Matahari belum tinggi saat Udin Jamaluddin dan anggota kelompok taninya mendekati kolam. Mereka akan panen benih nila gesit umur 15 hari sejak tetas, sebuah aktivitas yang menjadi rutinitas sejak 2—3 tahun belakangan. Maklum, kampung tempat kediaman Udin dan beberapa kampung di Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, memang sohor sebagai pemasok benih berbagai jenis ikan, mulai dari nila, gurameh, bawal, sampai pangasius.
Petani memilih segmen pembenihan dan pendederan alih-alih pembesaran lantaran perputaran modal cepat. “Modal kembali dalam 2—6 minggu,” kata Jupin—sapaan Udin sehari-hari. Menurut Jupin, total produksi sentra perikanan di kawasan itu mencapai ratusan ribu benih dan larva setiap hari. Itu berasal dari kolam-kolam pendederan yang bertebaran di sana, yang jumlahnya lebih dari 50 kolam. Meski demikian, produksi sebanyak itu belum mampu memenuhi permintaan benih yang berdatangan dari berbagai daerah di seluruh Indonesia.
Fakta itu dikemukakan Deni Rusmawan, pengusaha dan eksportir ikan konsumsi di Cibaraja, Cisaat, Sukabumi. Tempat Deni cuma 2 km di sebelah selatan tempat tinggal Jupin. Deni pun menjadi “pintu gerbang” andalan Jupin dan 25 anggota kelompoknya untuk memasarkan benih ikan produksi mereka. “Permintaan yang terpenuhi baru 30%,” kata Deni. Maklum, dalam seminggu Deni bisa 2 kali mengirim benih atau indukan ikan ke berbagai daerah melalui kargo udara.***