Menanam pohon untuk memperbaiki lingkungan dan menyejahterakan masyarakat.
Sejauh mata memandang hanya tanaman singkong yang terlihat di Kampung Sukamantri, Desa Karangtengah, Kecamatan Babakanmadang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Masyarakat terbiasa mengebunkan Manihot esculenta di lahan sekitar 27 hektare itu dibandingkan membudidayakan tanaman buah dan hutan. Dampaknya, tanah menjadi gersang akibat tidak adanya tegakan tanaman keras.
Itu cerita 18 tahun lalu atau pada 2000. Kini kebun singkong itu berisi aneka tanaman seperti petai, jambu, sukun, dan rambutan. Tanaman rekomendasi PT Perum Perhutani untuk rehabilitasi lahan antara lain pinus, mahoni, puspa, dan jati pun ditanam. Total jenderal 600 hektare area reboisasi dan penghijauan yang berisi tanaman-tanaman itu. Kawasan itu kini terintegrasi dengan pusat pendidikan, pelatihan, dan wisata Eco Edu Tourism Forest.
Penghijauan
Kesan lingkungan gersang pun berganti menjadi hijau menyejukkan. Udara segar dan angin sepoi-sepoi masih terasa meski waktu menunjukkan pukul 11 siang. Keletihan juga tidak terasa meski melewati jembatan penyeberangan berbahan bambu. Rumput hijau diselingi tegakan pinus makin memanjakan mata. “Lahan untuk kegiatan pendidikan, pelatihan, dan wisata menempati area 3 hektare,” kata pengelola Eco Edu Tourism Forest, Ahmad Saefullah.
Menurut Ahmad reboisasi diinisiasi oleh Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia (Persaki) pada 2007. Masyarakat setempat juga terlibat dalam reboisasi setelah mendapatkan edukasi. Pembangunan makin pesat sejak 2010 ketika Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) mengajukan izin pembangunan di kawasan seluas 3 hektare ke Kementerian Kehutanan sehingga ditugaskan Perum Perhutani mengelola area itu.
Pada 2011 ada kerjasama antara Seoul National University (Korea Selatan), Konsorsium Fakultas Kehutanan beberapa universitas di Indonesia (Foretika), dan Perum Perhutani untuk mengembangkan edukasi dan wisata berbasis lingkungan. Sejak 2012 beberapa Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan seperti PT Astra International Tbk, Grup Astra, dan Perusahaan Gas Negara (PGN) bergabung melakukan reboisasi.
Menurut Ahmad, Astra mengelola 100 hektare lahan reboisasi sama seperti PGN. “Astra juga mengembangkan plasma nutfah tanaman langka seperti buni keraton, kokosan, alkesah, dan bisbul di lahan 4 hektare,” kata pria asal Pandeglang, Provinsi Banten, itu. Pengelola menanam tanaman reboisasi dengan jarak tanam minimal 3 m x 3 m. Penggunaan pupuk kandang wajib sebelum penanaman.
Kini area reboisasi itu lebih terkenal sebagai lokasi wisata, pendidikan dan pelatihan. Masyarakat sudah menikmati buah sukun dan rambutan serta memanen getah pinus. Lebih lanjut Ahmad mengatakan beberapa sekolah di Jabodetabek kerap melakukan kegiatan Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS). Para mahasiswa asal Korea Selatan pun kerap berkunjung untuk melakukan kegiatan pelatihan dan penelitian saban 3 bulan.
Bermanfaat
Banyaknya kegiatan di Eco Edu Tourism Forest menuntut pengelola menyiapkan sarana dan prasarana pendukung. “Sejak 2015 kami membangun asrama, kantin, musala, 2 unit rumah singgah (guest house), pusat informasi, pos keamanan, aula terbuka, gudang dan toilet di lahan 1.192 m²,” kata Ahmad. Tarif menginap untuk pelajar Rp180.000 per orang, sedangkan masyarakat umum Rp220.000 per orang. Harga itu sudah termasuk 3 kali makan, 2 kali makanan ringan, dan tenda.
Omzet kegiatan wisata edukasi berbasis lingkungan itu tergolong tinggi yakni Rp250 juta pada 2017. Kini Ahmad dan tim fokus pada kegiatan hasil hutan nonkayu seperti getah dan wisata. Kehadiran Eco Edu Tourism Forest tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan. Menurut warga setempat, Kosasih, adanya wisata edukasi berbasis lingkungan bermanfaat dalam pembangunan daerah.
Ogel—sapaan akrab Kosasih—dan keluarga juga turut membantu kegiatan reboisasi. Ia pun senang ada CSR berbagai perusahaan yang menghijaukan daerahnya. Kehadiran wisatawan juga membangkitkan roda perekonomian karena beberapa warga membuka warung makan. Selain itu masyarakat juga dapat memanen buah-buahan dan getah pinus dengan sistem bagi hasil. Ogel berharap kehadiran Eco Edu Tourism Forest makin memajukan warga setempat. (Muhamad Fajar Ramadhan)