Mengemas warisan tradisi dengan teknologi tinggi.
Trubus — Selepas melahirkan masyarakat Jawa mengenal berbagai tradisi seperti mengonsumsi jamu, menggunakan pilis, tapal, atau param. Jamu membersihkan rahim dan mengeluarkan sisa-sisa darah pascamelahirkan. Param meredakan otot kaku yang pegal linu akibat pertambahan bobot ketika mengandung. Sementara itu, pilis yang ditempelkan di dahi mengurangi rasa pusing dan memperlancar aliran darah. Tradisi turun-temurun itu dilestarikan PT Martina Berto dengan tampilan modern.
Produk pascamelahirkan itu diberi nama Paket Jamu Habis Bersalin. Sebuah paket terdiri atas kaplet habis bersalin, tapal, param, pilis, dan minyak telon. Kaplet pascamelahirkan berbahan baku kunyit, pegagan, jungrahap, dan temulawak. Kaplet juga mengandung daun katuk yang berkhasiat melancarkan air susu ibu. Lain halnya dengan pilis yang diolah dari kencur. Sementara bahan baku tapal adalah sirih dan jahe. Jahe dan kencur dimanfaatkan sebagai bahan baku param.
Berbasis Indonesia
Cara pemakaian produk itu sangat mudah. Konsumsi kaplet hanya dengan meminumnya 2 kali sehari masing-masing satu kaplet setelah makan. Penggunaan pilis hanya dengan membuka tutup botol, lalu mengoleskan krim pilis ke dahi. “Sariayu Habis Bersalin serangkaian perawatan perempuan setelah melahirkan yang terbuat dari bahan alami, berkhasiat, dan aman,” kata Prof. Dr. Ir. Bernard T. Widjaja, M.M., Unit Head of Herbal Division PT Martina Berto.
Jamu habis bersalin hanya satu dari ribuan produk kreasi PT Martina Berto. Produk lainnya Sariayu Pelangsing Tea Slim dan kaplet Wulandari. Sariayu Pelangsing Tea Slim berbahan ekstrak daun jati belanda yang membantu menurunkan bobot badan. Sementara kaplet Wulandari mengandung kecambah kacang hijau, kedelai hitam, dan bawang putih. Manfaatnya untuk membantu memelihara kesehatan rahim dan memperlancar peredaran darah.
Selain herbal, ada pula produk kecantikan seperti Dewi Sri Spa Virgin Coconut Oil Body Lotion, Dewi Sri Spa Passion of Manggis Body Mist dan RHC Aloe Cream untuk pelembap rambut.
Riset berbasis etnobotani, sosiokultur, dan sains menjadi dasar pengembangan produk. Setiap tahun mereka melakukan riset budaya di wilayah berbeda di tanah air untuk membuat produk baru. “Setiap tahun dari 1987 sampai sekarang tidak pernah bolos setahun pun,” ujar pria berusia 52 tahun itu. Contohnya, tahun ini PT Martina Berto mengangkat tema Giri Lombok. Pada tahun sebelumnya mengangkat tren warna krakatau. Tidak heran jika Martha Tilaar kerap menjadi pemimpin untuk perusahaan kosmetik lokal di Indonesia.
“Kami selalu menjadi pencetus tren,” ujar Bernard. PT Martina Berto meraih peringkat kedua kategori kosmetik dan peringkat ke-4 dalam kategori produk perawatan kulit di Indonesia. Salah satu produk andalan mereka adalah sampo Sariayu Hijab, yang juga terinspirasi resep kuno. Zaman dahulu, nenek moyang mengenal cem-ceman rambut untuk menyuburkan, menghitamkan, dan mencegah rambut rontok. Budaya itu mereka riset ulang sampai mewujud menjadi produk modern.
Memanfaatkan garasi
Uniknya, sampo itu mengandung cabai. Kandungan kapsaisin cabai merangsang folikel dan membantu menumbuhkan rambut. Bukti lain, produk Sariayu Putih langsat, terinspirasi budaya etnis Dayak di Kalimantan. Etnis itu sohor berkulit mulus padahal tinggal di daerah dekat khatulistiwa dengan intensitas matahari tinggi. Rahasianya, mereka menggunakan bedak dingin berbahan baku buah langsat. Riset tim Martina Berto membuktikan efektivitas buah langsat mencerahkan kulit.
Hasil penelitian itu dikembangkan menjadi produk Sariayu Putih Langsat. PT Martina Berto yang lebih dikenal dengan Martha Tilaar didirikan oleh Dr. (H.C) Martha Tilaar. “Ibu Martha memulai usaha dari salon dan sekolah kecantikan,” ujar Bernard. Martha yang sempat tinggal dan belajar di Amerika banyak belajar mengenai budaya barat dan belum fokus dengan budaya Indonesia. Ketika Martha ujian, ia justru mempraktikkan make up Jepang. Sampai-sampai sang penguji menegur Martha, “Kamu orang mana? Orang Indonesia tetapi malah memakai budaya Jepang,“ kata Bernard menirukan sang penguji.
Dari kejadian itu Martha mulai sadar, sebagai orang Indonesia seharusnya ia menggunakan budaya Indonesia. Sepulang ke tanah air, perempuan kelahiran 4 September 1937 itu bertekad mengembangkan budaya dan sumber daya alam Indonesia. Pada 1970, sepulang dari Amerika Serikat, Martha mendirikan salon. Usaha pertama perempuan kelahiran Kebumen, Jawa Tengah itu menempati garasi rumah berukuran 4 m x 6 m di Menteng, Jakarta Pusat. Martha juga mempelajari khasiat berbagai herbal kepada pengobat tradisional.
