Sunday, March 9, 2025

Mekanisasi untuk Daulat Pangan

Rekomendasi
Mantan wakil Menteri Pertanian Rusman Herrawan, menjajal alat panen karya Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian.
Mantan wakil Menteri Pertanian Rusman Herrawan, menjajal alat panen karya Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian.

Penggunaan mesin meningkatkan produktivitas tanaman dan mengatasi berkurangnya tenaga kerja.

Dalam cita cita menuju Indonesia yang berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan, Presiden Joko Widodo merumuskan 9 agenda prioritas pokok yang disebut nawa cita sebagai acuan jalannya pemerintahan. Salah satu butir dari nawa cita adalah mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis domestik.

Pemerintah mewujudkan kedaulatan pangan untuk mendukung butir ke-7 dari nawacita itu. Kedaulatan pangan seperti termaktub dalam UU No. 18/2012 adalah, “Kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.”

Dr Ir Astu Unadi MEng, kepala Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian.
Dr Ir Astu Unadi MEng, kepala Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian.

Tenaga kerja
Sayangnya kebijakan pemerintah sampai saat ini belum terlaksana dengan baik. Salah satu penyebabnya adalah produktivitas padi sebagai salah satu bahan pangan belum dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Menurut Iwan Setiawan SP MSi, dosen Agribisnis Universitas Padjadjaran, berkurangnya tenaga kerja merupakan penyebab terbesar tidak meningkatnya hasil pada produksi pertanian, bahkan dalam jangka panjang dapat mengancam ketahanan pangan dan kedaulatan pangan.

Menurut Iwan dengan berkurangnya tenaga kerja akan berpengaruh pada produksi pangan yang sampai saat ini stagnan bahkan mulai menurun. Kurangnya tenaga kerja pada sektor pertanian menyebabkan pengolahan lahan dan proses pengelolaan sampai dengan panen tidak optimal. Data Badan Pusat Statistik 2014 menunjukkan jumlah tenaga kerja sektor tanaman pangan menurun setiap tahun.

Pada Agutus 2011 jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor tanaman pangan 2,7-juta jiwa. Jumlah itu merosot menjadi 2,4-juta jiwa pada 2012 dan 2,3-juta jiwa pada 2013. Penurunan itu ternyata berdampak kian sulitnya mencari tenaga kerja harian.

Keengganan bekerja di lahan pertanian karena panjangnya masa tanam padi dan hasil yang didapat tidak berbanding lurus secara ekonomis. Oleh karena itu untuk mendukung dan meningkatkan produktivitas hasil pertanian dibutuhkan beberapa alat yang dapat menunjang mengelolaan lahan dan panen. Alat tradisional berupa bajak yang ditarik kerbau kini sudah banyak digantikan dengan mesin traktor yang lebih efektif karena dapat mengolah tanah dengan luasan 0,4 ha per hari.

Itu jauh lebih efektif dari mencangkul yang membutuhkan waktu 30 hari untuk menyelesaikan lahan 1 ha. Namun, seiring perkembangan teknologi, muncul mesin yang lebih efektif yaitu traktor 4 roda berukuran kecil. Mesin itu dilengkapi dengan bajak berputar yang berfungsi menghaluskan tanah di lahan sawah atau pun tanaman pangan. Metode itu memungkinkan pembalikan dan penghalusan tanah dilakukan secara bersamaan.

Salah satu model traktor 4 roda untuk mengolah tanah.
Salah satu model traktor 4 roda untuk mengolah tanah.

Mesin tanam
Petani di Desa Telangjaya, Kecamatan Muaratelang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Sardi Santosa, sudah 2 tahun menggunakan traktor 4 roda. Menurut Santosa kelebihan mesin itu adalah mampu membajak pada tanah bertekstur keras, dan lebih dalam daya bajaknya hingga 20 cm.

Selain itu pengerjaannya pun lebih cepat, dalam 1 hari dapat membajak hingga 3 ha dengan kebutuhan bahan bakar 18 l solar per ha. Pisau bajak berbentuk sabit, sangat efisien membajak dan menghaluskan tanah dan meminimalisir kemungkinan kehilangan daya kerja traktor. Kelebihan dari mata bajak itu antara lain tanah yang terolah lebih halus akan lebih kaya oksigen, sisa tanaman padi akan hancur dan tercampur sempurna dengan tanah.

