Trubus.id–Guru besar Fakultas Pertanian, IPB University Prof. Dr. Suryo Wiyono menciptakan teknologi mikroba intensif untuk budi daya cabai. Hasilnya produktivitas meningkat 27% dan biaya produksi menurun 15%.
Suryo menuturkan mikroba intensif untuk budi daya cabai adalah teknologi produksi cabai terutama untuk pengendalian hama dan penyakit. Dalam teknologi itu Suryo menggunakan enam mikroba dengan waktu dan teknik aplikasi yang berbeda, artinya tidak dicampur.
Mikroba itu terdiri dari Trichoderma harzianum, Pseudomonas fluorescens, dan Bacillus polymixa – PGPR, Lecanicillium lecanii, Cercospora nicotinae H5, dan Rhodotorula minuta.
“Cabai tanaman yang paling banyak hama dan penyakitnya sekitar 20 hama dan penyakit. Selain itu, terdapat penggunaan pestisida yang tinggi. Misalnya pada cabai keriting bisa 3 hari sekali atau 20–30 kali oer musim. Komponen biaya produksi bisa sampai 15%,” ujar Suryo.
Maka ia dan tim meramu suatu teknologi pengendalian berbagai hama dan penyakit dengan berbagai mikroba intensif itu. Keunggulan lain tanpa menggunakan pestisida sama sekali. Selain itu, memiliki keefektifan lebih tinggi dibanding cara konvensional.
“Misalnya mengurangi busuk batang 50% dan penyakit virus terkendali 30–50%. Selain itu, produktivitas meningkat 27%. Adapun biaya produksi menurun 15%,” ujar Suryo.
Pengujian penggunaan mikroba intensif budi daya cabai itu di enam lokasi pada 2023 yakni Gowa, Kediri, Bantul, Tegal, Garut, dan Pandeglang. “Teknologi ramah lingkungan, murah, dan teruji di enam lokasi,” kata Suryo pada wawancara IPB TV.
Aplikasi
Pengaplikasi mikroba intensif pada budi daya cabai itu terdiri dari 3 kelompok. Pertama pada perlakuan benih dan media tanam dengan menggunakan Trichoderma strain khusus. Perlakukan lain pada benih dengan dua bakteri, sehingga untuk persemaian.
Kelompok kedua yakni bakteri tadi dan Trichoderma diaplikasikan ke lubang tanam cabai di lahan. Ketiga penyemprotan tanaman cabai secara reguler sepekan sekali. Suryo menuturkan sasaran akhir teknologi ini yakni petani dan sasaran antara yakni pemegang kebijakan.
“Kami bekerja sama dengan Direktorat Perlindungan Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan) untuk mendorong menyebarluaskan teknologi ini ke seluruh petani cabai di Indonesia,” ujarnya.
Ia berharap teknologi ini dapat meningkatkan produktivitas cabai, menurunkan biaya produksi, dan menurunkan penggunaan pestisida. Suryo menuturkan untuk keberlanjutan perlu dukungan dari pemegang kebijakan khusunya pemerintah yakni Ditjen Hortikultura, pemerintah daerah, dan petani cabai.