Saat itu Martha baru sadar bahwa budaya Indonesia sangat kaya. Ia lantas membuat kosmetik tradisional. Apalagi salon yang ia kelola juga membutuhkan kosmetik. Usaha Martha pun semakin berkembang. Empat tahun berselang Martha mendirikan pabrik modern pertama yang berlokasi di Kawasan Industri Pulogadung. Di kawasan industri itu pula Martha mendirikan pabrik modern kedua pada 1986.
Lantaran pertumbuhan penjualan pesat perusahaan mengalihkan produksi herbal ke Gunung Putri, Bogor pada 1995. Sementara pabrik di Pulo Ayang dipindahkan ke anak perusahaan yakni PT Cempaka Belkosindo Indah yang memproduksi kosmetik Mirabella dan Cempaka. Pada 2005, PT Cempaka Indah Belkosindo digabung dengan perusahaan sehingga Mirabella dan Cempaka dikombinasikan dengan produksi di pabrik Pulo Kambing. Pada 1993, Martha mengakuisisi produsen kosmetik PT Cedefindo.
Ekspor perdana ke Eropa (Yunani dan Ukraina) dan Asia (Jepang, Hongkong dan Taiwan) mulai pada 2008—2009. Perusahaan lalu menambah pabrik baru yang berlokasi di Kampoeng Djamoe Organik (KaDO), Cikarang, Jawa Barat. KaDO didirikan pada 2012 untuk dijadikan kebun koleksi, tempat pelatihan dan penunjang produksi. Lokasi itu dilengkapi fasilitas pengobatan bernama Klinik Djamoe. Menurut Dedi Sopiandi, pengawas kebun KaDO, terdapat 670 jenis tanaman yang dibudidayakan di KaDO. Beberapa jenis di antaranya bunga tanjung, legundi, temugiring, sambiloto, dan mangkokan.
Teknologi modern
PT Martina Berto sangat menjaga keberlangsungan proses produksi. Oleh sebab itu kontrol kualitas produk sangat dijaga. “Semua produk harus lolos uji keamanan,” ujar Yuliantini Wijiastuti S.Si, Apt, manajer plant herbal PT Martina Berto. Untuk menunjang proses produksi pabrik dilengkapi dengan teknologi modern seperti moisturizer analizer (pengukur kadar air), refaktometer (pengukur indeks kemurnian ekstrak), dan pH meter (pengukur derajat keasaman). Ada 2 mesin ekstraksi, jenis tunggal berkapasitas 1 ton ekstrak per bulan, dan jenis campuran berkapasitas 2 ton ekstrak per bulan.
Perusahaan juga memiliki laboratorium mikrobiologi. Itu membuktikan bahwa Martha Tilaar juga memperkuat riset. Pelaksanaan riset itu bekerjasama dengan banyak institusi baik dari pemerintah maupun akademisi. Instansi pemerintah antara lain Kemenristek Dikti, BPPT, LIPI, dan BATAN. Sementara akademisi seperti ITB, IPB, Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Universitas Mulawarman, dan Universitas Nusacendana. Martha Tilaar juga bekerja sama dengan Universitas Leiden di Belanda.
Hasil penelitian Martha Tilaar pun banyak dipublikasikan dan diikutkan dalam jurnal internasional. Tujuannya untuk lebih mengenalkan potensi Indonesia. Martha Tilaar juga bekerja sama dengan Universitas Indonesia mendirikan Magister Herbal. Sekolah pascasarjana itu tahun ini berumur 7 tahun dan telah meluluskan 150 magister herbal. “Jika ilmunya tidak dikembangkan, tidak ada yang ahli, suatu saat herbal Indonesia akan punah,” ujar Bernard.
Pria asal Semarang, Jawa Tengah itu menjelaskan Martha Tilaar mengelompokkan produk baru dalam 3 kategori. Kategori pertama adalah invensi. “Produk dikategorikan invensi jika mendapatkan paten,” tutur alumnus Univeritas Padjadjaran itu. Martha Tilaar meraih 31 paten sejak 2002. Dari jumlah itu baru 8 yang sertifikatnya sudah terbit, sisanya menunggu pemeriksaan substantif. Produk invensi membutuhkan waktu yang lama karena membutuhkan penelitian hingga bertahun-tahun.
Kategori kedua inovasi. Produk inovasi biasanya pernah ada tetapi ditampilkan dengan bentuk yang berbeda. Persentase produk inovasi 10—20% dari produk baru yang dikeluarkan. “Yang paling banyak adalah kategori kelompok development,” tuturnya. Produk-produk yang dikembangkan Martha Tilaar selalu diperbarui. Dalam satu tahun terdapat 100—150 produk yang harus dikerjakan tim Pengembangan Riset untuk kategori development Perusahaan mendapat bahan baku dari petani mitra di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat.
Ada pula bahan baku yang diambil dari kebun sendiri, di antaranya kembang sepatu, pandan, dan daun mangkokan. Keseriusan itu membuahkan beragam penghargaan seperti The Most Inspiring Green Awards dari La Tofi School of CSR bekerja sama dengan Kementerian Lingkungan Hidup (2016), Indonesia Digital Popular Brand Award (2016). (Desi Sayyidati Rahimah)