Trubus.id— Kesegaran dan kualitas racikan menjadi perhatian bagi kafe jamu. Nova Dewi Setiabudi, M. Comm. Chief Executive Officer Suwe Ora Jamu itu memilih bahan-bahan terbaik. Sekadar contoh, ia mensyaratkan panen empon-empon seperti rimpang kunyit, temulawak, dan jahe di atas setahun.
Pemanenan itu agar kandungan senyawa aktif dan minyak asiri lebih tinggi. Khasiat pun lebih terasa. Nova hanya menerima tanaman obat hasil budidaya organik. Penggunaan pestisida sintesis dan pupuk anorganik terlarang dalam budidaya.
Ia mendapatkan bahan baku dari petani mitra yang tersebar. “Petani kan spesialisasinya berbeda-beda, jadi, ini salah satu cara kami berbagi untuk membantu mengembangkan komoditas,” kata Nova.
Cara lain Nova menjaga kesegaran produk dengan meracik jamu di hari yang sama. Ia memasarkan racikan itu melalui media sosial. Permintaan dari konsumen mengalir ke media itu dan Nova melayani pada keesokan hari.
Produsen lainnya yakni Zacky Irwandi dan Intan Rahmaningtyas dari Lestari Jamuku selalu memastikan bahan itu berkualitas. “Setelah panen bahan baku akan disortir, jemur 2—3 hari untuk mengeringkan kotoran tanah, dan baru dikirim ke rumah produksi,”kata Zacky. Setelah sampai bahan baku itu akan disortir kembali. Lolos sortir jika tekstur tidak keriput.
Intan menuturkan jamu di Lestasi Jamuku juga bercitarasa enak karena menggunakan pemanis alami seperti gula kelapa. Kecuali jamu yang menggunakan bahan seperti sambilata kerap meninggalkan sensasi pahit dari rasa khas tanaman itu. Bahan yang digunakan seperti kunyit, jahe, kencur berasal dari Karanganyar.
Selama ini persepsi jamu cenderung negatif. Sebab bercita rasa pahit, kuno, dan kerap meninggalkan rasa trauma karena tidak tepat menyajikannya. Namun jamu bersalin rupa menjadi produk yang dapat kian dinikmati dan berkhasiat dengan bahan baku dan penyajian yang tepat.