Trubus.id — Pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar dapat menjadi alternatif untuk mengurangi angka impor solar Indonesia. Mengingat, Indonesia kaya keanekaragaman hayati sehingga tanaman sumber biodiesel melimpah.
Setidaknya terdapat 60-an tanaman potensial seperti jarak Jatropha curcas, randu Ceiba petandra, kayumanis Cinnamomum burmanni, dan rosela Hibiscus sabdariffa. Yang sudah diteliti dan diterapkan sebagai bahan bakar adalah jarak dan kelapa sawit.
Sayangnya, kelapa sawit tak terlalu diandalkan lantaran selama ini juga dibutuhkan industri pangan dan membeku pada suhu 16°C.
Minyak jarak pagar alias jarak kosta Jatropha curcas dianggap sebagai alternatif paling potensial. Hal ini karena kadar minyak purging nut itu relatif tinggi, 30% per kg biji kering dan tak berkompetisi dengan pangan. Minyak jarak baru membeku pada suhu 3°C.
Minyak jarak diperoleh dengan pengepresan lalu diesterifikasi. Caranya dengan mencampurkan 40% metanol dan 1% katalis dari total volume minyak jarak. Pada suhu 60°C pencampuran itu akan membentuk 2 lapisan. Pertama, gliserin di bagian bawah. Kedua, minyak di bagian atas. Minyak itulah yang siap masuk ke tangki.
Esterifikasi diperlukan agar viskositas minyak jarak mirip solar sekaligus membuang free fatty acid dalam minyak jarak. Saat esterifikasi, free fatty acid berubah menjadi gliserin yang tak kalah pentingnya bagi industri farmasi, sabun, dan kosmetik.
Namun, jika tak dibuang, ia mempercepat korosif mesin. Penggunaan minyak jarak 100% atau dicampur solar jauh lebih baik daripada pemakaian solar secara tunggal. Emisi asap hitam berkurang, bau tak menyengat, dan akselerasi mobil lebih baik.