Trubus.id— Menurut penebas sekaligus pekebun matoa di Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Slamet Noto Prasetyo, ada 3 jenis matoa yang berkembang di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Ketiga jenis matoa itu berasal dari bibit yang diperoleh dari Papua dan ditanam sejak tahun 1990-an. Slamet mengklasifikasi matoa berdasarkan warna, yakni hijau, kuning dan merah. Pengepul matoa sejak 2009 itu mengatakan “Tidak ada perbedaan dari segi harga jual, semuanya diminati pembeli,” katanya.
Lazimnya penjual pun kerap mencapur tiga jenis itu dalam satu kemasan. Harga jual rata-rata mencapai Rp40.000 per kilogram, sementara saat panen raya harga di kisaran Rp25.000 per kilogram.
Slamet menambahkan, meskipun harga jual sama, ketiga jenis matoa itu memiliki karakter dan citarasa berbeda. “Buah berwarna kuning dominan beraroma durian, sementara buah merah dan hijau bercitarasa mirip lengkeng dan rambutan,” katanya.
Menurut pemilik pohon matoa di Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Sapto Pramono, citarasa dari jenis buah matoa berwarna kuning bisa dibilang paling enak dibandingkan jenis lainnya.
“Aroma durian pada matoa kuning lebih dominan ditambah rasa paling manis,” katanya. Namun, banyak penebas lebih meminati matoa berkulit merah. Alasannya tampilan lebih menarik untuk dipajang.
Menurut Slamet, sebetulnya adapula matoa berkulit merah yang memiliki aroma durian kuat. Namun, populasinya sangat sedikit. “Keunggulan lain matoa berkulit merah relatif lebih awet,” kata pria kelahiran Kota Semarang, Jawa Tengah 45 tahun silam itu.
Jenis merah bisa bertahan hingga 2 pekan setelah petik, jenis lainnya paling banter hanya 10 hari setelah petik. “Makin kering matoa merah justru makin manis,” katanya. Lantas bagaiamana dari segi produksi? Menurut Slamet, secara umum produksi matoa dari ketiga jenis itu sama.
Sepengalamannya, matoa yang kurang dirawat intensif magori atau berbuah perdana pada umur 5 tahun. Namun, jika perawatan intensif tanaman anggota famili Sapindaceae itu bisa berbuah perdana pada umur 3 tahun. Buah perdana hanya sekitar 2—3 kg per tanaman.
Slamet menambahkan, tanaman matoa berumur 15—20 tahun bisa menghasilkan buah hingga 70—150 kg per sekali panen. Adapun panen 2—3 kali dalam setahun. Artinya potensi produksi bisa 300 kg per tahun saat umur tanaman 15—20 tahun.
Lantas kapan biasanya waktu panen raya? Menurut Slamet kini panen raya sudah tidak bisa diprediksi. Sebab, amat dipengaruhi perubahan cuaca. Lazimnya panen raya terjadi 2—3 bulan setelah akhir musim hujan. “Adanya hujan bisa menghambat pembungaan,” kata Slamet. Artinya, matoa menghendaki kemarau cukup saat pembentukan buah. Sepengamatan Slamet, dari muncul bunga hingga siap panen butuh 3 bulan. Namun, pekebun wajib bersiaga pada 1 bulan menjelang panen. Pasalnya, hama berupa kelalawar dan tupai momok pekebun matoa. Pekebun wajib membungkus buah demi mencegah serangan hama.