Friday, October 11, 2024

Roesmana Andi Winata : Juragan Puyuh dari Subang

Rekomendasi
- Advertisement -

Trubus.id— Produsen daily old quail (doq) di Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Subang, Jawa Barat, Roesmana Andi Winata, rutin memasok sebanyak 20.000 bibit puyuh petelur siap produksi (umur 30 hari) dan 10.000 daily old quail (doq) (umur 0—5 hari) saban bulan.

Tujuannya memasok ke pengepul dan toko ternak di Kabupaten Subang, dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Jika rata-rata harga puyuh siap produksi Rp8.000 per ekor dan doq Rp3.000 per ekor maka omzet pemuda 27 tahun dari hasil perniagaan puyuh itu Rp190 juta per bulan.

Menurut Roesmana, konsumennya terutama pengepul bibit puyuh, toko ternak, dan peternak puyuh. “Pembeli rutin terutama toko dan pengepul, permintaan selalu ada tiap bulan,” katanya.

Menurut peternak puyuh sejak 2012 itu, lebih memilih menjadi produsen bibit dibandingkan dengan sekadar memproduksi telur konsumsi. Pasalnya memproduksi bibit relatif lebih hemat tempat dibandingkan dengan memproduksi telur.

“Kalau dilihat dari omzet, memlihara 550 betina indukan setara dengan 7.000 ekor puyuh petelur,” katanya. Meskipun demikian, menjadi produsen puyuh tidak semudah membalikan telapak tangan.

Perlu proses antara lain belajar memahami persilangan, manajemen agar produksi kontinu, dan tahu kualitas indukan. “Proses hingga konsisten produksi doq setidaknya butuh 2 tahun,” katanya. Pasalnya persilangan tepat memudahkan produsen memilah jenis kelamin dengan kriteria warna.

Indukan (parent stock) betina berbulu cokelat dan indukan jantan berbulu hitam. Hasil anakannya (final stock) sudah mengikuti pola indukannya dengan persentase jantan betina 50:50. Roesmana mencontohkan, dari 550 betina indukan setiap hari bisa menghasilkan rata-rata 500 telur. Jika daya tetas 80% maka akan ada 400 doq.

Dari populasi itu bisa dipastikan masing-masing 200 ekor jantan dan betina. Cirinya jantan berbulu hitam dan betina berbulu cokelat seperti indukannya. “Daya tetas paling bagus hingga 90% indukan kurang dari 8 bulan, lewat dari itu 70—80% , sementara indukan lebih dari 18 bulan daya tetasnya kurang dari 60% dan sudah layak apkir,” katanya.

Namun, menurut pengalaman Roesmana, telur dari indukan berumur lebih dari 11 bulan sudah tidak layak untuk ditetaskan atau produksi doq. “Lebih dari 11 bulan bisa untuk telur konsumsi,” katanya.

Lantas bagaimana dengan doq jantan? Menurut Roesmana, anakan jantan puyuh pun masih laku dijual sebagai pakan. “Kebetulan ada permintaan dari komunitas pencinta hewan predator, lokasinya tersebar antara lain di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat,” kata ayah 1 orang anak itu.

Jantan remaja 10—20 hari laku dijual Rp3.000 per ekor. Tentu itu menjadi pundi-pundi rupiah tambahan bagi Roesmana. Menurut Roesmana, bisnisnya tidak ujug-ujug besar. Pasalnya, saat 2012 Roesmana yang baru lulus dari SMA tertarik mempraktekan budidaya puyuh. Inspirasinya dari 3 buku panduan budidaya puyuh yang ia beli di toko buku di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Segera Roesmana membeli 500 indukan puyuh untuk diternak. “Kala itu beli asalan bibit puyuh umur 20 hari masih dari Kabupaten Subang, Jawa Barat, campur jantan dan betina,” katanya.

Dalam prosesnya tentu beragam kendala pernah ia hadapi, antara lain terserang wabah karena mengolah sendiri puyuh apkir. “Sajak saat itu saya enggan mengolah sendiri puyuh apkir, lebih memilih menjual agar mengolah puyuh apkir jauh dari kandang produksi,” katanya.

Pengalaman lain anus puyuh dobol sehingga tidak bisa berproduksi. Usut punya usut karena memberikan pakan dengan protein terlalu tinggi (lebih dari 33%). “Kala itu puyuh umur 37 hari sudah bertelur, padahal lazimnya 45 hari sehingga organnya belum siap,” katanya.

Pakan ideal puyuh kandungan protein 21—30%. Lantas bagaimana jika terlalu rendah? Pengalaman Roesmana, pertumbuhan dominan puyuh akan lari ke bulu dan produksi telur akan terhambat.

 Menurut Roesmana, bisnis puyuh banyak segmennya, antara lain pembibitan, produksi telur, pedaging, dan sarana pendukung seperti kandang hingga wadah makan dan minum. Roesmana lebih memilih fokus pada pembibitan dan memproduksi kandang. “Seiring jam terbang akan terbentuk, bidang mana yang lebih cocok dengan kita,” katanya.

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

Padat Tebar Vannamei Meningkat Lebih Dari Tiga Kali Lipat, Rahasianya Teknologi Ultrafine Bubble (UFB)

Trubus.id—Penggunaan teknologi modern dapat meningkatkan padat tebar udang vannamei. Di tangan tim peneliti ultrafine bubble (UFB) Nano Center Indonesia,...
- Advertisement -
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img