Trubus.id— Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) membuat briket yang memiliki panas tahan lama. Briket itu terbuat dari kombinasi ampas kopi, limbah tempurung kelapa, dan sekam padi. Briket itu dikenalkan dengan nama WastBriq.
Mahasiswa pengembang inovasi itu diantaranya, Ruth Lovarensa Juliandiva Azzahra Pasaribu (Kimia), Ghazy Atha Fadlurahman (D4 Pengembangan Produk Agroindustri), Sarah Salsabillah (Kimia), Muhammad Naufal Abdillah (Ilmu Aktuaria), dan J.B. Krisna Arianta (Teknologi Informasi).
Menurut Ruth berdasarkan sejumlah penelitian terdahulu, briket dari ampas kopi bisa menghasilkan emisi gas CO yang lebih sedikit dibanding briket jenis lain. Karena memiliki kerapatan massa yang rendah sehingga pembakaran terjadi dengan sempurna.
Sementara, tempurung kelapa memiliki nilai kalor yang tinggi dan sekam padi sendiri memiliki efisiensi termal yang tinggi sehingga menyebabkan sekam padi lebih mudah terbakar.
Selain mengurangi jumlah limbah agroindustri di lingkungan, produk yang dikembangkan juga memiliki keunggulan menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dari batu bara.
Emisi karbon briket berbahan dasar limbah ampas kopi, tempurung kelapa, dan sekam padi hanya berkisar 600—800 ppm. Sedangkan briket berbahan dasar batubara menghasilkan emisi CO mencapai 2000 ppm.
Kelebihan WastBriq yakni memiliki laju pembakaran yang lambat dan ekonomis karena terbuat dari limbah. Kemudian, nilai kalor dan laju pembakaran pada briket limbah ini diperkirakan mencapai 5420,59 kkal/kg dan 17,21g/menit.
Nilai kalor tersebut lebih tinggi dibanding arang kayu yang memiliki nilai kalor berkisar 5000 kkal/kg dan laju pembakarannya lebih rendah dibanding arang kayu yang memiliki laju pembakaran sebesar 33,3g/menit.
Ia mencontohkan ketika membakar 75 tusuk sate memakai arang kayu, dibutuhkan arang kayu sebanyak 2 kg untuk pembakaran selama satu jam. Sementara saat menggunakan briket WastBriq hanya membutuhkan kurang lebih 1 kg selama satu jam.
“WastBriq ini nilai kalornya tinggi, mudah terbakar, dan nyala api tahan lama. Berbeda dengan produk briket yang di pasaran umumnya tidak mudah terbakar,” terangnya, dilansir dari laman resmi UGM.
Sementara Ghazy menjelaskan WastBriq dikemas dengan komposisi terbaik sesuai kebutuhan pasar melalui serangkaian pengujian produk sehingga mencapai SNI 01-6235-2000 tentang Briket Arang Kayu.
Saat ini produk WastBriq telah dipasarkan lebih dari 15 restoran di DIY. Selain itu, WastBriq juga dipasarkan secara ritel ke pedagang kaki lima yang masih menggunakan arang tradisional.
Kehadiran produk tersebut mendapat respons positif dari pedagang karena menawarkan inovasi terbaru briket dengan keunggulan yang ada. Selain itu harganya juga terjangkau sehingga dapat menekan biaya operasional yang berpengaruh pada keuntungan konsumen yakni Rp7.500/Kg.
“Dari sana, kami menginginkan produk kami dapat menjangkau pasar lokal khususnya DIY sehingga target kami sebesar 800 kg dapat didistribusikan kepada para konsumen yang membutuhkan arang agar beralih memakai WastBriq ramah lingkungan guna bersama-sama mendukung gerakan zero waste,” jelasnya.
Sarah menambahkan WastBriq ini telah dilengkapi teknologi terkini dengan sentuhan digital, yakni kode QR. Dengan adanya kode QR bisa untuk mengakses akun sosial media dan kontak pemesanan agar memudahkan pemesanan sehingga sangat berguna dalam menunjang proses pemasaran melalui produk yang telah terdistribusi.
Kehadiran WastBriq menjadi alternatif penggunaan briket arang yang tidak hanya ramah lingkungan sekaligus mengatasi persoalan sampah di masyarakat. Produk inovatif ini juga berhasil lolos ke Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional 2023 di Universitas Padjadjaran, Bandung akhir November ini.