PT Frisian Flag Indonesia menyelenggarakan berbagai program untuk mendukung pemerintah mewujudkan swasembada susu sapi segar pada 2025.

Hampir seratus tahun lalu, kali pertama sebutan “susu bendera” itu muncul. Sebutan itu untuk memperkenalkan produk Frisian Flag dan Friesche Vlag—produsen susu di Belanda—yang diekspor ke Batavia, Hindia Belanda, pada 1922 (lihat ilustrasi). Tujuannya agar pasar Indonesia lebih mudah menerima. Upaya itu terbukti ampuh. Sejak saat itu konsumen mulai mengenal dan mencari susu bendera.
Identitas dan nama itu hingga kini menjadi sebuah ikon. Sudah 94 tahun lamanya PT PT Frisian Flag Indonesia (FFI) membantu memperbaiki gizi bangsa Indonesia melalui produk-produk inovatif. Sebagai wujud kontribusi perusahaan dalam memberikan solusi terhadap berbagai masalah peternak sapi perah di Indonesia, FFI menyelenggarakan Young Farmers Academy.
Inspirasi bagi pemuda

Menurut Corporate Affairs Director FFI, Andrew F Saputro, kegiatan Young Farmer Academy 2016 salah satu komitmen PT FFI untuk mendukung program pemerintah mencapai swasembada susu. “Kami merancang sebuah program untuk menanggulangi isu kelangkaan peternak sapi perah usia produktif, memenuhi kebutuhan pasokan susu nasional, serta menumbuhkan industri peternakan sapi perah Indonesia,” ujar Andrew.
Program itu juga bertujuan untuk menumbuhkan jiwa kewirausahan peternakan sapi perah di kalangan generasi muda. Dalam kegiatan itu FFI mengundang Erfi Kemal Syarif untuk berbagi pengalaman kepada para calon peternak muda. Erif salah satu peternak sapi perah sukses di tanahair. Peternak sapi perah di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, itu mengelola 220 ekor dan menghasilkan susu segar berkualitas.

Untuk menghasilkan susu bermutu Erif menjaga higienitas sejak persiapan pemerahan susu, seperti memandikan sapi yang akan diperah, mengompres ambing sebelum pemerahan, dan membuang susu pada pemerahan pertama. Erif memerah susu sapi menggunakan mesin perah sehingga susu lebih higienis. Dengan teknologi itu total plate count (TPC) atau jumlah bakteri setelah 3 jam pemerahan 60.000—100.000 Colony Forming Unit (CFU) per ml susu.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) jumlah bakteri yang masih tergolong aman maksimal 1-juta CFU per ml. Menurut Erif salah satu kunci keberhasilan sebagai peternak disiplin dan konsistensi mewujudkan tatakelola dan tatalaksana peternakan yang baik. Oleh karena itu ia mendorong para calon wirausaha muda benar-benar memahami pengetahuan dasar teknik, manajemen, serta pemasaran produk peternakan.

Regenerasi peternak sapi perah menjadi isu utama karena saat ini profesi sebagai peternak sapi belum dianggap menarik oleh generasi muda di tanahair. Akibatnya kini usia rata-rata peternak di Indonesia 46 tahun. Sementara jumlah pasokan susu sapi nasional masih kurang. Data dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian pada 2015 menyebutkan, peternak susu sapi lokal hanya mampu memenuhi 23% kebutuhan susu nasional, sisanya impor.
Pacu produksi
Jika dibiarkan, kondisi itu akan menjadi kendala bagi industri pengolahan susu di tanahair karena bergantung pada pasokan impor. Itulah sebabnya FFI juga melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi susu nasional. Salah satunya melalui Program Kemitraan Sapi Perah Berkelanjutan (FDOV) sejak 3 Juli 2013 di Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat.

Dalam program itu FrieslandCampina dan FFI bekerja sama dengan pemerintah Belanda, Koperasi Peternak Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan dan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Lembang mengucurkan dana total €10-juta setara Rp130-miliar. Program itu melibatkan The Friesian, Agriterra, dan Stichting Dienst Landbouwkundig Onderzoek (Wageningen UR Livestock Research), seluruhnya dari Belanda.
Menurut Andrew program jangka panjang itu ditargetkan berlangsung hingga 2018. Tujuannya untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan kemandirian bagi lebih dari 10.000 keluarga peternak sapi perah di Pangalengan dan Lembang melalui peningkatan teknologi dan sumber daya manusia dalam mengelola peternakan sapi perah.

Dengan begitu para peternak bekerja lebih efisien sehingga pendapatan mereka pun bisa meningkat,” ujarnya.
Dalam program itu ada tiga pilar yang menjadi panduan dalam pelaksanaanya. Pilar pertama yaitu “Less and Better” atau lebih baik dan efisien. Program yang dilaksanakan di Pangalengan itu fokus pada upaya peningkatan kualitas susu dengan mengoptimalkan jaringan dan peningkatan kualitas di tempat pengumpulan susu dan peningkatan kemampuan manajemen para peternak.
Salah satunya dengan meningkatkan infrastruktur di tempat pelayanan koperasi (TPK), seperti menempatkan unit pendingin, menyediakan fasilitas pengecekan susu, terutama untuk mencegah pemalsuan susu, serta menyediakan fasilitas air bersih dan hangat untuk mencuci tabung susu, ember peternak, dan peralatan lain. Upaya lain, pengembangan dan penerapan sistem pencatatan otomatis dalam administrasi.

