Hoya-hoya baru dari belantara Borneo. Ada juga hasil radiasi.
Dompolan bunga menyerupai bola itu menggantung bebas di pepohonan. Sosoknya rupawan, berwarna putih dengan bintik merah. Setiap dompol berdiameter 2—3 cm dan menguarkan aroma wangi. Itulah Hoya undulata. Peneliti dari Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Ir Sri Rahayu MSi, menjumpainya di pedalaman hutan Kalimantan Barat.
Hutan dataran rendah itu berketinggian 300—380 m di atas permukaan laut (m dpl). Kelembapannya mencapai 80% dengan intensitas sinar matahari 50%. Sayang, kecantikan undulata tak bisa lama-lama dinikmati. Bunga anggota keluarga Apocynaceae itu akan gugur setelah 4—5 hari mekar. Rahayu memperkenalkan hoya baru itu pada Juni 2015 di Gardens Buletin Singapore.
Spesies
Rahayu menuturkan daun undulata dapat beradaptasi di tempat dengan tingkat cahaya yang tinggi. “Konsekuensinya daun akan berubah menjadi kemerahan atau ungu,” ujar Rahayu. Tanaman tumbuh epifit atau tumbuh dengan cara menumpang pada tumbuhan lain. Rahayu menuturkan bunga H. undulata tumbuh di tempat miskin hara atau di hutan kerangas. Akibatnya ruas daun tidak tumbuh dengan baik.
Daun pun mengerdil dan menjadi sarang semut. Itu sebabnya undulata masuk dalam daftar tanaman bertipe daun myrmecophytic. “Beragam hoya memiliki tipe daun myrmecophytic seperti mitrata, darwinii, scortechinii, pusilla, dan undulata,” ujarnya. Selain undulata, ia juga menemukan H. rintzii di hutan Sumatera dan Kalimantan. Rintzii memiliki penyebaran yang luas karena juga ditemukan di Semenanjung Malaysia dan Thailand.
Alumnus Institut Pertanian Bogor itu dibantu oleh M Rodda dan Nadhinele Simmonson Juhonewe, masing-masing peneliti dari Singapura dan Papua Nugini, itu mendeskripsikan rintzii. Semula mereka mengira rintzii adalah erythrostemma lantaran memiliki warna dan bentuk bunga mirip. “Keduanya memiliki dompolan berwarna krem berdiameter 3—4 cm,” ujar Rahayu.
Setelah mencermati, rupanya bentuk polinia—benang sari yang memadat—rintzii dan erythrostemma berbeda. Perbedaan paling mencolok, rintzii ridak memiliki bulu. Selain memburu spesies baru, Rahayu juga membidani lahirnya hoya varietas baru bernama H. ‘kusnoto’. “Kusnoto lahir dari teknik mutasi radiasi H. diversifolia,” ujarnya. Hasil rekayasa genetika itu menghasilkan bunga baru berwarna putih.
Padahal, diversifolia berwarna merah muda. Rahayu mulai meneliti mutasi hoya sejak 1996. Namun, pematenan nama varietas itu baru dirilis pada 2014. “Tanaman tahunan itu perlu diuji genetiknya dahulu sebelum dilepas jadi varietas baru,” ujarnya. Kelak setelah rilis, para pehobi memiliki banyak pilihan jika hendak memelihara bunga bola itu. Kecantikan hoya memang membuat sejumlah pehobi bunga jatuh hati.
Pehobi
Seorang pehobi di Depok, Jawa Barat, Adelia Anastasia, mengoleksi hoya lokal asli Kalimantan Barat seperti H. waymaniae dan H. lasiantha. Pemilik Del’s Nursery itu menanam koleksinya itu pada media lumut agar kelembapannya terjaga. Ia juga mendatangkan 15 jenis hoya dari Thailand. Sayang, sebagian besar belum berbunga. Adelia menuturkan perawatan hoya mirip dengan anggrek.
“Habitat hoya itu sama dengan anggrek hutan sehingga perawatannya pun serupa,” ujarnya. Tanaman sukulen itu pun mudah diperbanyak. Caranya potong batang sepanjang 10—20 cm lalu tanam di tempat pembibitan. Gunakan media campuran sekam dan andam. Jika sulit memperoleh andam dapat diganti dengan lumut. Pehobi lain, Shintarini Ali, di Bintaro, Tangerang Selatan, pun kepincut kecantikan hoya.
Ia mengenal hoya secara tidak sengaja pada 2005. Saat itu ia membawa pulang sepot anggrek. Tak disangka ada sebatang hoya menempel di antara batang anggrek. Ia lantas memisahkan bunga bola itu pada pot berbeda hingga berbunga. “Ternyata bunga hoya sangat cantik,” ujarnya. Perkenalan tanpa rencana itu membuat Shintarini tertarik untuk mengoleksi hoya.
Total jenderal 20 jenis hoya menghiasi rumah nenek enam cucu itu. Beberapa jenis didatangkan dari Thailand. Pada 2014 ia berkunjung ke Negeri Gajah Putih itu untuk membeli hoya. “Di sana harganya murah hanya 200—300 baht setara Rp80.000—Rp120.000,” ujarnya. Ia menyayangkan pehobi hoya di tanahaair masih sangat sedikit. Padahal, di Thailand dan Filipina hoya masuk dalam daftar bunga idaman.
Itu sebabnya Shintarini berencana membuka nurseri khusus hoya agar si bunga bola lebih dikenal. Sri Rahayu menuturkan hoya yang diperdagangkan di Thailand dan Filipina sebagian besar diambil dari hutan-hutan perbatasan di Borneo. “Indonesia memiliki 60 dari 50 spesies hoya di dunia,” ujarnya. Para pemburu hoya lebih tertarik menjualnya ke luar negeri sebab memiliki peluang pasar lebih lebar. (Ian Purnama Sari)