Trubus.id— Sumber Daya Manusia (SDM) pada sektor pertanian sangat penting untuk keberlanjutan pangan di Indonesia. Sayangnya, hanya sebagian anak muda yang tertarik menekuni profesi di sektor pertanian.
Bahkan, sering kali orang tua yang berprofesi petani tidak menginginkan anaknya menjadi petani. Para orang tua menyekolahkan sang anak hingga jenjang perguruan tinggi dengan harapan agar bisa bekerja di perusahaan ternama.
Itu pula yang dialami oleh Miftahul Huda. Petani Milenial di Kabupaten Banjarnegera, itu ingat betul saat orang tua menyarankan dirinya untuk bekerja kantoran pascalulus kuliah dari Institut Pertanian Bogor (IPB).
Oleh sebab itu, Huda sempat bekerja di sebuah perusahaan yang ada di Jawa Barat. Namun, bagaimana pun jiwa Miftahul Huda adalah menjadi petani mandiri. Huda hanya bertahan 1 tahun menjadi karyawan.
Ia banting setir pulang ke kampung halaman di Desa Batur, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, untuk menjadi petani kentang pada 2011. Wajar saja keputusan itu membuat orang tua kecewa.
Bahkan cibiran dari tetangga “sarjana hanya jadi petani” terus terdengar di telinga Huda. Ia mengaku sempat mengalami mental down pada tiga bulan pertama setelah keputusannya resign dari perusahaan.
Bertani dengan Ilmu
Huda menghadapi segala tantangan itu dengan kesabaran dan terus bertani sebagai wujud komitmen atas keputusan yang telah ia ambil. Dalam keyakinannya bertani dengan ilmu akan mendapat hasil yang lebih memuaskan.
Huda juga sering berbagi ilmu pertanian yang didapat sewaktu kuliah kepada anak-anak muda desa. “Anak muda cenderung bisa lebih terbuka menerima hal baru, apalagi mereka juga melek teknologi,” jelas pemuda kelahiran 6 November 1985, itu.
Selain berbagi pengetahuan, sejatinya Huda ingin menanamkan stigma baru bahwa menjadi petani merupakan profesi mulia dengan prospek bisnis yang menjanjikan. Sehingga regenerasi petani dapat terus berjalan.

Usaha yang ia lakukan tidak sia-sia. Anak-anak muda kembali tertarik dengan dunia pertanian. Para orang tua pun banyak yang mulai menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi di jurusan pertanian.
Itu berkat keberhasilan Huda membuktikan bahwasannya bertani bisa mendongkrak pendapatan dan kesejahteraan. Banyak capaian yang telah ia torehkan. Diantaranya, mendirikan UD. Nufid Fresh Dieng, sebagai supplier kentang dan sayur segar.
Huda rutin menyuplai kentang ke pasar modern di kota-kota besar, seperti Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta. Jumlah pasokan 9 ton kentang tiap pekan. Omzet yang bisa ia kantongi Rp300 juta per bulan.
Konsumen menyukai kentang Dieng lantaran memiliki beragam keunggulan. Rasa lebih pulen, kadar air tidak terlalu tinggi, warna kuning keemasan, mempunyai tekstur yang lebih mudah diolah, dan memiliki daya tahan lebih lama.
Pemuda yang hobi membaca itu juga mendirikan Penangkaran Benih (PB) Nufid Tani. Dengan produksi 10 ton benih kentang per tahun. Kualitas benih kentang terjamin, sebab sudah tersertifikasi.
Selain itu, Huda termasuk salah seorang penggerak Komunitas Petani Dieng. Yang mayoritas anggotanya merupakan petani muda dari Banjarnegara, Wonosobo, Temanggung, Batang.
Membuka Lapangan Pekerjaan
Melalui pertanian Huda mampu membuka lapangan pekerjaan bagi warga sekitar. Total ada 13 orang karyawan, rinciannya 4 orang sebagai perawat tanaman, 2 orang bagian produksi benih, 7 orang bertugas di gudang sortasi, grading dan packing. Adapun untuk menjaga pasokan, ia melibatkan 25 petani mitra.
Saat ini, Huda tengah berusaha membantu petani sekitar untuk meningkatkan produktivitas kentang. Menurut Huda, peningkatan produksi mampu mendongkrak pendapatan dan kesejahteraan petani.

Benih berkualitas menjadi salah satu faktor untuk meningkatkan produksi kentang. Apalagi dalam budidaya, benih menempati posisi 30% biaya yang harus dikeluarkan petani.
“Terkadang banyak petani yang tertipu dengan benih abal-abal yang beredar di pasaran. Sehingga produksi kentang di lahan petani kurang optimal dan petani merugi,” jelasnya.
Huda mencontohkan saat petani mendapat benih dengan kualitas jelek produktivitas kentang hanya 12 ton per hektare (ha). Adapun biaya produksi budidaya kentang keseluruhan Rp160 juta.
