Taman purba 400 m2 dengan elemen utama encephalartos langka.
Dari halaman belakang, Leny Mulyono leluasa menikmati indahnya taman di sebuah lapangan golf. Rumahnya memang bersebelahan dengan lapangan golf. Rerumputan hijau segar mengepung danau. Namun bagi Leny pemandangan terindah justru terletak di taman yang ia buat sendiri. Di lahan seluas 23 m x 20 m itu, ratusan encephalartos beradu cantik dan eksotis mirip habitat asli di Afrika.
Di taman itulah Leny acap kali melepas lelah usai seharian bekerja. Saat hening malam, ia menikmati keelokan tanaman purba yang muncul sezaman dengan dinosaurus itu. Bukan hanya indah, taman itu juga sangat mahal lantaran terdiri atas tanaman-tanaman eksklusif bernilai hingga ratusan juta rupiah.
Harap mahfum, harga tanaman hias asal benua hitam itu paling mahal di antara tanaman hias lain di dunia. Harga ence—sebutan encephalartos—sangat fantastis, Rp500.000—Rp750.000 per cm bonggol. Sementara diameter bonggol encephalartos di taman milik kolektor encephalartos di Surabaya, Jawa Timur, itu rata-rata berukuran 15—25 cm. Bahkan beberapa di antaranya mencapai 40 cm.
Tunggu 5 tahun
Hasrat Leny Mulyono memiliki taman purba itu sempat tertahan selama 5 tahun akibat halaman rumahnya tidak terlalu luas. “Rumah sebelumnya tidak punya halaman luas, sehingga saya masih memelihara encephalartos di pot,” ujar pengusaha itu. Ia mengaku menyukai tanaman purba itu karena ‘tertular’ kakak perempuannya yang juga mengoleksi encephalarthos.
“Saya suka bonggol dan daun ence yang sangat berkarakter dan eksotis,” ujar Leny. Pada 2009 Leny bersama keluarga pindah ke sebuah perumahan elite di tengah kota Surabaya. Lapangan golf menjadi pemandangan indah rumah itu. Namun, di halaman belakang tumbuh pepohonan yang tidak terawat. “Banyak pohon buah-buahan seperti mangga, kelapa, dan palem yang daun-daunnya mengotori halaman,” ujarnya.
Tak butuh waktu lama, ibu 2 anak itu langsung mengubahnya menjadi taman tropis bertemakan gurun dan teduh. Ia menghadirkan sebuah gazebo kayu di salah satu sudut taman, cukup nyaman sebagai tempat duduk bersantai atau hanya sekadar leyeh-leyeh menghabiskan waktu senja. “Para tamu yang datang ke rumah malah lebih suka duduk-duduk di gazebo daripada di ruang tamu,” ujar perempuan kelahiran Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, itu.
Di sekeliling gazebo itulah puluhan encephalartos beragam jenis seperti Encephalartos horridus, E. principes, E. ferox, E. lehmanii, dan E. arenarius menampilkan sosok indahnya di samping sebuah lapangan golf dengan danau di tengahnya. “Burung-burung liar seperti kutilang juga sering hadir di taman,” ujarnya.
Bagian depan rumah juga tidak lepas dari penataan Leny dengan tema sama seperti taman di halaman belakang. Sesosok macrozamia, agave, dan encephalartos berpadu indah dengan batu-batuan kuning kecokelatan. Yang paling besar dari semua koleksi Leny adalah E. ferox dengan diameter bonggol mencapai 40—50 cm. Leny mendapatkannya pada 2004 dari sesama kolektor encephalartos di Jawa Timur.
Los Angeles
Untuk menjaga kedekatan dengan tanaman kesayangannya itu, Leny merawatnya sendiri tanpa bantuan petugas kebun. “Petugas kebun hanya merapikan dan membersihkan rerumputan,” ujarnya. Sepekan dua kali ia menyiram encephalartos. Leny menggunakan media tanam campuran 70% pasir dan 30% tanah humus.
Agar tanaman tumbuh subur, Leny menaburkan 1 sendok makan pupuk daun lambat urai per tanaman setiap 3 bulan sekali. Ia juga menyemprotkan pupuk daun cair dengan konsentrasi 1 ml per liter air sepekan sekali. Untuk mengatasi hama, Leny menyemprotkan insektisida berbahan aktif mektin dengan konsentrasi 1 ml per liter air.
Dengan perawatan intensif itu, pantas saja encephalarthos koleksi Leny tumbuh subur dan sehat. Lihatlah E. horridus yang ia koleksi sejak 2009. Sang anak yang kuliah di salah satu universitas terkemuka di Amerika Serikat membawakannya dari kota Los Angeles. “Pertama kali didatangkan ukuran bonggolnya baru sebesar jeruk keprok,” ujar Leny. Kini, ukuran bonggolnya sudah sebesar jeruk pamelo.
Tak heran, jika para pencinta encephalartos yang melihat taman Leny Mulyono takjub dan mengakui bahwa ia adalah kolektor encephalartos berkelas. Surya Waskita, kolektor encephalartos di Malang, Jawa Timur, mengatakan taman milik Leny salah satu taman terbaik di Indonesia. “Komposisinya pas, penataannya rapi, dan komponen utamanya encephalartos yang istimewa,” ujar Waskita. (Bondan Setyawan)