Itulah harga jamur pelawan di kedai milik Akim, pedagang di pasar Pangkalpinang, Provinsi Bangka Belitung. Empat tahun silam, harganya baru mencapai Rp700.000 per kg kering. Satu kg kering berasal dari 4—5 kg segar. Artinya, saat ini untuk memperoleh sekilo jamur pelawan kering, seorang petani padi harus menjual 185 kg beras. Jamur pelawan menjadi jamur termahal di Indonesia saat ini.
Ahli mikologi dari Institut Pertanian Bogor, Lisdar I Sudirman PhD, sepakat itulah jamur termahal di Indonesia. Memang masih ada jamur lain yang lebih mahal seperti truffle Tuber melanosporum. Julukannya permata dari dapur karena harganya setara mobil. Namun, dibanding harga jamur-jamur lain di tanahair, kulat pelawan paling mahal. Di kiosnya Akim juga menjual jamur shiitake. Pada 3 Mei 2001 ia membanderol shiitake Rp150.000 per kg kering.
Masyarakat Bangka menyebut jamur liar itu kulat pelawan. Kulat berarti jamur. Pelawan merujuk pada pohon bernama ilmiah Tristania mainganyi yang tumbuh di hutan-hutan. Masyarakat menyebut pelawan karena kayu pohon anggota famili Myrtaceae itu sulit dipatahkan. Pelawan berarti yang melawan atau mencegah. Tiga dekade lampau, H Mustar Sueib (69 tahun) kerap memburu kulat pelawan. Ia selalu menemukan kulat di sekitar pohon pelawan.
Di sekitar pohon-pohon lain yang tumbuh di hutan seperti kemengkek, leting, rempodong, tak tumbuh kulat. Itulah sebabnya masyarakat menyebutnya kulat pelawan. Namun, para pemburu kulat pelawan hanya dapat memperoleh jamur itu ketika musim hujan. “Biasanya jika musim hujan dan banyak kilat dan petir, beberapa hari kemudian kulat pelawan tumbuh,” kata Mustar. Menurut ahli budidaya pertanian, Yos Sutiyoso, di daerah yang banyak petir cenderung memiliki tanah subur.
Ia menjelaskan di udara terdapat nitrogen berkadar 79% dan oksigen (20,9%). Keduanya bermuatan atom negatif sehingga tak dapat berikatan. Namun, muatan atom nitrogen berubah positif gara-gara petir yang berkekuatan ribuan volt. Akibatnya oksigen dan nitrogen berikatan dan menghasilkan senyawa asam nitrat. Tumbuhan—termasuk jamur—memerlukan asam nitrat pada fase vegetatif (baca: Inspirasi dari Petir, Trubus edisi Maret 2009). Lisdar mengatakan setelah hari terik, kemudian hujan turun deras juga menimbulkan kondisi ekstrem yang diperlukan jamur.
Jamur memerlukan kondisi ekstrem dari fase vegetatif ke fase reproduktif. Tanaman nirklorofil itu memerlukan kondisi ekstrem untuk memicu tubuh buah. “Kalau mau masuk fase reproduktif harus berubah kondisinya. Misalnya jamur memerlukan suhu lebih panas agar miselium tumbuh. Jika miselium tak berkembang, akan mempengaruhi fase reproduktif,” kata dosen di Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor itu.
Warna jamur itu cokelat kemerahan. Nama ilmiah kulat pelawan belum diketahui. Hingga kini, Dr Ir Nampiah dari Institut Pertanian Bogor masih mengidentifikasi kulat pelawan dengan teknologi molekuler. Menurut Lisdar, doktor alumnus University of Nancy I, Perancis, kulat pelawan termasuk ektomikroriza, jamur yang berasosiasi dengan tanaman. Asosiasi itu saling menguntungkan, misalnya kulat mentransfer air dan mineral yang diperlukan tanaman.
Dari penampilannya, kulat pelawan tergolong kelompok bolet, yang berciri mempunyai pori-pori di permukaan tudung sebagai tempat penyimpanan spora. Jamur kelompok bolet cenderung lunak. Bandingkan dengan kelompok polipora yang juga berpori. Namun, jamur kelompok polipora seperti ling zhi bertekstur keras. Masyarakat Bangka mengolah kulat pelawan dalam kondisi segar. Namun, ada juga yang mengasapi sehingga tahan simpan bertahun-tahun seperti tersedia di kedai Akim.
Wartawan Trubus yang penasaran, membeli kulat pelawan sebagai buah tangan. Seorang rekan yang mencicipi tumis jamur khas Pulau Bangka itu berujar sembari terus mengunyah, “Enak, daging teripang ya?” Bentuk, warna, citarasa jamur pelawan masak memang mirip daging. Sayang, jamur lezat itu belum dibudidayakan dan masih berserak di rimba pulau timah. (Sardi Duryatmo)