Pilih bahan bangunan untuk menghemat biaya pembuatan rumah walet.
Salah satu komponen termahal dalam budidaya walet adalah bangunan rumah walet. Tingginya biaya membangun rumah walet terasa semakin berat ketika harga jual sarang yang akhir-akhir ini anjlok, hanya Rp3,5-juta—Rp4,5-juta per kg di tingkat petani. Bila ingin membuat rumah walet peternak harus berinovasi agar tetap memperoleh keuntungan maksimum. Caranya dengan penggunaan bahan material yang hemat biaya.
Konsultan walet di Kalideres, Jakarta Barat, Philip Yamin, menuturkan bahwa biaya pembangunan rumah walet mencapai Rp-2,5-juta per meter persegi. Itu untuk bahan bangunan asal beton. Luasan minimal rumah walet berukuran 4 m x 8 m. Itu artinya peternak harus mengeluarkan dana sekitar Rp80-juta untuk bangunan walet berukuran 32 m² saja.
Dengan penghematan bahan material, biaya yang diperlukan kurang dari Rp1,5-juta per meter persegi. Bangunan itu menggunakan bata seperempat dengan tiang cor yang tahan hingga lebih dari 20 tahun. Dengan luas 32 m2 peternak cukup mengeluarkan Rp48-juta. Artinya peternak mampu berhemat hingga hampir separuhnya.
Pilih material
Philip menjelaskan, peternak dapat menghemat melalui pemilihan bahan material dan pengaturan luasan bangunan walet. Untuk bahan material yang murah, peternak dapat menggunakan kayu. Itu banyak dilakukan peternak walet di Kalimantan dan Sumatera. Karena ketersediaan kayu di sana melimpah mereka memanfaatkannya untuk membangun rumah walet. “Apabila ketersediaan kayu terbatas, peternak bisa menggunakan batu bata,” ujar konsultan yang memulai kariernya sejak berumur 19 tahun itu. Agar lebih hemat, pemasangan batu bata bisa setengah atau seperempat dengan posisi berdiri.
Untuk kualitas yang lebih baik, gunakan papan semen serat kaca. Ketebalan papan semen serat kaca yang digunakan bisa 4 mm atau 6 mm. Alternatif lain, bisa menggunakan tripleks. Namun, Philip tidak menyarankan penggunaan tripleks sebagai bangunan walet. Sebab, “Tripleks tidak kuat jika terkena air,” ujarnya. Bandingkan dengan penggunaan papan semen serat kaca yang tahan air, konstruksi ringan dan proses pemasangannya menghemat tenaga kerja.
Sebagai sekat, Philip menyarankan penggunaan kain. Umumnya peternak menggunakan bahan padat seperti papan atau tripleks. Pemilihan kain sebaiknya berwarna gelap. Sebab, “Walet cenderung menyukai tempat redup dan gelap,” ujar Arief Budiman, pakar walet di Kendal, Jawa Tengah. Secara ekonomis, kain lebih murah dibanding tripleks. Untuk kain tebal dengan kualitas bagus Rp30.000 per meter. Sementara tripleks Rp179.000 per lembar.
Selain itu, kain juga bisa langsung dipakai, sedangkan tripleks harus dikeringanginkan dahulu agar bau khas kayu hilang. Itu karena si liur emas tidak menyukai kayu baru karena masih berbau khas. Penghematan juga dapat dilakukan dengan penggunaan lahan minimalis. Philip menjelaskan, luas minimal untuk bangunan walet 4 m x 8 m. Menurut Arief Budiman, rumah walet minimalis berukuran lebih kecil atau jauh di bawah ukuran standar. Rata-rata rumah walet berukuran di atas 80 m². Ketinggian bangunan pun hanya 2—3 lantai. Selain itu ruangan di dalamnya juga tidak banyak membutuhkan sekat.
Dua ruang
Dari luasan 4 m x 8 m itu setidaknya terdapat 2 ruang dengan fungsi berbeda. Ruang pertama sebagai ruang putar berfungsi sebagai tempat terbang alias berputar walet sebelum masuk ke ruang sarang. Sementara ruang kedua ruang sarang. Fungsinya tempat untuk bersarang walet. “Pembuatan bangunan bisa bertingkat atau sejajar,” ujar konsultan berumur 31 tahun itu.
Jika bangunan dibuat bertingkat, lantai atas untuk ruang putar dan lantai bawah sebagai ruang sarang. Agar produktif, Arief menyarankan rumah walet minimalis sebaiknya didesain khusus. Ukuran lubang masuk, misalnya, 40 cm x 60 cm. Bandingkan lubang masuk pada rumah walet besar biasanya berukuran 80 cm x 100 cm. Sementara Philip menganjurkan lubang masuk cukup berukuran 30 cm x 40 cm. Jumlah lubang masuk juga cukup satu.
Jika lokasi rumah ada di lintasan walet, lubang diletakkan ke arah burung terbang pulang. Apabila bangunan terletak di area walet mencari pakan, lubang masuk bebas diarahkan ke mana saja. Yang terpenting kondisi rumah aman dan nyaman bagi walet. Kelembapan sebaiknya diatur di atas 75% dengan pencahayaan yang sedikit.
Secara teoritis, dengan luasan 32 m2 bila terdapat lebih dari 2.000 sarang, maka peternak dapat memperoleh 4—5 kg sarang walet setiap panen. Namun, itu tidak menjadi patokan. Sebab, memaksimalkan produksi sarang sesuai kapasitas cukup sulit. “Walet tergolong burung liar sehingga sulit diatur,” ujar Philip. Di ruangan satu belum terisi penuh sudah pindah ke ruangan lain. Atau mereka bergerombol di satu tempat tidak menyebar merata.
Kondisi makro dan mikro juga mempengaruhi produksi sarang walet. Kondisi makro meliputi lokasi rumah walet dan ketersediaan pakan. Sementara kondisi mikro meliputi kelembapan, cahaya, suhu, dan suara di dalam rumah walet. Menurut Harry K Nugroho, praktikus walet di Kelapagading, Jakarta Utara, banyak faktor yang menyebabkan rumah walet cepat berproduksi. Salah satunya bangunan itu nyaman ditinggali walet. “Suhu dan kelembapannya sesuai dengan walet,” ujar Harry.
Menurut Philip sebaiknya pembuatan rumah walet minimalis harus memperhatikan lingkungan sekitar. Jika lingkungan sekitar padat dengan rumah walet yang berukuran lebih tinggi dan luas, maka kecil kemungkinan walet mau singgah di tempat yang ukurannya lebih kecil. Bangunan minim cocok digunakan untuk daerah baru dengan kepadatan rumah walet rendah.
Jika di daerah sentral rumah minimalis bakal kalah persaingan dengan bangunan walet yang berukuran lebih besar. Cara lain menghemat bangunan walet dengan menggabungkan rumah walet dengan tempat tinggal. “Lantai satu sebagai tempat tinggal, sedangkan lantai dua digunakan sebagai rumah walet,” ujar ayah satu anak itu. (Desi Sayyidati Rahimah)
Rumah Murah