Trubus.id—Petani krisan di Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat, Lasmo, budidaya krisan kualitas premium. Pasalnya bunga famili Asteraceae itu tahan hingga 20 hari setelah panen. Lasmo menerapkan budi daya organik dengan memanfaatkan pupuk alami dan pestisida nabati.
Ia menyemprotkan larutan yang mengandung fermentasi bawang putih, tembakau, kacang babi (kara benguk), dan daun bintaro untuk mengatasi hama dan penyakit. Ia menjual hasil panen ke pasar lokal di Provinsi DKI Jakarta, DI Yogyakarta, dan Bali.
Budidaya krisan kualitas premium juga dilakukkan Pekebun di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, Ketut Suwarjana. Ia menerapkan budidaya intensif untuk mencetak krisan premium standar ekspor. Ketut menanam krisan dengan jarak tanam 10 cm x 10 cm di dalam 6 rumah tanam.
Sebelum penanaman, Ketut menyiapkan pupuk berupa campuran 2,5 ton kotoran ayam dan 2,5 ton kotoran kambing basah. Selanjutnya ia melarutkan 2 liter NH4 ke dalam 100 liter air. Ia lantas menuang larutan itu di atas pupuk. Ketut menutup pupuk alami itu selama sebulan supaya terjadi fermentasi.
Ketut menaburkan pupuk saat pengolahan lahan. Ia lantas membuat bedengan sebagai area penanaman. Pada bagian tepi bedeng sejajar dengan setiap titik tanam, Ketut menanam 2 tanaman dalam satu lubang tanam. Tujuannya supaya ia tidak mengganti tanaman yang mati.
Ketut menanam beragam jenis krisan seperti salju putih, salju kuning, residen, katifa, jaguar, piji putih, diamond, dan aster oranye. Bunga krisan produksi Ketut Suwarjana memang berkualitas istimewa. Saat mekar sempurna, diameter mahkota bunga mencapai 15 cm.
Ketahanan bunga hingga 20 hari setelah panen. Itu juga yang membuat pembeli asal Jepang kesengsem krisan dari kebun milik Ketut. Pekebun di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, itu rutin mengirim 28.000 tangkai krisan salju putih ke Jepang setiap bulan sejak 2017. Permintaan krisan ke Negeri Sakura meningkat dua kali lipat pada Juni—Desember.