Trubus — Sumber garam di laut asalnya dari darat dan udara. Menurut ahli geologi di Kota Depok, Jawa Barat, Broto Yuwono, rasa asin di laut merupakan kumpulan dari unsur Na (natrium) dan Cl (klor) yang bersatu membentuk partikel NaCl. Na berasal dari bebatuan yang lapuk karena terpapar sinar matahari dan diterpa hujan, terbawa air, lalu mengalir ke laut. Proses erosi selama 200—300 juta tahun itu terakumulasi di daerah paling rendah di Bumi, yaitu laut.
Di laut natrium “bertemu” klor yang merupakan zat terlarut di laut dan udara, membentuk NaCl. Zat NaCl itulah —yang menyebabkan air laut menjadi asin. Sebenanya, bukan hanya garam Na, Cl yang ada dalam air laut. Namun, juga ada magnesium (Mg), kalsium (Ca), dan kalium (K). Para ahli menduga meskipun proses erosi terus berlangsung, rasa asin air laut stabil.
Sebab, unsur Na dan Cl yang hilang akibat menguap akan diimbangi oleh penambahan dari darat. Produksi garam juga tak selalu di lautan. Di Desa Kuwu, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, ada telaga penghasil garam. Di telaga lumpur hangat seluas kurang lebih 45 hektare itu kerap muncul letupan-letupan gelembung yang mengeluarkan percikan air dan garam.
Air beserta lumpur dari endapan laut purba keluar akibat tekanan air vertikal. Menurut Broto Yuwono masyarakat memanfaatkan air itu untuk membuat garam. Mereka membelah bambu panjang dan membuang ruas-ruasnya. Bambu panjang itu kemudian dipasang di telaga dan mengalirkan lumpur ke penampungan yang telah disiapkan. Karena proses penyinaran, sehingga air di lumpur mengalami kristalisasi membentuk garam padat. Garam itu kemudian dikeruk warga untuk dimanfaatkan sebagai penyedap masakan. (Syah Angkasa)