang tua. Liukan pada batang daya tarik utama pada santigi itu. Kulit kayu mengelupas menyisakan ketebalan yang jauh lebih tipis daripada aslinya. Meski demikian batang mampu menopang percabangan dengan daun yang rimbun di atasnya,” kata Maya. Bekas training pada bonsai berupa lilitan kawat juga tidak tampak alias terlihat alami.
Fajri menaksir umur tanaman jagoannya itu puluhan tahun berdasar ukuran yang besar dan batang utama yang kokoh. “Tanaman itu saya training selama 5 tahun. Prosesnya relatif mudah karena santigi memiliki modal berupa bentuk yang unik,” ujar pehobi di Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Menjelang kontes Fajri memupuk lebih intensif. Ia menambahkan dosis pupuk yang mengandung vitamin B1.
Selain itu ia juga meningkatkan frekuensi pemberian air laut, semula sekali menjadi 2 kali sepekan. Harap mafhum, santigi berhabitat di daerah pantai. Perawatan itu selalu berbuah manis, karena santigi kesayangan Fajri memenangi kontes. Pehobi bonsai di Tangerang sekaligus ketua panitia, Joni Sujono, mengatakan kontes yang berakhir pada 27 November 2016 itu ajang berkumpulnya penggemar bonsai dari seluruh tanah air.
Menurut Sujono, pemilihan nama tema “On Fire” melambangkan sebuah harapan semangat baru pada penggemar bonsai di Indonesia. Kontes itu tergolong istimewa karena hampir semua cabang Perhimpunan Penggemar Bonsai Indonesia (PPBI) di seluruh Indonesia mengirimkan wakilnya untuk berpartisipasi. Total peserta berjumlah 377 tanaman, dan panitia harus menolak banyak calon peserta yang masih ingin berpartisipasi.
Kontes anthurium
Pada hari yang sama, sebuah berlangsung Gempita Anthurium Yogyakarta. Komunitas Anthurium Yogyakarta menggagas kontes anthurium. Pada kelas mangkuk senior, anthurium jenmanii milik Dwi Bintoro dari Jakarta meraih gelar juara. Menurut juri Gancar Satoto penampilan anthurium itu lebih unggul daripada peserta lain. “Karakternya kuat yaitu daunnya berkerut,” kata Gancar.
Di kalangan penggemar anthurium, tipe demikian itu biasa disebut grandpa atau kakek lantaran seperti kerutan pada kulit orang tua. Selain itu, daunnya juga tebal dan mengilap menunjukkan tanaman dalam kondisi sehat dan prima. Dwi merawat khusus saat menghadapi kontes. Ia rajin mengoleskan susu supaya daun mengilap. Pada kelas variegata, anthurium tornado milik Eko Hadi Prasetyo dari Magelang menyabet gelar juara pertama.
Gancar mengatakan, warna variegata yang ekstrem adalah salah satu penilaian utama yang membuatnya mengungguli penampilan peserta lain. “Istimewa, karena dalam tanaman itu terdapat 2 warna variegata yaitu kuning dan putih. Hebatnya lagi, daunnya tidak terbakar, karena biasanya daun seekstrem itu mudah terbakar oleh paparan sinar matahari,” ujar Gancar. Itu semua tidak terlepas dari perawatan tepat. Eko menggunakan media tanam tidak terlalu basah yang dapat menyebabkan busuk akar.
Ia mengarahkan daun pada matahari terbit. Sebulan sebelum kontes, ia mulai menata daun supaya arahnya menyebar ke segala arah. Menurut ketua panitia kontes, Deddy, acara itu dikuti oleh 180 peserta. Kegiatan itu diselenggarakan untuk menandai eksistensi komunitas pehobi anthurium Yogyakarta, Jatmico. Pehobi anthurium Yogyakarta kembali bangkit dan bergabung dalam perkumpulan baru. Umurya masih sangat muda, yaitu 6 bulan.
“Kegiatan lomba itu menandai keseriusan niat kami untuk berkiprah aktif di dunia anthurium,” ujar Deddy. Kontes itu juga mendapatkan sambutan hangat dari penggemar anthurium. Terbukti dari sebaran asal daerah peserta dari ujung barat sampai timur pulau Jawa. (Muhammad Hernawan Nugroho)