Bermain warna dari selembar daun.
Keindahan puring Codiaeum variegatum itu lazim dinikmati sebagai tanaman pot, lansekap, dan penghias ruangan. Perancang taman di Kotamadya Depok, Provinsi Jawa Barat, Heri Syaefudin, mengatakan bahwa puring memiliki bentuk dan warna daun atraktif sehingga banyak yang memanfaatkannya sebagai titik sentral dalam taman. Kehadiran puring juga menyemarakkan ruangan. Puring eksklusif bernilai jutaan rupiah di tangan kolektor bahkan menjadi daya tarik meningkatkan gengsi.
Kini kecantikan kerabat euphorbia itu juga mengusik dunia seni merangkai bunga. Menurut ketua Dewan Pemimpin Pusat Ikatan Perangkai Bunga Indonesia (DPP IPBI), Andy Djati Utomo S.Sn, AIFD, CFD, puring memiliki kriteria daun yang nyaris lengkap. “Daun puring memiliki aneka bentuk, warna, dan ukuran sehingga cocok untuk membuat rangkaian cantik meski tanpa bunga,” ujarnya.
Bermain warna
Sayangnya, masyarakat Indonesia jarang meminati rangkaian daun. Andy menuturkan minat masyarakat masih condong menggemari rangkaian bunga dan berukuran besar. “Padahal, rangkaian daun itu dekat dengan budaya bangsa,” ujar pemilik sekolah merangkai bunga Intuition Floral Art Studio itu. Yang sudah melegenda adalah janur. Puring memang tak sepopuler janur. Dalam budaya Surakarta dan Yogyakarta, daun tanaman perdu itu dimanfaatkan sebagai buntal pada dodot pengantin.
Andy bersama tim terdiri atas Rohidin, Rahmat, Pandu Aprianus Dewananta, dan Nakum membuktikan rangkaian daun puring patut diperhitungkan. Kemolekannya tak kalah dengan rangkaian sarat bunga. Cara membuatnya pun mudah, cukup lipat dan tancap. “Yang menjadi kunci utama dalam proses merangkai puring adalah permainan warna,” ujar Andy.
Perancang bunga profesional itu menerapkan teori warna monokromatik dan analog untuk membuat rangkaian puring sederhana dan elegan. Rangkaian monokromatik artinya dalam satu rangkaian hanya terdapat satu warna yang bergradasi dari tua ke muda. Sementara itu, analog merupakan kombinasi warna-warna yang berderkatan, misalnya kuning—hijau—jingga.
Kedua teori warna itu menciptakan keharmonisan dan terbukti mampu mempercantik tampilan rangkaian. Pada rangkaian monokromatik, Andy mengusung warna merah dan hijau. Untuk rangkaian dominan merah, ia memilih jengger ayam, anyelir, daun andong, dan apel, dan vas kaca berbentuk tabung—semuanya merah—untuk disandingkan bersama daun puring berwarna senada.
Cara membuatnya cukup mudah. Andy hanya perlu menancapkan daun puring, jengger ayam, anyelir, dan apel pada floral foam yang diletakkan pada mulut vas. Kemudian, ia menyelimuti leher vas menggunakan lembaran daun andong dan melengkungkan kulit kayu mulai dari bagian belakang hingga depan vas.
Teknik sederhana juga digunakan untuk menghadirkan rangkaian bertema hijau. Kesan segar, ceria, dan penuh semangat terpancar dari rangkaian minimalis itu. “Semua materi terdiri atas puring, daun ficus, anyelir, dan pir bermuara pada satu warna yakni hijau,” ujar Rohidin. Ia menancapkan setiap materi pada floral foam yang diletakkan di sebuah vas besi berbentuk lengkung. Hanya 15 menit untuk mewujudkan rangkaian yang cocok digunakan sebagai pemanis meja itu.
Kawat
Dua rangkaian lain yang mengusung teori warna analog juga tampil apik di tangan Andy Djati Utomo dan tim. Pertama, mereka membuat rangkaian kembar dengan deret warna kuning—hijau—jingga dalam pot berbentuk bejana mini. Di mulut bejana itu, Andy meletakkan daun puring hijau tua dan merah, philodendron hijau muda, lili paris, mawar mini jingga, jeruk lemon, dan salak.
Pria berkacamata itu melipat beberapa lembar daun puring dan philodendron agar tidak monoton. Ia meletakkan lembaran puring di sisi kanan rangkaian. Lipatan-lipatan daun disematkan pada bagian depan dan belakang. Pada bagian yang masih terbuka, Andy mengisinya dengan sebuah lemon, tiga buah salak, dan beberapa kuntum mawar mini. Langkah akhir, ia melengkungkan dua lembar lili paris mulai dari tengah hingga sisi kiri rangkaian.
Pada rangkaian kedua, Andy menyandingkan warna cokelat dan merah dalam satu wadah. Pilihannya jatuh pada daun puring dan andong berwarna merah gelap, ranting kering salix, dan salak. Semua materi itu ditata apik di sebuah vas trapesium berkelir cokelat berisi floral foam. Sosok rangkaian itu cenderung tinggi sehingga cocok digunakan sebagai hiasan ruangan.
Andy menuturkan puring menang dari segi warna sehingga dapat dikreasikan menjadi rangkaian menawan sesuai kreativitas perangkai. Namun, daun tanaman perdu itu juga mempunyai kelemahan. “Kurang dari sepekan warna daun sudah kusam,” ujar Andy. Selain itu, tangkai daun puring sangat pendek dan lemas. Perangkai dapat mengakali kekurangan itu dengan menggunakan bantuan kawat sebagai penopang daun. Setelah bersalin rupa, kroton pun tampil semakin memesona. (Andari Titisari)