Dampaknya tanah lebih kaya nutrisi. Tekstur tanah yang lebih halus akan mempermudah penyerapan pupuk yang berguna bagi tanaman. Selain itu tumbuhnya sisa tanaman padi, gulma, dan tanaman lain juga dapat dicegah sehingga lahan sawah langsung siap ditanami tanaman baru. “Dengan traktor pengolah tanah ini tanaman lebih cepat tumbuh,” kata Santosa.

Ketika lahan sudah siap ditanami, mesin hasil rekayasa berikutnya yang bisa digunakan adalah alat penanam bibit. Banyak produsen yang menyediakan mesin penanam padi. Dengan menggunakan mesin, petani dapat mengatur jarak tanam dan jumlah bibit per lubang. Penggunaan benih dapat dikontrol bahkan ditekan hingga 60% bila dibandingkan dengan penanaman secara manual.

Hasil penanaman menggunakan mesin lebih rapi dan terukur.
Hasil penanaman menggunakan mesin lebih rapi dan terukur.

Naikkan rendemen
Selain penghematan benih, mesin ini juga mengefektifkan waktu penanaman. Untuk lahan 1 ha hanya memerlukan waktu 8 jam, dengan waktu yang sama penggunaan tenaga manusia hanya mendapatkan luasan 7.500 m2. Dr Ir Agung Hendriadi, M, Eng, sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian mengungkapkan kini rendemen padi di Indonesia baru 50%. “Di mancanegara seperti Thailand dan Korea Selatan sudah 60%,” ujarnya.

Itulah sebabnya Balitbang Pertanian sedang berupaya menaikkan rendemen padi tahun ini dengan mengurangi kehilangan hasil saat pascapanen. Beragam upaya itu salah satunya sosialisasi cara giling yang benar. “Penggilingan yang benar kadar air padi harus 14%. Sementara banyak petani yang masih 18%, sehingga berasnya bisa remuk,” ujar Agung.

Selain sosialisasi adalah dengan membuat mesin pascapanen yang mampu membantu petani dalam banyak hal seperti rendemen meningkat, hemat waktu dan biaya, serta mudah digunakan. Salah satu mesin buatan Balitbang Pertanian adalah mesin panen padi Indo Combine Harvester. Menurut Mardison STP MSi, perancang Indo Combine Harvester, mesin itu mampu bekerja memotong, merontokkan, dan membersihkan gabah sekaligus.

Mesin itu dilengkapi 18 mata pisau dengan kecepatan 3 km per jam. Kebutuhan solar hanya 15—21 liter. Harga solar nonsubsidi saat ini Rp12.500hanya Rp187.500—Rp262.500, sementara dengan tenaga kerja manusia bisa mencapai Rp4,5-juta. Alat itu mampu kurangi kehilangan hasil hingga 3%. “Menggunakan mesin untuk kegiatan panen dapat meningkatkan penghasilan petani maupun angka total panen nasional,” ujar Dr Ir Astu Unadi MEng, kepala Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian.

Beragamnya alat mekanisasi pertanian merupakan harapan bagi meningkatnya produktivitas tanaman pangan di Indonesia. Harapan tercapainya kedaulatan pangan pun segera teraih. Namun Iwan Setiawan mengingatkan, maraknya mekanisasi pertanian juga harus diimbangi dengan sumber daya manusia yang bagus. Oleh karena itu generasi muda harus didorong untuk kembali ke sawah untuk mengelola dengan teknologi mutahir. Karena keberlanjutan bidang pertanian berada di tangan generasi muda yang cakap, terampil, dan melek teknologi. (Muhammad Awaludin/Peliput: Andari Titisari dan Bondan Setiawan)

 

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Bea Cukai Tanjungpinang dan Karantina Kepri Fasilitasi Ekspor 501,7 Kg Ikan Anggoli ke Amerika Serikat

Trubus.id–Bea Cukai Tanjungpinang bersama Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Kepulauan Riau (Karantina Kepri) di Satuan Pelayanan Bandara Raja...

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img