Friday, December 6, 2024

Desa Devisa Daun Kelor

Rekomendasi
- Advertisement -

Trubus.id—Kelor menjadi salah satu komoditas yang menembus pasar ekspor. Fachrul Rozi Lubis misalnya mengekspor tepung kelor pada awal 2021 ke Australia. Pengiriman pertama 20 kg dalam satu koli.

Kini pemilik PT Keloria Moringa Jaya itu dapat mengirimkan hingga 300 kg dalam satu pengiriman. Frekuensi pengiriman 1—3 kali dalam sebulan. Pendapatan yang diperoleh dari ekspor itu mencapai sekitar USD5,400 per bulan.

Fachrul menuturkan lebih dari 75 persen dari total penjualan produk Keloria Moringa saat ini berasal dari pasar ekspor, sementara sisanya 25%  untuk pasar lokal.

“Produk tepung kelor ini juga digunakan di luar negeri sebagai campuran jamu dan bumbu masakan,” ujarnya.

Tingginya permintaan pasar untuk produk berbasis kelor, mendorong Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) untuk mengembangkan potensi ekspor daun kelor, baik dalam bentuk Coaching Program for New Exporter (CPNE) dan Desa Devisa.

Menurut Fachrul, “LPEI memberikan pelatihan yang sangat berharga bagi kami, mulai dari cara mencari pembeli, menentukan kode HS produk, hingga menghitung biaya ekspor untuk menghindari kerugian. Selain itu, kami diajari cara membuat company profile dan e-katalog yang efektif untuk menawarkan produk kami kepada pembeli di luar negeri.”

Desa devisa

Melansir pada laman LPEI, LPEI juga membina Desa Devisa Daun Kelor. Desa di Kecamatan Batang-Batang, Kabupaten Sumenep, Madura misalnya menerima pendampingan khusus dari LPEI seperti pendampingan sertifikasi organik, yang memungkinkan produk daun kelor mereka untuk menembus pasar Amerika, Eropa, dan Australia.

Kepala Divisi SMEs Advisory Services LPEI, Maria Sidabutar menuturkan melalui program-program itu, LPEI tidak hanya memberikan pendampingan tetapi juga memperkuat kapabilitas UKM dan desa-desa potensi di Indonesia untuk memanfaatkan peluang ekspor yang lebih besar.

“LPEI berharap melalui upaya ini, semakin banyak pelaku usaha dari berbagai sektor dapat berani mendunia dan meningkatkan daya saing produk Indonesia di kancah global,” ujarnya.

Desa itu dapat memproduksi bubuk daun kelor 1,5 ton per hari, semula 500 kg per hari. Serta mengalami efisiensi biaya produksi sebesar Rp14.400/kg. Kapasitas produksi kelor desa itu mencapai 12 ton per bulan dalam bentuk bubuk dan 20 ton per bulan untuk daun kering.

Sekitar 90% dari produk daun kelor tersebut diekspor langsung ke luar negeri, terutama ke Malaysia. Produk kelor dari Sumenep itu tidak hanya untuk makanan dan obat-obatan, tetapi juga kosmetik dan pakan ternak.

Untuk Desa Devisa Daun Kelor  itu LPEI juga berkontribusi pada pemberian alat pengering dan mesin tepung untuk meningkatkan produksi. LPEI juga berkolaborasi dengan lembaga pendamping PT. AGRO DIPA SUMEKAR.

Lebih dari 1.700 petani di 9 desa lokal terlibat dalam produksi daun kelor. Tanaman kelor dapat dipanen dalam waktu hanya tiga bulan untuk diambil daunnya. Setiap pohon dapat menghasilkan 1—2 kg daun kelor basah.

“Setelah mendapatkan pendampingan dari LPEI dan menjadi Desa Devisa, usaha kami menjadi lebih tertata dan terstruktur. LPEI tidak hanya memberikan pelatihan peningkatan kualitas dan kapasitas produk, tetapi juga pelatihan manajemen keuangan dan pembukuan,” ungkap pemilik PT. AGRO DIPA SUMEKAR Heri Siswanto.

- Advertisement -spot_img
Artikel Terbaru

FLOII Expo 2024 Resmi Dibuka, Keindahan Keanekaragaman Genetik dalam Florikultura

Trubus.id–Floriculture Indonesia International (FLOII) Expo 2024 resmi dibuka pada 05 Desember 2024 di Hall 3, ICE BSD City, Tangerang....
- Advertisement -

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img