Riset membuktikan madu Trigona itama terbukti lebih unggul.
Itulah pengalaman Papa Effendy yang terserang stroke pada 2010. Ia menjalani rawat inap di rumahsakit selama 10 hari. Kehidupan Effendy berubah. Banyak hal yang semula mampu ia lakukan sendiri, kini memerlukan bantuan. Dengan bantuan keluarga tercinta, perlahan-lahan pria 71 tahun itu pun pulih. Yang tersisa adalah rasa kesemutan yang sering muncul di tubuh bagian kiri—yang sempat terganggu pascastroke.
Ia menganggap kesemutan sebagai kenang-kenangan yang mesti ia terima seumur hidup. Selain kesemutan, Effendy merasa staminanya menurun. Pada Agustus 2014, seorang anaknya menganjurkan konsumsi madu Heterogona itama. Pria yang ketika muda mengarungi berbagai samudera itu mengonsumsi 2 kapsul nektar dan 2 sendok makan madu pada pagi hari. Pada Februari 2015, ia tiba-tiba menyadari bahwa gangguan kesemutan sirna.
Asam galat
Pengalaman Effendy sejalan dengan hasil riset Siok Peng Kek dari Universiti Putra Malaysia (UPM) dan rekan dari Universiti Teknology Malaysia (UTM). Siok membuktikan bahwa kandungan antioksidan madu Trigona sp lebih tinggi. Ia membandingkan madu Trigona spp, lebah gula Apis cerana, lebah madu Apis mellifera, dan lebah hutan Apis dorsata. Trigona dan lebah gula mengambil madu dan putik dari tanaman akasia Acacia mangium.
Siok memperoleh madu Trigona dari pembudidaya lokal di negara bagian Perak, madu lebah gula (Sabah). lebah madu (Johor), sedangkan lebah hutan mengumpulkan madu dari pohon menggeris alias tualang Koompassia excelsa dan kayuputih Melaleuca cajuputi di negara bagian Kedah dan Terengganu—semua di Malaysia. Para pembudidaya binaan Siok mengumpulkan madu itu pada Januari 2013—Maret 2014 dalam musim berbeda untuk memperoleh hasil bervariasi.
Ia menambahkan air suling pada 1 g madu dari semua sampel sampai volumenya 20 ml. Kemudian Siok mengambil 1 ml larutan madu itu lalu mencampur dengan 5 ml pereaksi khusus. Selang 5 menit, ia menambahkan 4 ml larutan sodium karbonat. Periset itu lantas mengukur kadar fenolik dengan acuan baku air suling dan asam galat. Asam galat menjadi acuan baku lantaran tergolong fenolik yang bersifat antioksidan kuat.
Selain itu susunannya sederhana dan mudah dibuat massal oleh industri. Asam organik itu juga berlimpah di alam dan terdapat dalam berbagai jenis tanaman. Salah satu turunan asam galat adalah EGCG alias epigalo katekin galat, bahan antioksidan dalam daun teh Camellia sinensis. Hasil pengukuran itu dinyatakan dalam satuan ekivalen asam galat (EAG). Semakin tinggi angkanya, kandungan fenolik pun semakin banyak.
Antibakteri
Manfaat fenolik bagi kesehatan antara lain antioksidan, antibakteri, dan antiinflamasi. Pengukuran secara spektrofotometri menyatakan kandungan fenolik madu Trigona lebih tinggi ketimbang madu lebah hutan (lihat: Kadar fenolik). Riset Assegid Garedew dan rekan dari Universitas Berlin, Jerman, juga membuktikan bahwa madu Trigona lebih baik ketimbang madu Apis sp.
Assegid membandingkan dua sampel madu Trigona asal Ethiopia dan satu sampel madu Apis sp dari koloni lebah madu percontohan di kompleks Universitas Berlin. Ia mengukur daya hambat madu-madu itu terhadap perbanyakan mikrob jenis bakteri dan cendawan. Ia memanfaatkan 4 spesies bakteri gram positif, yaitu Bacillus brevis, B. megaterium, B. subtilis, dan Micrococcus luteus.
Periset itu juga memanfaatkan bakteri gram negatif–Escherichia coli dan Pseudomonas syringae—serta cendawan (Aspergillus niger, Penicillium chrysogenum, kapang Saccharomyces cerevisiae, dan Trichoderma viridae). Kapang dan Trichoderma tergolong mikrob menguntungkan yang kerap dimanfaatkan manusia, ada juga yang merugikan kesehatan seperti E. coli dan B. subtilis.
Assegid mengulturkan mikrob-mikrob itu dalam cawan plastik berdiameter 85 mm. Ia menambahkan air suling terhadap ketiga sampel madu untuk menghasilkan konsentrasi kepekatan berbeda-beda. Tingkat kepekatan madu itu 100% (1:1), 50% (1:5), 10% (1:10), 5% (1:20), 2% (1:50), dan 1% (1:100). Untuk mengukur aktivitas antimikrob, Assegid merendam kultur mikrob dalam madu 50%.
Setelah inkubasi 6—8 jam, ia mengukur pertumbuhan mikrob. Hasilnya, madu Trigona dengan persentase lebih sedikit mampu menghambat perbanyakan beberapa jenis mikrob (lihat: Antimikrob). Sayang, baik madu Trigona maupun Apis tidak menghambat mikrob jenis cendawan. Dalam pembahasan, Assegid menyatakan bahwa madu memang tidak memiliki zat anticendawan.
Sementara aktivitas antibakteri tergantung jenis bakteri yang diuji. Bakteri B. brevis terhambat karena tidak cocok hidup di lingkungan berkadar gula tinggi. Sementara bakteri lain tidak tahan dengan hidrogen peroksida, fenolik, maupun keasaman madu. Menurut ahli Biologi alumnus Birmingham University, Gregorius Garnadi Hambali, madu kelulut atau lanceng berkhasiat karena asam.
Meskipun demikian, Trigona sp sulit memproduksi madu secara massal seperti Apis karena ukuran kecil, daya jelajah sempit, dan sifat bawaan mereka yang lebih banyak membuat propolis ketimbang madu. “Mereka tidak punya sengat sehingga membuat sarang sekuat benteng dengan propolis,” tutur Gregori. Khasiat madu Trigona telah dibuktikan oleh Effendy. Kini tinggal menunggu pembuktian khasiat madu asam itu untuk penyakit lain. (Argohartono Arie Raharjo/Peliput: Imam Wiguna)