Populasi rumah walet di Kabupaten Rokanhulu, Provinsi Riau, tergolong tinggi. Bahkan, antarrumah menempel satu sama lain.
Pemandangan itu tampak di Kecamatan Tambusai Utara, Kabupaten Rokanhulu, Provinsi Riau. Di kecamatan yang ditempuh 6 jam perjalanan darat dari Pekanbaru itu puluhan rumah walet tampak saling bertaut dinding. Salah satu rumah walet itu berupa sebuah bangunan berlantai tiga. Lantai dasar bangunan itu digunakan untuk usaha pencucian mobil. Sementara lantai dua dan tiga menjadi hunian burung walet Collocalia fucifaga.
Sang tetangga pun turut memanfaatkan lantai dua rumahnya sebagai rumah walet. Bangunan lantai dasar ia manfaatkan sebagai toko kelontong. Sekilas rumah walet di lantai 2 rumah itu menyerupai rumah tinggal lantaran kehadiran 3 kaca jendela di bagian depan. Namun, di bagian belakang bangunan tampak rumah monyet yang menjadi tanda pemanfaatan bangunan sebagai sarang walet.
Beragam
Rumah walet di tanah kelahiran pahlawan nasional, Tuanku Tambusai, itu tidak hanya saling berimpitan. Ada pula rumah walet yang dibangun saling membelakangi. Contohnya sebuah bangunan berlantai 2, lantai dasar menjadi toko penjualan sepeda motor. Di bagian belakang bangunan itu juga berdiri bangunan 2 lantai yang juga dimanfaatkan sebagai rumah walet. Ada lagi rumah walet yang dibangun hanya berjarak beberapa meter.
Beberapa bangunan bahkan semula diperuntukkan sebagai rumah tinggal. Namun, bangunan itu kemudian beralih fungsi menjadi rumah walet. Saat perjalanan berlanjut menuju Pasirpengaraian, ibukota Kabupaten Rokanhulu, juga menjumpai pemandangan serupa. Di Jalan Diponegoro, salah satu jalan utama di kabupaten berjuluk Negeri Seribu Suluk (aliran tarekat, red) itu gedung walet berjajar di kanan-kiri jalan menjadi pemandangan lazim. Gedung walet yang terletak di bagian atas berpadu dengan kesibukan perdagangan di lantai dasar.
Karena dimanfaatkan sebagai aktivitas perniagaan, para pemilik gedung tidak membunyikan tweeter dengan volume kencang. Jika berdiri di salah satu bangunan toko yang lantai atasnya rumah walet, suara tweeter hanya lamat-lamat terdengar. Kondisi serupa dijumpai di rumah walet lain. Mafhum, suara yang terlampau kencang dikhawatirkan mengganggu aktivitas ekonomi yang berlangsung di lantai dasar gedung.
Variasi ukuran rumah monyet—bangunan untuk memancing walet masuk ke dalam rumah—juga menjadi pemandangan unik. Di salah satu rumah walet, tampak rumah monyet yang tingginya setara bangunan 2 lantai. Rumah monyet itu berdiri di ujung bangunan. Tingginya yang menjulang terlihat menyerupai menara dan seperti menempel pada lantai yang difungsikan sebagai rumah walet.
Rumah walet lain membangun rumah monyet yang tingginya hingga tiga per empat bagian dari lantai teratas. Ada pula yang membangun rumah monyet jumbo yakni berukuran 5 m x 6 m untuk bangunan berukuran 10 m x 20 m. Namun, ada pula salah satu bangunan yang tidak memiliki rumah monyet di bagian atas rumah. Hanya pintu masuk berukuran 80 cm x 50 cm sebagai tempat hilir mudik walet masuk ke dalam gedung.
Keramaian
Menurut Paruddin, warga Tambusai Utara, maraknya pembangunan rumah walet di Rokanhulu berlangsung sejak 5 tahun silam. Warga yang umumnya berkebun kelapa sawit mencoba melakukan diversifikasi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Riau 2013, luas lahan sawit di Kabupaten Rokanhulu menempati posisi pertama, yakni mencapai 423.545 ha.
Jumlah itu lebih unggul dibanding Kabupaten Kampar yang menempati posisi kedua dengan luas 387.263 ha serta Kabupaten Pelalawan (posisi ketiga, 306.145 ha). Kebun kelapa sawit yang menghampar menjadi sumber pakan yang berlimpah bagi rumah walet yang menjamur. Pemanfaatan bangunan dengan rumah walet di bagian atas dan ruang usaha di bagian bawah merupakan fenomena lazim di Provinsi Riau.
Pemandangan serupa juga terdapat di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Rumah walet kebanyakan dibangun di pinggir jalan atau pusat keramaian seperti pasar. Kondisi itu sangat kontras dengan di Kalimantan Tengah. Rumah walet tampak di sepanjang perjalanan dari Palangkaraya menuju Kabupaten Pulangpisau, Provinsi Kalimantan Tengah. Gedung-gedung rumah walet terlihat berdiri sendiri dan saling berjauhan.
Menurut Paruddin pembangunan gedung walet di bagian atas toko atau rumah untuk menjamin keamanan serta perawatan rumah walet. “Jika jauh dari rumah atau jalan, takut digondol maling,” kata Paruddin. Harap mafhum keramaian akibat lalu-lalang kendaraan dan aktivitas ekonomi seperti pasar kerap kali hanya dijumpai di kota kecamatan. Di luar wilayah itu kondisi lingkungan tergolong sepi.
Meski rumah walet terlihat padat, mereka tak resah bakal saling berebut untuk memikat si liur emas. “Soal rezeki sudah ada yang mengatur,” ujar Paruddin. Pantas saja bila cericit walet begitu akrab di Negeri Seribu Suluk. (Faiz Yajri, kontributor Trubus)