Saat harga jual kentang Rp10 ribu per kilogram (kg), maka petani hanya mendapat uang Rp120 juta. Artinya petani merugi. “Rugi waktu, tenaga, dan rugi finansial hingga Rp40 juta,” ujar Huda.
Oleh karena itu, Huda kerap menggelar pelatihan cara membuat benih kentang berkualitas untuk petani. Mulai dari aklimatisasi, stek, hingga produksi umbi benih kentang. Tujuannya agar petani bisa membuat benih kentang berkualitas sendiri, atau minimal tidak sembarangan membeli benih.
Pilih Benih Tersertifikasi
Koordinator Kebun Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (KBTPH) Kledung, Kabupaten Temanggung, di bawah naungan Balai Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (BBTPH) Wilayah Surakarta, Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, Wardoyo, mengatakan kebutuhan benih kentang masih sangat tinggi.
Apalagi pada bulan-bulan tertentu, seperti periode Oktober—Desember dan periode tanam April—Juni. “Pada periode itu permintaan pasti sangat tinggi. Permintaan per bulan bisa sampai 20 ton. Sedangkan produksi kami baru bisa memenuhi 5 ton per bulan,” terang Wardoyo.
Permintaan benih kentang datang dari petani Banjarnegara, Wonosobo, Temanggung, Magelang, dan Batang. KBTPH Kledung mengelola 7 ha lahan untuk perbanyakan benih kentang. Namun, pengelolaan lahan untuk perbanyakan benih tergantung jumlah anggaran yang ada.
“Benih kentang yang kita hasilkan 6—7 ton per ha. Jika 7 ha itu dikelola semua maka hasil produksi benih kentang yaitu 40—50 ton per tahun. Untuk varietasnya Granola L (Lembang). Namun, karena banyak ditanam di Dieng, petani menyebutnya kentang Dieng,” ujarnya.
Menurut Wardoyo produksi itu belum mampu memenuhi permintaan yang datang ke KBTPH Kledung. Meskipun begitu, banyak petani yang rela antre untuk mendapatkan benih kentang dari KBTPH Kledung. Karena benih kentang telah tersertifikasi dari Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) sehingga kualitas terjamin.
Sebetulnya, Wardoyo tidak mengharuskan petani untuk membeli benih kentang di KBTPH Kledung, dikarenakan produksi yang masih terbatas. Kendati demikian, ia tetap menyarankan petani agar membeli benih berkualitas dengan standar minimal telah mendapat sertifikasi dari BPSB.
“Saya sarankan jangan tergoda dengan benih yang harganya murah dan tidak ada jaminan kualitas. Minimal kalau mau beli dari luar, benih harus sudah tersertifikasi BPSB, atau harus kenal dengan produsen atau penangkar benihnya,” jelas Wardoyo.

Bahkan, Wardoyo sangat mengapresiasi jika petani memiliki kompetensi untuk memperbanyak benih kentang sendiri. Dengan catatan selalu memperhatikan kaidah-kaidah perbenihan. Tujuannya agar kualitas benih tetap terjaga.
Menurut Wardoyo ada beberapa keuntungan jika petani mampu membuat benih sendiri, antara lain, lebih hemat biaya dan kualitas terjamin.
Produksi Meningkat
Selain benih, pemupukan menjadi hal penting lainnya agar produksi kentang optimal. Baik saat pemberian pupuk dasar atau pupuk susulan.
Huda menggunakan pupuk Phonska Plus dan SP-26 sebagai pupuk dasar. Dengan dosis, Phonska plus 600 kg per ha dan SP-26 sebanyak 300 kg per ha.
Pupuk NPK Phonska Plus berbentuk granul. Keunggulannya memiliki kandungan unsur hara makro yang lengkap, yakni Nitrogen (N), Fosfat (P), dan Kalium (K) dengan kadar masing-masing 15%.
Selain itu Phonska Plus juga mengandung unsur hara mikro seperti Sulfur (S) 9% dan Zinc atau Seng (Zn) sebesar 2.000 part per million (ppm). Manfaat Seng mampu membantu mengoptimalkan penyerapan unsur hara makro N, P, dan K.
Adapun penambahan SP-26 sebagai pupuk dasar membuat tanaman lebih kekar, kuat, sehingga tanaman kentang lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Dengan begitu tanaman tidak mudah mati dan hasil produktivitas umbi kentang meningkat.
Huda juga memberi NPK Petro Ningrat sebagai pemupukan susulan. Pemberian pupuk susulan ketika tanaman kentang berumur 35 hari setelah tanam (hst). Dengan dosis 300 kg per ha. Pemberian NPK Petro Ningrat membuat umbi kentang lebih berbobot.
“Kulit umbinya pun lebih tebal, sehingga saat proses di gudang dan distribusi menggunakan truk ke pasar, kentangnya itu tidak mudah lecet,” ujarnya.
