Trubus.id— Dedy Setiawan rutin memasok ikan nila ke berbagai pasar di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Permintaan pasar di Jakarta dan sekitarnya mencapai 300 kilogram (kg) per hari. Namun produksi nila di kolam Iwan— panggilan akrab Dedy Setiawan—baru 100 kg per hari atau 3 ton sebulan. Artinya ceruk pasar masih terbuka lebar.
Iwan meraup laba Rp6.000 per kg. sehingga mengantongi laba bersih Rp18 juta per bulan. Pembudidaya ikan nila di Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, itu menggunakan budidaya bioflok. Iwan memilih bioflok lantaran penerapan mudah. Pembudidaya tidak memerlukan lahan luas seperti kolam konvensional.
“Bioflok sangat membantu bagi orang yang hobi ikan tetapi tidak punya kolam tanah. Tinggal kita cari kolam terpal, lalu pelajari ilmunya sehingga kita bisa budidaya nila,” tutur Iwan. Ia mengaku kendala saat budidaya ikan nila konvensional seperti pemanenan lebih susah dan lama sehingga kurang efisien.
Lebih lanjut ia menuturkan, dengan teknik budidaya bioflok lebih mudah mengontrol debit dan kualitas air. Saat panen pun juga lebih mudah lantaran terdapat instalasi pipa khusus untuk mengurangi atau menguras air. Meskipun begitu, kelancaran sirkulasi oksigen menjadi hal penting dalam kelancaran sirkulasi oksigen menjadi hal penting budidaya bioflok.
Aerator mesti terus menyala karena memastikan ketersediaan oksigen terlarut menjadi tantangan terbesar pada budidaya nila bioflok.
Ia memiliki 30 kolam bioflok yang masing-masing berdiameter 5 meter (D5). Ia menebar 2.000 benih dalam kolam D5. Pemberian pakan 3 kali sehari saat pagi pukul 04.00, siang pukul 12.00, dan sore pukul 16.00.
Iwan tidak menganjurkan pemberian pakan terlalu sore. Alasannya khawatir terjadi perebutan oksigen antara tumbuhan, bakteri, dan nila saat malam. “Setelah makan, nila membutuhkan banyak oksigen untuk mencerna makanan,” kata Iwan.
Prospek bisnis ikan nila masih menggeliat. Alasannya nila merupakan ikan konsumsi yang banyak dibutuhkan konsumen. Kendati demikian, Iwan mengingatkan sebelum memutuskan budidaya bioflok agar mencari ilmu terlebih dahulu.
Iwan merupakan salah satu peserta Kelas Trubus yang sukses budidaya nila bioflok. Bukan tanpa alasan Iwan memilih Kelas Trubus sebagai ruang belajar. Menurut Iwan pemateri di Kelas Trubus merupakan para praktisi berpengalaman di bidangnya masing-masing. Oleh karena itu, ia mengikuti pelatihan budidaya nila bioflok besutan Kelas Trubus saat pandemi korona.
“Intinya kalau mau budidaya kita harus cari mentor atau pembimbing agar tidak salah arah. Waktu saya ikut Kelas Trubus kebetulan pematerinya Pak Dadang Mursyid dari Tasikmalaya sehingga saya bisa menimba banyak ilmu dari beliau,” ujar Iwan.