Bisnis lele beromzet ratusan juta rupiah.
Tiga puluh kolam itu berderet-deret di lahan 600 m2. Ukurannya 3 m x 4 m. Fauzan Hangriawan membangun kolam itu untuk membudidayakan lele di Ciganjur, Jakarta Selatan, pada 2009. Pemuda 29 tahun itu beralasan membangun banyak kolam agar kesinambungan produksi terjaga. Ia membesarkan lele sangkuriang yang panen 60 hari setelah tebar.
Di setiap kolam, Fauzan menebarkan 1.000 bibit berukuran 5—6 cm. Ia memanen 100 kg lele setiap kolam. Bobot lele siap konsumsi rata-rata 100—125 gram per ekor. Peternak kelahiran Pontianak 24 Juli 1986 itu lalu mengemas lele dalam plastik transparan. Bobot setiap kemasan mencapai 0,5 kg. Ia tak kesulitan memasarkan lele karena para pedagang sayuran menjemput hasil panen dan membayar secara tunai.
Kembangkan kemitraan
Harga jual lele relatif stabil, pada Desember 2015 mencapai Rp20.000 per kg. Dari perniagaan lele itu omzet Fauzan Rp60-juta per musim. Sejatinya permintaan pasar lebih besar daripada kemampuan Fauzan menghasilkan ikan anggota famili Clariidae itu. Menurut alumnus Fakultas Hukum Universitas Katolik Atmajaya Jakarta itu total permintaan lele mencapai 300 kg per hari.
Itulah sebabnya Fauzan lantas mengembangkan kemitraan dengan 30 peternak. Tujuannya untuk menambah jumlah kolam sehingga permintaan konsumen tercukupi. Pada akhir masa budidaya, Fauzan yang mendapat juara pertama Astra sociopreuner itu menampung semua hasil panen peternak mitra. Berkat kerja sama itu, Fauzan mendapatkan 30 kolam tambahan. Dengan demikian, ia mengelola total 60 kolam.
Setiap kolam menghasilkan rata-rata 100 kg lele dalam 60 hari masa budidaya. Artinya Fauzan mampu menjaring 6 ton lele setiap musim panen. Dengan harga jual Rp20.000 per kg, pendapatannya Rp120-juta. Usai sukses di sektor pembesaran lele, Fauzan melebarkan sayap di sisi pembibitan. Ia membuka 400 kolam pembibitan di Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Setiap kolam berukuran 3 m x 4 m. Total benih yang dihasilkan per siklus sebanyak 400.000—500.000 bibit. Sebagian bibit digunakan untuk kebutuhan kolam pribadi dan mitra, sisanya dijual. “Harga jual bibit disesuaikan ukuran,” ujar Fauzan. Harga bibit ukuran 5—6 cm, misalnya, Rp225 per ekor.
Hambatan
Meskipun bisnis perikanan penuh risiko serta tanpa ada jaminan pendapatan rutin setiap bulan. Namun, Fauzan bergeming dan mantap pada pilihannya. Warga Jagakarsa, Jakarta Selatan, itu mengawali budidaya lele dengan modal awal Rp1,3-juta. Ia menggunakan nominal itu untuk membeli perlengkapan budidaya seperti bambu, terpal, pakan, vitamin, dan bibit.
Peraih juara pertama wirausaha mandiri dari sebuah bank swasta ternama pada 2010 itu membangun sepetak kolam terpal berukuran 2 m x 4 m di halaman belakang rumah. Di sana, ia menebar 1000 ekor bibit lele sangkuriang berkuran 5—6 cm. Selang 70 hari, tiba waktunya panen. Sejatinya, lele sangkuriang bisa panen 60 hari pascatebar bibit. Panen mundur sebab Fauzan masih ragu memberi pakan.
“Itu sebabnya, perkembangan lele terlambat,” ujarnya. Panen perdana itu menghasilkan 98 kg lele. Fauzan membungkus setiap 500 gram lele dalam kantong plastik. Harga per bungkus Rp18.000. Pria berusia 29 tahun itu menjualnya ke seorang tukang sayuran keliling yang kerap mangkal di kompleks perumahannya. Penjaja sayuran itu lantas memberitau teman-temannya untuk membeli lele ke Fauzan. Mereka tidak perlu repot antre di pasar.
Keruan saja para penjaja sayuran itu senang karena lele lebih segar sebab langsung diambil dari kolam. Pada hari ketujuh semua lele di kolam ludes. Fauzan memperoleh pendapatan Rp1.764.000. Yang menarik, permintaan lele dari tukang sayuran masih berjalan. Mereka menuntut pasokan lele setiap hari. “Saya tidak menyangka ternyata kebutuhan lele sangat tinggi,” ujarnya.
Permintaan tinggi
Tentu saja Fauzan kewalahan memenuhi permintaan sebab kapasitas kolam terbatas. Pengalaman itu membuat Fauzan semakin bergairah untuk beternak lele. Ia menebar kembali 1.000 ekor bibit di kolam yang sama. Sayang, musim tebar kedua itu kurang memuaskan. Panen merosot drastis, hanya 46 kg. Fauzan mengaku lalai menerapkan aturan budidaya yeng tepat. Keberhasilan pada panen perdana membuatnya lengah.
Salah satu contoh kelalain itu adalah mempercayakan pemberian pakan pada orang lain. “Mereka menabur pakan terlalu sering sehingga banyak pakan mengendap di kolam,” ujarnya. Akibatnya air kotor dan banyak ikan mati. Namun, kegagalan itu tak mengendorkan semangat Fauzan. Ia kembali memelihara lele di kolam yang sama. Dengan mematuhi setiap teknik budidaya, ia mampu panen 90 kg lele.
Melihat prospek bisnis lele yang menjanjikan, Fauzan menggandeng seorang teman yang bersedia meminjamkan lahan seluas 200 m2 di Depok, Jawa Barat. Di sana, Fauzan membuat 10 kolam lele, masing-masing berukuran 2 m x 5 m, di Depok, Jawa Barat. Setiap kolam berisi 1.000 bibit sangkuriang berukuran 7—8 cm. Fauzan panen 2 bulan pascatebar bibit. Total, ia menjaring 800 kg lele dari seluruh kolam.
Jumlah itu habis tak sampai sepekan. “Permintaan yang datang mencapai 300 kg lele per hari,” ujar peraih gelar wirausaha muda berprestasi dari Kementerian Koperasi dan UMKM itu. (Andari Titisari)