Untuk diketahui, ketiga pupuk yang Huda gunakan itu merupakan produksi dari PT Petrokimia Gresik yang merupakan anak perusahaan dari PT Pupuk Indonesia (Persero). Kehadiran produk PT Petrokimia Gresik membuat Huda senang lantaran produksi kentangnya meningkat hingga 2 ton per ha.
“Sebelum menggunakan pupuk-pupuk itu, produksi hanya 18 ton per ha. Sedangkan setelah menggunakan pupuk dari Petrokimia Gresik, saya bisa panen hingga 20 ton per ha,” jelasnya.
Petani Sejahtera
Huda memanen kentang saat usia 120 hst. Tentu dengan produksi kentang yang meningkat membuatnya lebih untung dan sejahtera. Sebut saja saat harga kentang Rp10 ribu. Dengan hasil panen 20 ton per ha, Huda bisa menuai omzet Rp200 juta.
Sementara, jika dikurangi biaya operasional produksi Rp160 juta, Huda masih mendapat laba bersih Rp40 juta per periode tanam. Tak hanya Huda, petani lain juga turut merasakan adanya peningkatan produksi kentang.
Menurut Huda, PT Petrokimia Gresik turut andil dalam peningkatan produksi kentang petani. PT Petrokimia Gresik tidak hanya sekadar menjual pupuk. Tetapi, turut mendampingi proses budidaya petani.
“Contohnya saja, dengan menghadirkan mobil uji tanah yang biasa keliling ke lahan-lahan milik petani,” tuturnya.
Adanya mobil uji tanah ini membantu petani dalam menganalisis tingkat kesuburan tanah dan memudahkan petani untuk mengetahui kebutuhan nutrisi tanaman.
Pasalnya, sebelum adanya mobil uji tanah, penentuan dosis pemupukan hanya mengandalkan perasaan dan kebiasaan. Sehingga pemberian dosis pemupukan kurang tepat tidak sesuai kebutuhan tanaman.
Namun dengan adanya mobil uji tanah, petani bisa melakukan uji tanah sebelum penanaman. Dengan begitu petani bisa mengetahui dosis pemupukan yang tepat untuk tanaman. PT Petrokimia Gresik tidak menarik biaya jasa uji tanah untuk para petani.
“Petani di sini sangat terbantu dengan adanya mobil uji tanah. Tetapi kemarin kami sempat menyampaikan ke pihak Petrokimia agar mobil uji tanah lebih intens penjadwalannya. Jika sekarang baru sebulan sekali, mungkin ke depan bisa dijadwalkan setiap minggu sekali,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Hortikultura dan Perkebunan Dinas Pertanian, Perikanan, dan Ketahanan Pangan Banjarnegara, Erwin Indriatmoko, S.P., turut mengapresiasi peran PT Petrokimia untuk membantu petani dalam meningkatkan produktivitas kentang.
Menurut Erwin, kentang merupakan salah satu komoditas unggulan Kabupaten Banjarngera. Luas lahan kentang di Banjarnegara lebih dari 5 ribu ha. Lokasi sentra kentang ada di Kecamatan Batur, dengan kecamatan pendukung seperti Pejawaran, Wanayasa, Kalibening.
Demi kesejahteraan petani, Dinas Pertanian, Perikanan, dan Ketahanan Pangan Banjarnegara, juga terus berupaya untuk membantu petani dalam peningkatan produksi kentang. Khususnya untuk memenuhi kebutuhan benih.
Kebutuhan benih kentang per ha sebanyak 1,5 ton. Artinya ketika lahan budidaya kentang di Kabupaten Banjarnegara 5 ribu ha, berarti kebutuhan benih per periode tanam mencapai 7.500 ton.
Erwin menuturkan kebutuhan benih sebanyak itu belum terpenuhi. Sehingga sering kali petani terpaksa mendatangkan benih dari luar Kabupaten Banjarnegara. Meskipun begitu, Dinas Pertanian Banjarnegara terus berupaya memperbanyak pembangunan screen house.
“Di tahun ini, kami bangun dua screen house untuk kegiatan penangkaran perbenihan kentang, di Desa Pasurenan dan Sumberejo, keduanya di Kecamatan Batur,” kata Erwin
Dukungan lain, berupa penghibahan alat dan mesin pertanian (alsintan) untuk petani, seperti mesin tanam, dan traktor untuk pengolahan lahan. Erwin berharap dengan beragam bantuan itu dapat membantu petani meningkatkan produksi dan mewujudkan kesejahteraan petani.
Erwin juga mendorong adanya regenerasi petani muda di Kabupaten Banjarnegara. Sebab, adanya keberlanjutan SDM menjadi faktor penting untuk menjaga ketahanan pangan dan mengoptimalkan sumber daya alam yang ada.
“Kami dari Dinas Pertanian, akan selalu terbuka dan mendukung anak-anak muda yang ingin mengembangakan sektor pertanian. Saatnya petani milenial mengambil peran dan berinovasi memunculkan terobosan baru di sektor pertanian,” paparnya.(Trubus/Mohammad Iqbal Shukri)