Pemanen padi modern yang hemat bahan bakar. Pemilik mudah memantau keberadaan mesin.
Trubus — Mesin pemanen padi itu lincah berbelok mengikuti kontur dan lekukan pematang. Sang operator, Muslihin, terampil mengoperasikan tuas pengendali. Setidaknya ada 3—5 tuas yang harus dioperasikan pria 35 tahun itu untuk bergerak maju, mundur, berbelok, atau menyesuaikan ketinggian pengumpan. Fungsi pengumpan untuk memasukkan batang padi ke dalam mesin potong sebelum dibawa konveyer ke pisau perontok.
Banyaknya tuas membuat Muslihin memerlukan 4—6 bulan untuk beradaptasi sebelum mahir mengoperasikan pemanen besar itu. Pria asal Jepara, Jawa Tengah, itu mengatakan bahwa untuk mengoperasikan mesin panen memang sulit. Musababnya, terdapat banyak tuas untuk mengendalikan gerakan mesin. “Awalnya pasti bingung, tapi lama-lama hafal dan fasih sendiri,” kata Muslihin.
Kemudi bulat
Keahlian mengoperasikan mesin itu membuat Muslihin dipercaya pemilik mesin combine harvester itu pada 3 tahun terakhir. Ketika ada penyewa memerlukan jasa pemanenan—terutama pada musim panen padi—ia memboyong mesin ke beberapa daerah. Kesulitan mengendalikan mesin pemanen akibat banyaknya tuas itu disempurnakan oleh produsen mesin pertanian di Depok, Jawa Barat, PT Yanmar Diesel Indonesia.
Mereka merancang dan mengadopsi penggunaan setir bulat atau maru handle dalam bahasa jepang. Meskipun itu bukan hal baru karena setir bundar untuk pemanen padi sejatinya sudah diadopsi Negeri Sakura itu sejak awal 2000. Kemudi bulat itu mengurangi jumlah tuas pengendali menjadi 1 tuas dengan 2 tombol kontrol yang cukup diaktifkan dengan jari.
Menurut Manajer Departemen Operasi Regional dan Pelayanan Pelanggan PT Yanmar, Eko Jumantoro, mesin pemanen dengan kemudi bulat lebih mudah dioperasikan. Membelok atau berputar lebih mudah sehingga proses panen menjadi lebih cepat. Selain itu, Yanmar merancang agar roda kanan dan kiri dapat bergerak berlawanan untuk mengurangi radius putar. Dengan demikian, pemanen itu bisa bergerak lincah di lahan sempit.
Menurut Eko, teknologi itu baru pertama kali digunakan di Indonesia. Perbandingan putaran roda kemudi bulat itu sudah disesuaikan seperti kemudi mobil atau kendaraan roda 4. “Asal bisa mengendalikan mobil, pasti dapat mengendalikan mesin,” kata Eko. Selain memperbaiki sistem kontrol, Yanmar juga menggenjot tenaga penggerak hingga 85 tenaga kuda. Mesin yang lebih berotot itu mampu menaklukkan lahan pertanian yang sulit atau berlumpur dalam.
Khusus untuk mengatasi lahan berlumpur, Yanmar menyematkan roda tapak berbahan karet selebar 55 cm. Roda tapak itu menurunkan tekanan bobot mesin terhadap tanah sehingga mengurangi kecenderungan terperosok ke dalam lumpur. Untuk mengantisaipasi tekstur sawah yang tidak rata, jarak tanah dengan dasar mesin atau high clearence cukup tinggi yaitu mencapai 42 cm.
Demi mendukung kerja jangka panjang, mesin pemanen itu juga menyandang tangki bahan bakar berkapasitas 115 liter. Untuk memanen padi di lahan 1 hektare, mesin hanya menghabiskan 20 liter solar. Pekerjaan itu rampung hanya dalam 120 menit. Dengan biaya operator Rp150.000 per ha. Petani yang memanfaatkan mesin untuk panen dapat menghemat Rp167.000. Semula jika tanpa mesin, petani memerlukan 12 tenaga kerja untuk memetik padi di lahan 1 ha. Biaya tenaga kerja mencapai Rp35.000 per hari atau total Rp420.000 selama 1 hari panen.
Sebagian besar operator mesin adalah orang kepercayaan pemilik mesin. Namun, ada kalanya pemilik mesin ingin mengontrol dan mengetahui posisi lokasi kerja mesin miliknya. Oleh karena itu, Yanmar juga menyematkan peranti pelacak berbasis Global Positioning System (GPS) di mesin pemanen itu. Sistem berjuluk smart assist itu adalah layanan yang memantau mesin berdasarkan data operasi dan kondisi menggunakan peralatan GPS yang terpasang di mesin.
Sulit tenaga kerja
Tidak sekadar melacak lokasi, peranti itu sekaligus memetakan lajur pekerjaan untuk merencanakan jalur pemanenan yang paling efektif dari segi waktu kerja dan efisien bahan bakar. Perangkat asisten pintar itu pun mampu dengan mudah menghitung luasan lahan kerja. Asisten cerdas itu terhubung dengan telepon selular pemilik sehingga kondisi mesin, kenaikan suhu radiator, tegangan baterai, atau kondisi operasional lain langsung terpantau di ponsel pemilik.
Parameter-parameter itu pun otomatis terunggah ke basis data Yanmar. Dengan demikian, Yanmar bisa langsung mendeteksi masalah yang terjadi. Selanjutnya mereka bisa memberitahu pemilik, merekomendasikan servis di distributor terdekat, maupun mengirim teknisi ke lokasi mesin. Menurut Eko munculnya mesin-mesin pertanian saat ini karena makin sulitnya tenaga kerja di bidang pertanian.
“Banyak generasi muda sekarang lebih suka bekerja di sektor lain,” kata Eko. Oleh karena itu, Yanmar mendorong generasi muda untuk kembali ke sektor pertanian melalui kecakapan dalam bidang teknologi dan mesin pertanian. Sependapat dengan Eko, dosen Agribisnis Universitas Padjadjaran, Bandung, Iwan Setiawan, S.P., M.Si. menyatakan maraknya mekanisasi pertanian harus diimbangi dengan peningkatan sumber daya manusia.
Pasalnya, berkurangnya tenaga kerja salah satu pemicu stagnasi produksi pertanian, terutama tanaman pangan seperti padi. Menurut Iwan kondisi itu dalam jangka panjang membahayakan. Sebab, dapat mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan. Menurut Iwan dengan berkurangnya tenaga kerja akan berpengaruh pada produksi pangan yang sampai kini stagnan bahkan mulai menurun.
”Generasi muda harus didorong kembali ke sawah untuk mengelola dengan teknologi mutakhir,” kata Iwan. Menurut Iwan beragamnya alat mekanisasi pertanian merupakan harapan yang cerah bagi meningkatnya produktivitas tanaman pangan di Indonesia. (Muhammad Awaluddin)