Trubus.id—Budi daya ikan nila secara intensif membuat nila di kolam milik Rudi Handoko tumbuh optimal. Ia dapat memeroleh feed conversion ratio (FCR) nila rata-rata mencapai 1,3. Angka itu menunjukkan bahwa dengan pemberian 1,3 kg pakan setara dengan 1 kg daging.
Nilai itu lebih baik dibandingkan dengan FCR rata-rata ikan nila yang bernilai 1,5. Apa rahasianya? Ia memberi pakan sesuai waktu, nutrisi, dan fase ikan. Butuh waktu pemeliharaan 6 bulan untuk memanen Oreochromis niloticus itu.
Rudy memberikan pelet berbentuk tepung atau serbuk dengan kandungan protein 40% diberikan untuk fase larva. Ia pun membuat pelet menjadi pasta khusus untuk fase larva di kolam yang berlokasi di Desa Cogrek, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, itu.
Sementara protein pelet bernilai 28% untuk ikan berumur 2—4 bulan. Pemberian dengan menebar pelet ke kolam. Pertimbangan menggunakan protein yang lebih sedikit untuk pembesaran karena masa pertumbuhan ikan mulai dari 1—2 bulan.
“Pada umur itu pertumbuhan ikan lebih pesat,” ucap Rudi.
Pemberian 5—7 kali sehari atau setiap 2 jam untuk fase larva. Adapun untuk ukuran pembesaran, pemberian pakan 2 kali sehari setiap pagi dan sore pada pukul 08.00 dan 15.00.
Rudy rutin melakukan sampling biomassa ikan saban bulan untuk mengetahui kebutuhan pakan tiap fase pertumbuhan. Misal nila berumur 1 bulan, pakan yang diberikan sebanyak 5 kg untuk padat tebar 2.300 ekor/kolam atau 70 ekor per kubik dengan ukuran kolam 7 m x 3 m dan kedalaman air kolam 1,2 m.
Nilai sintasan atau survival rate (SR) mencapai 80% yang berarti nilai kelangsungan hidup ikan mencapai 80% hingga siap panen. Rudy mengembangkan nila konsumsi dengan sistem bioflok sejak 2015.
Ada 31 kolam dengan ukuran beragam antara 7 m x 3 m hingga 7 m x 13 m dengan kedalaman air 1,2 m. Padat tebar kolam itu mencapai 70—120 ekor per m3 .
Jumlah itu terbilang cukup padat. Bandingkan dengan padat tebar budidaya nila konvensional air tenang yang mencapai 5 ekor per m3 . Penggunaan probiotik dalam pakan juga memengaruhi FCR.