Setiap hari, Asep Mardi Rinaldi memanen rata-rata 200 kg jamur tiram dari enam kumbung berkapasitas 110.000 baglog. Ia mengatur pola tanam agar panen berlangsung berkesinambungan.
Hasil panen dijual kepada pengepul dengan harga rata-rata Rp11.000 per kg. Dari situ, ia memperoleh omzet sekitar Rp2,2 juta per hari.
Saat panen raya, jumlah produksi meningkat hingga 3 kuintal per hari. Untuk memperkuat pasokan, Asep juga bermitra dengan tiga petani lain yang menyuplai rata-rata 150 kg jamur segar setiap hari.
Selain jamur segar, Asep memproduksi baby jamur yang dipanen 2–3 hari sejak bakal jamur atau pinhead muncul. Tudung jamur belum membuka sempurna sehingga bentuknya mungil dan khas.
Setiap hari, ia memasok hingga 3 kuintal baby jamur dengan harga sekitar Rp13.000 per kg. Dari produk ini saja, ia meraup omzet sekitar Rp3,9 juta per hari.
Namun, kesuksesan itu tak diraih tanpa hambatan. Pada 2020, Asep sempat merugi akibat serangan hama gurem atau tungau Ornithonyssus bursa pada 15.000 baglog.
Hama menyerang saat jamur berumur 21 hari. Asep mengantisipasinya menggunakan lem serangga untuk menekan populasi tungau.
Jenis tungau lain yang kerap menyerang adalah Tyrophagus putrescentiae dan Linopodes antennaepes. Kedua tungau berwarna hitam, berukuran kecil, dan biasa berkerumun di tunas jamur.
Serangan tungau menyebabkan pertumbuhan tubuh buah tidak normal. Akibatnya, jamur tidak laku dijual di pasaran.
Kini, Asep mampu menjaga produktivitas berkat pengalaman mengatasi kendala itu. Strategi budidaya yang terencana, diversifikasi produk, serta kemitraan dengan petani membuat usahanya semakin kokoh.