Tim juri yang dikomandoi Konji Konishi memilih koi asal Sakai, Jepang, itu menjadi yang terbaik di kategori gosanke karena unggul di corak dan sisik putihnya bak susu. Sumi atau corak hitam koi sepanjang 64 cm juga istimewa. Menurut Konji, sumi showa sanshoku itu tampak bersinar. Penampilan yang menarik itu menjadi kunci utama merebut gelar juara.
Bila dilihat dari bentuk tubuh, taisho sanshoku atau sanke yang menjadi pesaing sama istimewa dengan sang jawara. Bahkan menurut Suwira, panitia penjurian, kepunyaan Ana Suriadinata dari Bandung, Jawa Barat, itu salah satu sanke terbaik yang ada di tanahair. ‘Jarang sanke sepanjang 63 cm yang punya shiroji (warna putih, red) bersih,’ ucap Suwira. Namun, gara-gara sumi sedikit dan mengumpul di salah satu tempat, ia harus puas menduduki posisi runner up GC.
Panas
Di kelas non-gosanke, penampilan hikarimono kepunyaan Haryanto P paling spektakuler. ‘Warna putih dari kepala sampai hidung bersih,’ kata Suwira. Penampilan koi jenis kojaku berumur 3 tahun itu makin memukau dengan pola hitam yang tersusun bak rantai dari punggung hingga pangkal ekor. Selain itu sisik metalik membuat tubuhnya seperti bercahaya. Itu semua membuat koi sepanjang 62 cm itu melenggang tanpa perlawanan berarti merebut piala GC B.
Di negeri asalnya, Jepang, kesempurnaan kojaku itu telah teruji. Rekam jejak pada Maret 2009 menunjukkan koi itu sukses menyabet predikat Sakura Prize pada All Japan Young Koi Show. ‘Itu gelar tertinggi untuk koi remaja di Jepang,’ ujar Haryanto.
Bila hikarimono melangkah mulus, tak demikian taisho sanshoku milik Sugiarto di Jakarta Timur. Koi itu harus bersaing ketat memperebutkan gelar junior young champion. Namun, bermodalkan warna hitam dan merah yang tebal serta ngejreng, sanke sepanjang 35 cm itu berhasil mendepak shiro dan showa. Pola keduanya kalah rapi dibanding sanke yang dinobatkan sebagai kampiun.
Panasnya persaingan pun terjadi pada pemilihan baby champion A. Shiro utsuri dan kohaku, keduanya kandidat kuat juara. Namun, dari hasil voting kelima juri sepakat menunjuk shiro utsuri milik Solo Baru Koi sebagai yang terbaik. Beralasan, shiro dibalut warna hitam pekat sehingga penampilannya kian mencolok. Keunggulan kohaku dengan paduan warna merah menyala dan putih bersih, seakan tenggelam.
Persaingan di kelas kohaku ukuran 50 – 60 cm pun demikian ketat. Bentuk tubuh ke-15 kontestan proporsional. Setiap kontestan memiliki sashi dan kiwa yang teratur, serta Begitupula shiroji, putih bak susu. Namun yang tampil sebagai juara adalah kohaku ukuran 60 cm milik Andrimansah dari Surabaya. Itu berkat, ‘Pola merah 3 tingkat-nya rapi,’ kata Suwira.
Berkualitas
Kemenangan kohaku itu memperkuat posisi Haryanto menjadi juara umum dengan total 14 piala dan 20.400 poin. Itu artinya Haryanto mendapat piala bergilir Asosiasi Pecinta Koi Indonesia (APKI) untuk yang kedua kalinya setelah di Mega Glodok Kemayoran, Jakarta Pusat, setahun lalu. Kontes yang menjadi agenda tahunan APKI itu juga memberikan penghargaan pada peserta yang membawa ikan terbanyak. Piala itu jatuh kepada Fei Koi dari Jakarta dengan jumlah ikan 81 ekor.
Dengan total 878 ikan dari 22 kota seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, Bandung, dan Makassar, kontes yang berlangsung pada 12 – 14 Juni 2009 itu berlangsung meriah. ‘Kualitas koi-koi yang turun gelanggang luar biasa,’ ujar Rudy Tamara, ketua panitia. Maklum, meski masih remaja hampir setiap kontestan memiliki warna yang matang. Hal itu diamini ke-5 juri yang setuju kualitas koi-koi yang tampil tak kalah dengan koi terbaik di Jepang. (Lastioro Anmi Tambunan)