Trubus.id— Periset di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bali, drh. I Wayan Sudarma, mengolah sarang walet menjadi inokulan dalam proses fermentasi kopi.
Ia menggunakan sarang walet hasil budidaya peternak di Subak Abian Leket Sari Desa Sukasada, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Wayan menggunakan inokulan itu untuk memfermentasi kopi kupas alias tanpa kulit selama 5 hari.
Dalam riset itu Wayan memanfaatkan 300 kg biji kopi arabika asal Desa Sampalan Tengah, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Provinsi Bali. Ia mensyaratkan biji kopi harus berwarna merah cerah menandakan buah matang sempurna.
Periset itu lantas mengolah kopi hasil fermentasi menjadi minuman. Prosesnya sama dengan pengolahan kopi pada umumnya seperti penjemuran dan penyangraian.
Uji cita rasa di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) Indonesia menunjukkan kopi prebiotik sarang walet tergolong kopi specialty yang memiliki skor cupping test 86,76 poin. Angka itu menunjukkan kopi hasil fermentasi sarang walet berkualitas tinggi.
“Kopi juga memiliki kadar kafeina rendah hanya 2% sehingga menurunkan risiko serangan jantung walaupun dikonsumsi rutin,” kata dokter hewan alumnus Universitas Udayana.
Menurut Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas 1 Padang, drh. Iswan Haryanto, sasaran utama produk sarang walet yaitu Tiongkok. Persyaratan ekspor yang mengikat seperti rumah walet, tempat proses pascapanen, dan pihak eksportir yang terdaftar di Tiongkok membuat peternak walet kesulitan menjual sarang walet ke pasar dunia.
Pelaku bisnis walet dapat membuat inovasi dan alternatif lain untuk memanfaatkan sarang walet menjadi olahan lain. Dengan begitu pasar sarang walet tidak selalu bergantung ke mancanegara. Promosi produk sarang walet juga perlu digencarkan.
Selain bermanfaat besar bagi kesehatan, mengolah sarang walet menjadi bentuk olahan lain menjadi benteng pertahanan bagi para pelaku ternak walet ketika harga ekspor menurun.