Trubus.id—Kondisi tanah dan lingkungan merupakan faktor penting dalam perkebunan kelapa sawit. Monitoring lahan salah satu upaya dalam meningkatkatkan produktivitas kelapa sawit.
Smart Agriculture Research, Universitas Gadjah Mada (UGM), mengembangkan sensor untuk mengamati kadar lengas tanah dan dinamikanya di lahan sawit.
“Perangkat itu untuk mengetahui lengas tanah di kebun sawit dan dinamikanya, sehingga dapat menentukan manajemen yang bisa diterapkan untuk penanganan lengas itu,” ujar Biosystems Engineer Smart Agriculture Research UGM, Ardan Wiratmoko, S.T.P., M.Sc.
Ardan menuturkan lengas tanah merupakan kadar air yang ada di dalam tanah. Setiap tanaman membutuhkan presentase air yang tepat. Sehingga memerlukan perancangan Soil Moisture Content (SMC) monitoring system yang sesuai untuk mengamati kadar lengas tanah di kebun sawit itu.
“Cara kerjanya jadi kita menancapkan sensor di tanah dengan kedalaman tertentu. Biasanya mengikuti dengan perakaran tanaman. Misalnya tanaman padi sekiar 10 cm dan di kelapa sawit kemarin di kedalaman 25 cm. Dari situ kita dapat mengamati kadar air yang digunakan untuk tanaman berproduksi. Bagaimana dinamika dan kebutuhan airnya kita bisa mengamati,” ujar dosen di Fakultas Teknologi Pertanian, UGM itu.
Lebih lanjut ia menuturkan sensor itu salah satunya telah diterapkan pada perkebunan sawit di Kalimantan Tengah yakni pada tiga kondisi tanah.
Pertama tanah organik atau tanah sudah subur, kedua tanah spodosol atau tanah berpasir yang belum dilakukan manajemen sama sekali, dan ketiga di tanah spodosol yang sudah dimanajemen atau sudah dipecah hardpan serta sudah dilakukan pengolahan tanahnya.
“Dari ketiga tersebut ada tiga blok, total sekitar luasan 100 hektare (ha). Soalnya alat ini tidak bergantung pada luasannya tapi pada jenis tanah. Lahan yang telah dipasang bisa meningkatkan produksi sawit 10—15% produktivitas,” ujar Ardan.
Menurut Ardan kebutuhan air pada kebun sawit menjadi hal penting. Perlu mengantisipasi bahwa tanaman tidak kekurangan air, sehingga produktivitasnya bisa meningkat setiap tahun. Ia menuturkan sensor lengas tanah itu memiliki presentase akurasi error pada 1%.
Tidak hanya di kebun sawit, Ardan dan tim tengah mengembangkan penerapan sensor lengas itu pada komoditas hortikultura seperti cabai di Desa Karangrena, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, Provinsi Jawa Tengah yang bekerja sama dengan suatu perusahaan.
“Untuk mengontrol lengas tanah di tanaman cabai khususnya. Melihat kondisi tanah seperti apa, kemudian kita pasang sensor di kedalaman tertentu. Kita memastikan di kedalaman tersebut bisa dimanfaatkan untuk tanaman cabai,” tambah Ardan.
Sistem sensor itu terhubung pada sistem yang juga dikembangkan Smart Agriculture Researh Center di bawah Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada.
“Jadi kita mengembangkan teknologi Internet of Things penerapan di beberapa tempat. Kemudian kita melakukan implementasi teknologi. Tidak hanya menerapkan saja tapi kita juga mengajarkan masyarakat cara menggunakan teknologi,” ujar Ardan.
Ia dan tim berharap masyarakat bisa terbantu dengan teknologi itu. Ardan menuturkan inovasi dan teknologi di pertanian khususnya tidak hanya menekankan pada produktivitas saja, tapi juga harus memerhatikan keberlanjutan pertanian.
“Dengan penerapan teknologi ini kita harap bisa menerapkan pertanian presisi, penerapan pertanian berkelanjutan, dan meminimalisir kerusakan lingkungan,” pungkas Ardan.