
Daun palem waregu dan janur kian menawan dalam rangkaian.
Trubus — Perancang taman memanfaatkan palem waregu sebagai tanaman pembatas. Karakter tanaman yang kuat dan bandel membuat palem waregu Raphis excelsa sohor di kalangan perancang taman maupun masyarakat. Begitu juga di kalangan perangkai bunga. Para perangkai bunga kini melirik daun palem waregu sebagai materi untuk membuat rangkaian berpenampilan menarik.
Perangkai bunga di Jakarta Selatan, Sindhunata memanfaatkan daun palem waregu untuk menghasilkan rangkaian tradisional. Sindhu membuat rangkaian unik yang terinspirasi dari sesembahan khas masyarakat Bali. Mereka menyusun hasil bumi dan sesajen dalam dulang. Bentuknya menjulang seperti gunung. Sindhu mengganti hasil bumi dengan tumpukan daun palem waregu.

Kesan tradisional
Mula-mula Sindhunata menyusun stirofoam di atas dulang sebagai tempat untuk meletakkan daun palem waregu. Ia memotong daun palem hingga tersisa tiga perempat bagian, menyusun selang-seling hingga menutupi seluruh bagian stirofoam. Pada bagian puncak, Sindhu meletakkan aneka bunga berwarna mencolok seperti dahlia merah, anthurium merah, mawar merah dan merah jambu, serta krisan kuning dan hijau.
Sindhu menyisipkan kembang honje dan kamboja agar kesan tradisional kian kental. Ornamen lain berupa pecut janur. “Rangkaian ini cocok sebagai penghias meja saat jamuan makan pada momen-momen spesial,” kata Sindhu. Menurut Sindhu palem waregu mudah dijumpai, tetapi jarang digunakan sebagai materi rangkaian bunga. Padahal, perangkai bisa mengeksplorasi daun waregu sedemikian rupa menjadi rangkaian bunga atraktif.

bambu.
Lihat saja buket bunga berwarna emas bikinan Sindhu. Dengan teknik pewarnaan ia membuat warna hijau daun palem waregu menjadi emas. Buket yang terinspirasi dari hiasan rambut perempuan Bali itu kian elok dengan kehadiran bunga mawar merah, mawar kuning, krisan kuning, dan anggrek ungu. Sindhu memamerkan hasil karyanya itu pada acara demo merangkai bunga yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Cabang Ikatan Perangkai Bunga Indonesia (DPC IPBI) Bandung.
Ketua DPC IPBI Bandung, Winny Hernawaty, menuturkan tema tradisional dalam acara demo sengaja diangkat agar generasi muda mengenal kekayaan budaya Nusantara. Musababnya, selama ini banyak orang menganggap segala sesuatu yang berkesan tradisional itu kuno. “Padahal, rangkaian bunga yang terinspirasi dari budaya lokal sangat indah dan sarat filosofi,” kata Winny.
Dekorasi

Yang tak kalah menarik adalah rangkaian penghias meja yang dibuat dengan teknik gantung atau hanging arrangement. Rangkaian berkesan sangat tradisional itu menggunakan potongan bambu sebagai rangka rangkaian. Sindhu meletakkan sejumlah bakul untuk menempatkan bebungaan seperti mawar, agapanthus, curcuma, hortensia, dahlia, patrea, anggrek bulan, morning glory, dan amaranthus.
Bakul berisi bunga pada bagian atas rangka diletakkan miring sehingga posisi bunga tampak menggantung. Sindhu juga membuat rangkaian dari lembaran janur sebagai dekorasi meja. Sebagai langkah awal ia mengubah lembaran daun kelapa itu lebih dahulu menjadi bentuk dasi dan tikar. Kemudian, ia menata floral foam dalam wadah di bagian depan meja. Ia lantas meletakkan bunga-bunga berwarna senada dengan warna janur, putih dan hijau.

Sindhu menjatuhkan pilihan pada krisan dan anggrek bulan—semua putih. Sementara warna hijau diwakili oleh anthurium, hortensia, kadaka, leatherleaf, dan amaranthus. Rangkaian menawan lainnya adalah buket bunga dengan rangka dari bilah-bilah bambu. Sindhu menganyam bilah bambu hingga membentuk lingkaran. Kemudian, ia menyisipkan materi flora di bagian tengah berupa mawar merah jambu, mawar merah, dan dahlia ungu.
Tak lupa, Sindhu melilitkan sulur morning glory agar rangkaian kian cantik. “Rangkaian berkesan tradisional pun tak kalah elok jika perangkai bisa memadupadankan setiap materi rangkaian baik bunga, daun, wadah, maupun aksesori dengan tepat,” kata Sindhu. (Andari Titisari)