Ketika sebagian orang terlelap di balik selimut, Andi Nata justru mengecek kondisi ratusan dombanya. Ia terbiasa datang ke lokasi peternakan domba di Cinere, Kotamadya Depok, Jawa Barat, pada pukul 01.00. “Mengecek domba lapar atau kenyang saat malam,” kata pemuda 26 tahun yang kini mengelola 259 domba itu.
Populasi domba itu terbilang sedikit. Menjelang Idul Adha 2014, Andi mengelola hingga 400-an domba. Pemuda kelahiran 7 Januari 1989 itu menargetkan 1.200 domba dan 150 sapi menjelang Idul Qurban 2015 untuk melayani tingginya permintaan. Andi Nata memang tak mengandalkan sepenuhnya hasil perkembangbiakan domba—kini
mencapai 150 ekor—untuk meningkatkan populasi. Ia juga menggemukkan domba untuk memenuhi permintaan konsumen.
Cari juru masak
Bisnis pembesaran domba—juga sapi dan kambing—cenderung ramai pada bulan tertentu dan senyap di sebagian besar waktu lain. Dengan demikian praktis Andi—kini bermitra dengan dua investor yang menanamkan modal Rp250-juta—tak memiliki omzet bulanan. Itulah sebabnya ia memutuskan untuk menekuni bisnis akikah sejak pengujung 2009. Andi mengatakan kini permintaan akikah mencapai 250 ekor per bulan. Dalam kondisi sepi, minimal ia bisa mengolah 150 ekor sebulan.
Menurut Andi pada Januari, Juni, atau Desember bertepatan dengan musim libur sekolah, permintaan daging cenderung meningkat. Ketika itu banyak orang berpesta. Meski berlabel akikah, sejatinya Andi Nata bukan hanya melayani permintaan para orangtua yang baru melahirkan anaknya. Andi juga melayani permintaan daging domba atau kambing untuk pesta, pernikahan, atau jamuan lainnya.
Ia memimpin karyawannya mencari calon konsumen di berbagai wilayah di Jakarta dan sekitarnya seperti Grogol, Pondok Indah, Depok, dan Tangerang. Andi dan rekannya datang di lokasi-lokasi itu pada pukul 02.00—04.00 dinihari. Mereka menyiapkan kawat dan kertas berisi pesan menyediakan daging domba dan kambing untuk akikah. Di kertas itu juga terdapat nomor telepon yang bisa dihubungi calon konsumen. Andi menempel kertas-kertas itu di berbagai sarana seperti tiang listrik dan pohon.
Persaingan keras
Andi menggunakan kawat, bukan paku, agar tak merusak pohon. Pengusaha muda itu tak canggung menempelkan kertas. Padahal, ketika pertama kali “beroperasi” di Depok ia tetap menggunakan helm agar teman-temannya tak mengenalinya. Harap mafhum, Andi tinggal dan kuliah di Depok. Cara penempelan kertas itu tetap efektif menjaring konsumen.
Meski kini era internet, “Cara konvensional itu tak dapat ditinggalkan. Menempeli kertas di tiang listrik itu menyentuh. Orang datang, mencatat nomor telepon kita, kemudian telepon,” kata Andi yang kini memperluas usaha di bidang properti dan umroh itu. Sebelum menempelkan kertas Andi tetap meminta izin ke dinas pendapatan daerah. Selain itu Andi juga membuat spanduk dan mengumumkan usahanya di internet.
“Bisnis itu bukan perkara besar atau kecil, kita harus curi start di awal. Ketika orang sudah kenal kita akan lebih mudah memasarkan,” kata pemilik dan pengelola Raja Aqiqah itu. Andi mengatakan, persaingan bisnis domba untuk akikah sangat keras.
Sarjana Teknik alumnus Universitas Indonesia itu mengatakan, “Sering kali baru juga menempelkan kertas, di atas kertas kita sudah ada iklan akikah yang lain.” Di Kota Depok saja, Andi mencatat 21 usaha akikah. “Persaingan akikah yang paling berdarah-darah itu wilayah Depok,” kata Andi.
Kandang bersih
Andi menekuni usaha domba dan kambing karena kecelakaan ayahnya pada 2007. Ayahnya memerlukan dana besar untuk operasi. Sayang, Andi yang masih mahasiswa tak memiliki cukup uang untuk membantu ayahnya.
Kondisi itu mendorong Andi untuk berusaha. Masalah klise bagi calon wirausaha adalah modal. Andi juga menghadapi masalah serupa. Ia meminjam ke beberapa teman hingga terkumpul Rp8-juta untuk membeli domba. Ia akhirnya memutuskan untuk beternak karena dahulu di SMA guru-gurunya kerap kali mengajaknya ke peternakan domba setiap kali menjelang Idul Adha.
Andi memulai usahanya dengan beternak delapan domba yang terus beranak-pinak menjadi 20 ekor dalam setahun. Populasinya terus meningkat hingga 300-an ekor di Cirebon, Jawa Barat. Andi kemudian beralih beternak domba ke
Depok, Jawa Barat, pada 2009. Andi melibatkan tiga adiknya di peternakan dombanya. Ia menanmkan prinsip bahwa, “Beternak atau berjualan sebuah kemuliaan.”
Di lahan 3 ha kini Andi mengelola ratusan domba. Sebagian lahan untuk budidaya alfalfa, rumput gajah, dan pisang—semuanya menjadi bahan pakan domba. Menurut Andi salah satu kunci keberhasilan beternak domba adalah menjaga kesehatan dan kebersihan. Itulah sebabnya setiap 3 hari para karyawan membersihkan kandang dan
memandikan domba. (Sardi Duryatmo)