Perawatan intensif kunci sukses membuahkan pir di dalam pot.
Trubus — Willy Wong memetik buah pir korea pada Februari 2020. Warga Sunteragung, Jakarta Utara, itu sedang tidak melancong ke Negeri Ginseng. Ia memanen buah anggota famili Rosaceae itu di dak rumahnya. Tanaman itu berbuah perdana pada Oktober 2019. Empat bulan berselang tanaman kembali berbuah. “Saya puas karena tanaman berbuah. Jadi, saya tidak mengindahkan rasanya yang agak masam,” kata Willy.
Lazimnya pir korea tumbuh di dataran tinggi. Namun, Willy membuahkan pir di Jakarta yang hanya berjarak sekitar 3 km dari Laut Jawa. Selain itu, ia menanam pir di dalam pot. Bukan di tanah langsung karena lahan terbatas. Berbuahnya pir di tempat Willy pun bukan kebetulan. Buktinya ia dua kali menuai buah tanaman kerabat mawar itu. Pada Juli 2020 tanaman tengah berbuah. Kemungkinan panen ketiga pada Oktober 2020.
Perawatan maksimal
Menurut Willy pir miliknya lazim berbuah pada Agustus—Oktober setiap tahun. Setiap tanaman menghasilkan sekitar enam pir. Willy meyakini tanaman itu memang pir. Buahnya bulat, berwarna cokelat kehijauan, dan berukuran satu telapak tangan. Saat membeli bibit pun penjual tanaman mengatakan itu pir. “Saya mengetahui ciri daun pir. Selain itu, saya membeli bibit di toko langganan,” kata pehobi tabulampot sejak 2005 itu.
Ia mengolah pir itu menjadi jus agar lebih enak dikonsumsi. Berhasil membuahkan pir menjadi kebanggaan tersendiri bagi Willy. Ia memiliki dua tanaman pir yang sudah berbuah. Penanaman pir di dalam pot berdiameter satu meter supaya mudah mengganti media tanam. Menurut Willy penggantian media tanam secara berkala salah satu kunci sukses membuahkan pir dan tanaman buah lain seperti jambu dan mangga.
Dua pekerja membantu Willy mengganti media tanam setiap dua bulan. Ia tidak membuang media tanam lama. Setelah digemburkan, ia mencampur media tanam lama dan baru dengan perbandingan 1:2. Artinya tidak ada media tanam yang terbuang. Penggantian media tanam mesti cermat agar akar utama tidak terganggu sehingga tanaman terhindar dari stres.
Willy mengandalkan sekam dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 sebagai media tanam. Pasokan sekam dari toko penyedia perlengkapan berkebun. Adapun pupuk kandang siap pakai dari peternakan sapi dekat rumah. Ia memerlukan 50—100 kantong pupuk kandang berbobot masing-masing 10 kg setiap dua bulan. Pembelian produk itu jika persediaan menipis. Pupuk kandang sebanyak itu untuk semua tabulampot termasuk pir.
Willy memiliki sekitar 25 tabulampot di dak lantai tiga. Selain sebagai media tanam, pupuk kandang juga sebagai sumber nutrisi tanaman bersama NPK. Pemupukan rutin pun kiat sukses membuahkan tabulampot pir. “Alasannya tanaman hanya mendapatkan nutrisi dari dalam pot jadi harus dipupuk rutin,” kata pria kelahiran Jakarta itu. Willy menambahkan sekitar 2,5 kg pupuk kandang per tabulampot setiap dua pekan.
Sementara pemberian segenggam NPK per tanaman saban bulan. Penyiraman sekali sehari pada pukul 18.00 setelah pulang kerja. Ada juga sistem penyiraman otomatis bikinan sendiri untuk memudahkan pekerjaan. Tinggal buka keran, maka air mengalir ke setiap tabulampot. Pemangkasan pun perawatan penting tabulampot. Willy rutin memangkas cabang yang terlampau tinggi. Ia hanya mempertahankan tinggi tanaman sekitar 2—3 meter.
Lebih dari itu menyulitkan perawatan dan tanaman mudah roboh jika ada angin kencang. Apalagi tabulampot berada di lantai paling atas rumah Willy. Periset di Balai Penelitian Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro), Kota Batu, Jawa Timur, Ir. Sutopo, M.Si., mengatakan, tabulampot pir berbuah di Jakarta merupakan hal biasa. Alasannya tanaman kerabat apel itu adaptif di suhu lingkungan minus 0ºC hingga lebih dari 30ºC. Bahkan ada referensi yang menyebutkan pir bisa tumbuh di lingkungan bersuhu sekitar 40ºC.
Induksi bunga
Kemungkinan pir yang ditanam Willy adaptif pada suhu lingkungan di Jakarta. Sutopo menuturkan, pir juga adaptif dengan berbagai kondisi tanah. Penanaman pir dalam pot memudahkan tanaman berbunga lantaran lingkungan budidaya bisa dikontrol. Pir berbuah karena akumulasi karbohidrat dalam jaringan tanaman sudah memadai sehingga dapat berbunga.
Di negara empat musim induksi bunga pir mesti didahului musim dingin. Saat itu pertumbuhan vegetatif berhenti sehingga karbohidrat menumpuk. Kemudian tanaman bertunas dan berbunga ketika musim semi datang. Sementara di Indonesia akumulasi karbohidrat terjadi selama pertumbuhan tanaman. “Peluang akumulasi karbohidrat dalam tanaman di negara tropis lebih tinggi daripada negara subtropis,” kata alumnus ilmu tanah Institut Pertanian Bogor itu.
Sutopo menganjurkan pemilik untuk memangkas semua daun ketika berwarna tua dan tidak sedang bertunas. Itu ciri akumulasi karbohidrat mencukupi untuk berbunga. Jika tidak dipangkas, produksi buah tidak maksimal. Sebetulnya pir berbuah bukti tanaman itu bisa dikembangkan di Indonesia. Mayoritas masyarakat berpikir pir merupakan buah subtropis yang hanya bisa ditanam di dataran tinggi. Willy membuktikan pir pun berbuah di ibukota. (Riefza Vebriansyah)