Sukulen berjuluk si punuk molek sukses berbuah lebat.
Enam pot Cyphostemma uter var. macropus milik Sugita Wijaya itu tampak elok. Helaian daunnya hijau sehat, tanda tanaman cukup asupan nutrisi. Dari rerimbunan daun muncul dompolan buah ranum berwarna merah. Jumlahnya mencapai 50 buah per tanaman. Buah yang sekilas mirip ceri itu bertahan hingga sebulan. “Ini penampilan cypshostemma terbaik,” kata Sugita.
Pehobi kaktus dan sukulen di Surabaya, Jawa Timur, itu kolektor cyphostemma sukses. Penampilan cyphostemma yang sedang berbuah paling ditunggu penggemarnya. Kuntum bunga berwarna hijau kekuningan muncul pada Mei 2015. Tiga pekan berselang berubah menjadi buah berwarna hijau dan ranum tiga pekan kemudian. Total jenderal, Sugita memiliki 10 pot Cyphostemma uter var. macropus. Empat pot lain pun turut berbuah, tetapi kurang lebat. Jumlah buah hanya 20 butir per tanaman. Meski berbuah sedikit penampilannya tetap istimewa.
Media
Sugita meletakkan tanaman yang berasal dari Angola itu di atas gentIng lantai tiga tanpa naungan. Artinya, sinar matahari langsung menerpa tanaman. Kondisi itu sesuai dengan karakter cyphostemma yang tumbuh di wilayah beriklim panas. Angin yang leluasa berembus dan kumpulan lebah mendorong si punuk—sebutan tanaman genus cyphostemma—molek itu berbuah lebat. “Keduanya membantu proses penyerbukan tanaman,” ujar Sugita.
Selain itu fluktuasi suhu yang mencolok diduga menjadi perangsang munculnya bunga. Hal itu sesuai dengan rata-rata iklim di Afrika yang panas pada siang hari dan dingin saat malam hari. Sebelumnya ia meletakkan Cyphostemma uter var. macropus itu pada rumah tanam beratap plastik ultraviolet di loteng rumah. Tujuannya supaya tanaman terlindung dari hujan yang menjadi momok tanaman sukulen. Namun, perlakuan itu malah menghambat penyerbukan sebab angin terhalang masuk.
Sugita menuturkan perawatan juga menjadi kunci penampilan sempurna tanaman anggota keluarga Vitaceae itu. Ia betul-betul memperhatikan karakteristik klangenannya itu. Sebut saja pemilihan media. Penyuka kuliner itu memilih media tanam campuran batu apung atau pumice, tanah subur, dan pasir malang. “Komposisi itu paling tepat sebab tidak menyimpan panas terlalu lama,” ujar alumnus Universitas Kristen Petra itu.
Semula Sugita menggunakan pasir malang sebagai media tunggal. Pasir malang kerap digunakan oleh para pehobi sukulen sebab bersifat porous dan cepat membebaskan air. Namun, pengalaman Sugita justru berbeda. “Cyphostemma kurang cocok bila ditanam dengan pasir malang saja,” ujarnya. Ia menuturkan media tanam yang berasal dari gunung berapi itu terlalu lama menyimpan panas sehingga memicu busuk akar. Akibatnya, pertumbuhan tanaman terganggu dan terancam mati.
Sugita menyiram kerabat anggur itu setiap dua pekan. Penyiraman itu sekaligus pemberian pupuk majemuk sesuai dosis anjuran. “Perawatan cyphostemma tergolong mudah asal telaten,” ujarnya. Ketika berbuah waspadai kehadiran kumbang koksi yang hinggap di tangkai buah. Hewan mungil anggota keluarga Coccinellidae itu mengisap cairan tangkai sehingga pasokan makanan terputus. Akibatnya, buah gampang rontok.
Kedatangan walang sangit Leptocorisa acuta pun patut diwaspadai sebab merusak batang. Bekas gigitannya menimbulkan luka seperti bekas sundutan rokok. Sugita enggan menggunakan pestisida untuk menangkal serangan kedua hama itu lantaran khawatir buah jadi busuk. “Jika ada kepik datang cukup dipungut,” ujarnya.
Mahal
Setiap pehobi memiliki ramuan media berbeda menyesuaikan iklim setempat. Indra Susandi, pehobi di Bogor, Jawa Barat, juga memiliki Cyphostemma uter var. macropus yang sedang berbuah. Indra meletakkannya pada pot berisi campuran pasir malang, perlit, dan media tanam jadi. Ia menyimpan tanaman gurun itu di dalam greenhouse.
Cyphostemma uter var. macropus termasuk jenis sangat langka. Itu sebabnya pehobi mengincarnya untuk melengkapi koleksi meskipun harga tanaman sangat mahal. Harga tanaman berdiameter 15 cm saja mencapai belasan juta rupiah. Namun, itu tak menyurutkan minat pehobi. Bahkan, ada pula pehobi yang melirik biji cyophostemma untuk dirawat. Padahal, harganya pun cukup mahal.
Di pasaran dunia harga satu biji cyphostemma mencapai US$ 4—8 setara Rp48.000—Rp96.000. Ernst Specks, pemilik nurseri Exotica di Erkelenz, Jerman, menuturkan persentase perkecambahan Cyphostemma uter var. macropus sangat rendah yakni 10%. Artinya, dari 100 biji yang disemai hanya 10 biji yang mampu berkecambah. “Itu sebabnya, harga biji dibanderol tinggi,” ujarnya. (Andari Titisari)