Trubus.id— Peternak sering berkreasi membuat alat untuk memanen madu dari lebah tanpa sengat. Di Jakarta Barat, Keng Effendy, memodifikasi alat peras air susu ibu (ASI) dan alat penyedot medis untuk memanen madu trigona.
Modifikasi dari alat penyedot medis memungkinkan panen madu dengan cepat karena berdaya sedot hingga 2 l per menit. Pembudidaya lain yang juga memodifikasi alat pemanen madu yakni Willy.
Pembudidaya madu trigona di Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung, itu memanen madu menggunakan alat modifikasi untuk mengisap madu dari sarang. Alat pemanen dari vakum dimodifikasi menggunakan tenaga aki sehingga bisa dibawa ke kebun ketika panen.
Alternatif menggunakan modifikasi mesin dispenser dipadukan dengan botol penyimpanan. Cara kerjanya sama yaitu mengisap madu dari sarang. Bedanya mesin dispenser tidak sekuat mesin vakum.
Selain modifikasi alat pemanen yang efisien, menurut Willy hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah penurunan kadar air hasil panen madu. Pasalnya saat panen kadar air madu mencapai 50%.
Willy mengatakan kadar air terlalu tinggi memicu kebocoran selama perjalanan jarak jauh. Oleh karena itu sebelum mengirim madu ke luar daerah mesti menurunkan kadar air hingga 22%.
Hal itu senada dengan hasil riset Baiq Trisni Sukma Dewi dari Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Mataram, yang menujukkan panen dengan teknik diperas dan ditiriskan tidak memenuhi standar nasional Indonesia (SNI).
Indikator yang kurang terpenuhi antara lain kadar air yang tinggi kisaran 51%. Padahal SNI mensyaratkan kadar air maksimal 22%. Menurut Willy ada dua cara menurunkan kadar air dalam madu.
Cara pertama mendiamkan madu dalam wadah di suhu ruang dan menutupnya dengan kain atau kasa. Metode itu menurunkan kadar air dalam madu secara alami. Namun, cara itu memerlukan waktu 1—2 bulan hingga kadar air 22%.
Cara kedua lebih cepat yaitu menggunakan alat dehumidifier yang efektif menurunkan kadar air hingga 22% dalam waktu 24 jam. Setelah kadar air ideal barulah mengemas dan mengirim madu ke konsumen di luar daerah.
Willy biasa memasukkan madu yang semula dikemas di wadah kaca ke wadah plastik bening kemudian mengganjalnya dengan stirofoam agar tidak bergeser. Kemudian ia memasukkan madu itu ke boks stirofoam dan membungkusnya menggunakan busa.
Setelah itu ia membungkus boks stirofoam dengan bubble wrap. Metode pengemasan itu terbukti aman. Pasalnya madu aman tanpa kerusakan saat pengiriman dari Kabupaten Belitung Timur ke Kota Makassar, Sulawesi Selatan, selama 5 hari.
“Dengan pengemasan stirofoam, konsumen asal Tiongkok pun aman membawa madu sampai ke negara tujuan,” kata Willy.