Berbagi pengalaman mengelola tin di Fig Summit 2016.

Perancis menghasilkan 4.000 ton buah tin per tahun. Sebanyak 2.000 ton produksi itu untuk konsumsi dalam negeri, selebihnya untuk memasok pasar Jerman, Inggris, dan Swiss. Perancis juga mengimpor 8.000 ton buah tin dari Spanyol, Turki, dan Italia. Bahkan pada musim dingin negara itu mendatangkan tin dari Argentina, Brasil, dan Peru. Pakar tin dari Perancis, Pierre Baud, mengemukakan hal itu saat acara Fig Summit di Universitas Kebangsaan Malaysia, 24—25 November 2016.

Menurut Baud pekebun di negaranya mengembangkan beberapa varietas komersial seperti bourjassotte noire (70%), dauphine (15%), dan sisanya gabungan beberapa varietas, yaitu bellone, noire de caromb, noire de barbentane, pastilliere, dan col de dame noir. Selain dauphine yang berwarna merah kehitaman, semua varietas itu berwarna hitam. Masyarakat Perancis menyukai jenis itu karena bergizi tinggi serta tahan pengangkutan.
Varian tin
Pembicara lain pada acara itu, Montserrat Pons I Boscana Ph, pemilik kebun tin Son Mut Nou di Mallorca, Spanyol, Dr Malli Aradhya (Amerika Serikat), Malik Yusof (Malaysia), Achmad Fauzi (Indonesia), dan Oranut Naowakate (Thailand). Monserrat Pons I. Boscana mengatakan, tin sudah ada di Pulau Balearic, Spanyol, sejak ratusan tahun silam. Bibitnya diduga berasal dari Asia barat. Burung-burung yang terbang membawa biji sebagai pemencar. Tin yang tumbuh dewasa kemudian mengalami kawin-silang secara alami sehingga terbentuk varian baru.

Di pulau itu tumbuh lebih dari 250 jenis tin yang diidentifikasi. Itulah sebabnya Pulau Balearic pun ditetapkan sebagai area konservasi tin. Pada 1860 area tumbuh tin mencapai 12.860 hektare terdiri atas 655.871 pohon tin atau dalam 1 ha tumbuh 51 pohon tin. Pada 2014 terdapat area observasi seluas 2.287 ha yang mampu memproduksi 309 ton buah tin. Di Son Mut Nou tumbuh 2.834 pohon yang terdiri atas 1.308 varietas.
Sebanyak 263 varietas asli tumbuh di Pulau Balearic. Ada pula 228 jenis dari daratan Spanyol, 500 jenis dari berbagai negara di Eropa, 122 varietas dari Amerika Serikat, 94 varietas dari Asia, 34 varietas dari Afrika, 12 jenis dari Oceania. Beberapa varietas kelahiran kebun itu seperti martinenca rimada dan paratjal rimada menjadi incaran pencinta tin. Berkembangnya tin di Kalifornia, Amerika Serikat, pun tidak lepas dari jasa seorang misionaris asal Balearic.

Fray Junipero Serra yang membawa beberapa varietas ke Amerika Serikat pada dua abad silam. Salah satunya, black mission menjadi salah satu tin yang paling terkenal di negeri Abang Sam. Pembicara dari Indonesia, Ahmad Fauzi, menjelaskan perkembangan tin di tanahair. Menurut Fauzi tin masuk ke Indonesia berupa sumbangan dari Pangeran Yordania pada 1996 untuk sebuah pesantren besar di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
Pangeran membawa dua varietas, yakni green yordan dan purple yordan. Namun, baru pada 2007—2016 masyarakat mulai menanam dan mengoleksi jenis-jenis baru. Kini terdapat sekitar 300 varietas tin dari berbagai negara di Indonesia. Pehobi di Indonesia mendatangkan tanaman anggota famili Moraceae antara lain dari Perancis, Spanyol, Amerika Serikat, Kanada, Italia, Yunani, dan Portugal.
Tin Indonesia

Menurut Ahmad Fauzi penanaman tin di Indonesia mencapai 50.000 m2. Penanaman tin paling luas di Provinsi Jawa Timur berkisar 19.680 m², Jawa Tengah 12.050 m², Jawa Barat 10.965 m², Sumatera 6.810 m², Jakarta 1.700 m², dan Kalimantan 1.020 m². Sebagian besar tin ditanam di area terbuka. Dari sekitar 50.000 m², hanya 2.900 m² yang dinaungi rumah plastik. Itu pun rumah plastik sederhana, dengan rangka bambu.
Ada pun varietas yang banyak dikembangkan masyarakat ialah green yordan, purple yordan, brown turkey, red palestine, dan blue giant. Sebagian besar pengembangbiakannya lewat cangkok, sambung tunas, dan setek. Pemanfaatan tin oleh masyarakat sebagian besar adalah menjual bibit. Sebagian lain memanfaatkan daun untuk seduhan. Produksi daun tin rata-rata 500 kg per bulan.

Mereka memanfaatkan daun dari tanaman untuk menghasilkan sediaan dan sebagian memanfaatkan potongan daun hasil panen cangkokan. Menurut Shamsul Akmal Shamsudin dari Saf Fa Fig Garden, dengan Fig Summit 2016 diharapkan terjadi kerja sama antarpelaku usaha tin terutama Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Kerja sama bisa dilakukan untuk riset, pemasaran, dan bahkan teknologi. (Syah Angkasa)