Selama ini koperasi melakukan lebih dari 250 pencatatan data secara manual (tulis tangan) setiap hari sehingga tidak efisien. Pada proyek itu dikembangkan sistem pencatat otomatis dengan kode batang sehingga lebih efisien dan data lebih akurat. Dalam program itu FFI juga mengembangkan sistem pembayaran susu berdasarkan Good Dairy Farming Practise (GDFP).
Peternak yang mampu menghasilkan susu berkualitas baik akan mendapatkan insentif harga lebih tinggi. Para peternak kerap menghadapi permasalahan keuangan untuk modal pengembangan usaha. Untuk mengatasinya, FFI dan koperasi akan bermitra dengan bank untuk memberikan bantuan dana bergulir pada peternak sapi perah berskala kecil di Indonesia. FFI bersama koperasi juga akan membuat manajemen dan pengurus koperasi yang kokoh dan terus berkembang dengan pola yang modern.
Pelatihan
Menurut Andrew pilar kedua adalah “Simple and Effective” atau mudah dan efektif. Program yang diselenggarakan di Lembang dan Pangalengan itu fokus pada upaya peningkatan kualitas dan kuantitas susu melalui pendidikan dan pelatihan, serta dukungan kepada penyuluh koperasi. Dalam program itu FFI mengembangkan program pelatihan untuk penyuluh di koperasi, pengembangan strategi penyuluhan, dan pengembangan sistem manajemen peternakan bagi peternak atau kelompok ternak.
Pilar ketiga “Sustainable Welfare” atau kesejahteraan berkelanjutan. Dalam program itu FFI berencana membangun Desa Susu Percontohan (Dairy Village) di Lembang. Konsep program itu diharapkan dapat menjawab dua permasalahan utama pada peternak susu berskala kecil, yaitu masalah lahan dan perekonomian. Untuk mewujudkan program itu FFI bekerja sama dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII dalam menyediakan lahan baru untuk pembangunan peternakan sapi perah baru.

Lahan peternakan yang lebih luas diharapkan akan memudahkan peternak untuk mengembangkan sapi perah dan memproduksi susu segar lebih banyak. Selanjutnya FFI akan memberikan pelatihan serta fasilitas beternak yang ideal bagi para peternak sapi perah. Selain pembangunan fisik, FFI juga akan mengembangkan sebuah sistem manajemen peternakan bagi peternak atau kelompok ternak di desa percontohan.
Program pembangunan Desa Susu Percontohan itu dilaksanakan setelah FFI, KPSBU Jawa Barat, dan PTPN VIII menandatangani surat perjanjian resmi pada 22 November 2013 di Jakarta. Kendala lain yang dihadapi para peternak sapi perah di Indonesia adalah minimnya pengetahuan tentang tata cara beternak yang baik dan tepat. Untuk mengatasinya FrieslandCampina dan FFI mengadakan Program Farmer2Farmer (F2F) sebagai ajang bertukar pengalaman peternak Indonesia dan Belanda.

Itu merupakan program kerja 5 tahun, sejak 2013 hingga 2017. Andrew menuturkan, melalui program itu peternak lokal bisa menimba banyak pengalaman dan ilmu praktis mengenai peternakan yang baik. Dengan demikian peternak lokal bisa meningkatkan produktivitas dan kualitas susu segar. Dalam program itu FFI mendatangkan 4 peternak asal Belanda untuk berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman dengan para peternak lokal.
Pada 2013 program F2F diselenggarakan di 14 peternakan percontohan di 5 kota, yaitu Lembang, Pangalengan, Bogor, ketiganya di Jawa Barat, Jakarta, dan Purwokerto (Jawa Tengah). Setahun kemudian program berlangsung di 14 peternakan percontohan di 6 kota, yaitu Boyolali, Jawa Tengah, serta Kuningan, Garut, Pangalengan, Lembang, dan Bogor (Jawa Barat). Pada 2015 program F2F memberangkatkan para peternak ke Belanda.

Namun, sebelum berangkat ke Belanda calon peserta program mendapat pembinaan dalam program Kompetisi Peternakan Percontohan (Pilot Farms Competition). Tujuannya agar mereka lebih siap mendapatkan pengetahuan yang lebih baik sebelum berangkat ke Belanda. Dalam kompetisi itu melibatkan 5 juri yang terdiri atas perwakilan Kementerian Pertanian, peternak dari Belanda, tim FFI, dan perwakilan dari media massa.
Kompetisi itu melibatkan 28 peternakan percontohan binaan FFI. Kompetisi itu memilih 4 peternak terbaik yang berhak mendapatkan hadiah utama, yaitu berangkat ke Belanda. Andrew berharap kontribusi Royal FrieslandCampina melalui Frisian Flag Indonesia melalui program-program itu dapat membantu mewujudkan target pemerintah Indonesia swasembada susu segar nasional pada 2025. (Imam Wiguna)