Trubus.id – Salah satu botol kultur tertua milik Ir. Edhi Sandra, M.Si. berisi tanaman pulai pandak (Rauvolfia serpentina) yang berusia 35 tahun. Penyimpanan dalam botol kultur itu merupakan upaya Edhi untuk mengonservasi secara in vitro tumbuhan obat itu.
“Pulai pandak salah satu tumbuhan obat Indonesia yang sudah punah dari dunia perdagangan obat jamu sejak tahun 2000,” kata pemilik perusahaan bioteknologi Esha Flora di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat, itu. Menurut data International Union for Conservation of Nature (IUCN) status konservasi pulai pandak yaitu terancam (vulnerable).
Alasannya populasi tanaman yang tersebar di Asia Tenggara itu berkurang signifikan karena eksploitasi berlebihan untuk obat dan kerusakan habitat. Tanaman anggota famili Apocynaceae itu bisa saja punah di alam jika faktor risiko itu tidak diatasi.
Padahal pulai pandak memiliki banyak khasiat kesehatan. Edhi mengatakan bahwa pulai pandak memiliki 13 bahan bioaktif seperti obat antihipertensi (serpentine, reserpine dan ajmaline) serta zat afrodisiak yaitu yohimbine.
Faedah lain pulai pandak yakni mengobati skizofrenia, susah tidur, dan penyakit gula. Salah satu cara melestarikan dan memperbanyak pulai pandak yaitu menggunakan teknologi kultur jaringan.
Menurut Edhi kultur jaringan memiliki potensi besar dalam memproduksi bibit unggul yang seragam 100% dalam waktu singkat. Meski begitu masih ada yang meremehkan kultur jaringan tanaman.
”Pengertian meremehkan dalam hal ini yang saya maksudkan adalah kultur jaringan tidak bisa diandalkan untuk alternatif agribisnis yang bisa diandalkan. Padahal kalau mereka tahu banyak hal yang hanya bisa dilakukan dengan kultur jaringan,” ujar Edhi.
Kultur jaringan mempunyai fungsi yang jauh lebih besar daripada hanya sekadar memperbanyak bibit tanaman. Kultur jaringan mampu menghasilkan bibit unggul 100% dalam jumlah cepat, waktu singkat, seragam, dan kontinu.
Selain itu, kultur jaringan juga mampu menyimpan dan mengoleksi berbagai jenis tanaman dalam waktu lama (tahunan) dengan aman dan hanya membutuhkan ruangan yang relatif kecil (konservasi in vitro). Kelebihan lain kultur jaringan yakni mampu melakukan pemuliaan dalam waktu singkat serta beragam hasil dan kualitas yang tinggi.
Yang tidak kalah penting kultur jaringan mampu menghasilkan bahan metabolit sekunder langsung dari dalam botol kultur. Lebih lanjut Edhi menyatakan bahwa bahan kultur terbaik untuk memproduksi metabolit sekunder yakni kalus dan embrio somatik.
Tahapan pembuatan kultur untuk menghasilkan metabolit sekunder antara lain kultur steril karantina bahan indukan eksplan dan perendaman antibiotik. Selanjutnya pembesaran biomassa kultur atau jumlah sel yang mampu mengekspresikan diri dalam menghasilkan bahan metabolit sekunder.
Tahap selanjutnya pendewasaan kultur untuk kesiapan produksi bahan obat. Tahap terakhir rangsangan untuk menstimulasi metabolit sekunder.
Dengan cara itu didapat metabolit sekunder dari botol kultur, bukan dari hasil ekstraksi tanaman obat. “Cukup produksi dari dalam botol kultur langsung ke pabrik farmasi. Bebas dari cemaran logam berat dan mikrob,” kata Edhi.
Ia pun mengajak masyarakat memproduksi bahan bioaktif dari dalam botol kultur. Tidak perlu menanam di luar dan tidak perlu membesarkan tanaman di luar dalam area yang sangat luas.
Masyarakat juga tidak perlu memanen, mengeringkan, menggiling dan mengekstrak tanaman obat. Menurut Edhi kelebihan produksi metabolit menggunakan kultur jaringan yakni kultur tidak perlu diaklimatisasi.
Kultur juga tidak perlu dikeluarkan dari laboratorium. Kelebihan lain kultur jaringan untuk produksi metabolit sekunder yakni dapat memproduksi metabolit sekunder dari daerah empat musim dengan pengkondisian lingkungan laboratorium.
Selain itu, produksi metabolit sekunder dari botol kultur bisa direncanakan kapasitas, kualitas, dan kontinuitas. Edhi mengatakan bahwa produksi metabolit sekunder tidak lebih sulit daripada produksi bibit.
Hal itu menjadi peluang anyar bagi dunia farmasi sehingga alternatif suplai bahan baku lebih terencana, lebih bersih, dan lebih kontinu. “Saya tidak rela bila Indonesia yang terkenal sebagai negara mega biodiversity tetapi yang menikmati hasilnya adalah negara maju, atau negeri lain,” kata Edhi.
Menurut Edhi, Thailand berencana membeli bibit kratom (Mitragyna speciosa) besar-besaran dari Kapuas Hulu karena mengandung bahan bioaktif terbaik. Kratom mengandung 40 bahan bioaktif seperti mitragynine dan 7-hidroksimitragynine.
Harga satu kilogram mitragynine 70% Rp45 juta. “Oleh sebab itu, marilah kita bersama-sama maju menggarap bioprospeksi biodiversitas Indonesia,” kata Edhi. (Riefza Vebriansyah / Peliput: Widi Tria Erliana)