Trubus.id— Lahan milik Sandy Jacop, S.T., hanya berukuran 7 m × 15 m. Namun, pehobi di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, itu mengoleksi ribuan anggrek. Papan 1 m² saja mampu menampung 100 tanaman anggota famili Orchidaceae itu.
Harap mafhum, ukuran anggrek itu mini dan ia meletakkannya di papan (orchid wall). Selain praktis karena dapat menghuni tempat yang minimalis, anggrek mini itu juga amat elok. Lihat saja Taeniophyllum biocellatum milik Sandy yang bersosok unik.
T. biocellatum memiliki bentangan akar seperti pita sepanjang 20 cm. Sosok mungil itu berbunga putih dan harum meski harus mendekatkan hidung ke bunga yang berukuran sekitar 5 mm.
Polinia anggrek itu berwarna merah marun. Polinia merupakan benang sari yang memiliki tangkai sangat pendek dengan dua kepala sari berbentuk cakram kecil. T. biocellatum berbunga 2—3 kuntum dengan frekuensi 3 kali setiap bulan yang mekar bergantian.
Setelah mekar bunga bertahan sehari. Saat itulah penampilan T. biocellatum amat elok meski tanpa daun. Tanaman kerabat vanili itu hidup menumpang pada tanaman lain. Namun, ia tak mengambil makanan dari pohon inang. Musababnya akar memiliki zat hijau daun untuk berfotosintesis.
“Tanaman bak mati tanpa daun,” tutur Sandy.
Pantas saja masyarakat menyebutnya anggrek hantu. Menurut Sandy T.biocellatum resisten pada media kering dengan kelembapan 40%. Sandy mendapatkan anggrek berakar seperti pita itu dari seorang rekan di Jawa Timur pada 2019.
Anggrek mini lain koleksi Sandy yakni Taeniophyllum hasseltii. Batang tanaman memanjang 10—15 cm. “Akar melebar, memipih, dan lebih gemuk daripada jenis anggrek mini Phalaenopsis,” kata pemilik nurseri Planterum itu. Petal dan sepal bunga berwarna kuning transparan. Di bagian labelum terdapat dua bintik merah muda.
Sementara polinia berwarna merah marun. Diameter bunga hanya 2—5 mm. Sekali mekar 2—3 kuntum secara bergantian. Rata-rata hanya tahan seharian, kemudian gugur. Sandy mendapatkan T.hasseltii dari Jawa Timur dan Banten.