
Garifa merah dan rimau gergalebong menjadi yang terbaik di Festival Buah dan Bunga Nusantara 2015.
Bobot mangga garifta merah hanya 250 gram per buah. Sesuai namanya, warna mangga asal Situbondo, Provinsi Jawa Timur, itu berwarna merah terang. Amat seronok memang. Itu amat kontras dengan daging buah yang jingga cerah. Daging buah bercitarasa perpaduan manis dan masam yang pas. Juri mendaulat garifta merah menjadi yang terbaik pada kontes buah Nusantara 2015.

Di kontes yang berlangsung di IPB Internasional Convention Center, Bogor, Jawa Barat, itu garifta merah menyingkirkan mangga agrimania berbobot 1,2 kg per buah dan gedong gincu (250 gram). Mangga koleksi Abdul Gani, petani asal Situbondo itu meriah nilai 4,17. Bandingkan dengan pesaingnya, gedong gincu (4,00) dan agrimania (3,97). Menurut juri, Dr Ir Darda Efendi MSi, kriteria penilaian meliputi warna, citarasa, dan aroma.
Merah
Menurut Darda Efendi warna merupakan faktor penting dalam penilaian. Mangga-mangga berwarna terang terlihat lebih menarik dan eksklusif. Konsumen akan melihat warna sebelum mencium aroma dan merasakan gading buahnya. “Jika dilihat dari warnanya, garifta merah dan gedong gincu merupakan kriteria yang dicari konsumen,” ujar Darda. Meski begitu rasa tak kalah penting.
Mangga berwarna hijau kadang-kadang memiliki citarasa lebih manis daripada mangga berwarna merah dan jingga. “Umumnya mangga kita berwarna hijau tapi jika untuk ekspor pasti kalah bersaing dari segi warnanya,” ujar ahli hortikultura dari Institut Pertanian Bogor itu. Menurut Dr Muryanti dari Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika, Solok, aroma adalah salah satu kriteria yang dikehendaki oleh pasar.

“Tim juri sepakat untuk mengubah kriteria bobot menjadi aroma karena bobot setiap varietas tidak bisa disamakan sedangkan aroma menjadi salah satu penentu untuk calon pembeli,” ujar Muryanti. Dari kriteria penilian itu gedong gincu dan agrimania dari Indramayu menjadi juara kedua dan ketiga. Agrimania memiliki paduan warna jingga dan kuning.
Kementerian Pertanian merilis garifta merah menjadi varietas baru pada 2009. Semula garifta merah dikembangakan di Desa Cukurgondang, Grati, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Gani menanam 17 pohon garifta merah di lahan berketinggian 70 meter di atas permukaan laut. Kini pohon-pohon itu berumur 4 tahun. Biasanya garifta dapat dipanen perdana ketika pohon berumur 3—4 tahun.
Biasanya ia panen pada Oktober—November dengan produksi rata-rata 8 kg per pohon. Menurut Direktur Budidaya Tanaman Buah Departemen Pertanian, Ir Rahman Pinem MM, garifta berpotensi besar untuk dikembangkan. Citarasanya pas bagi lidah masyarakat mancanegara sehingga berpotensi menjadi komoditas ekspor. “Di Pasuruan sudah ada hampir 1.000 ha lahan yang ditanam garifta. Tapi yang dapat dipanen baru 5 ha,” ujarnya.

Gergalebong
Menurut pemilik mangga agrimania, Urip, memiliki sebuah pohon berumur 25 tahun yang tumbuh di halaman rumahnya. Menurut Rahman agrimania perlu dikembangkan lebih luas seperti garifta. “Sekarang baru ada 100 ha lahan di Cirebon dan Majalengka. Padahal harga jual cukup tinggi,” ujar Rahman. Petani mangga di Indramayu yang menanam 100 pohon meraup laba Rp160-juta hingga Rp200-juta per tahun.
Kontes buah Nusantara juga melombakan jeruk. Sayangnya, hanya tiga jenis jeruk yang mengikuti lomba yaitu, keprok siem dari Gresik, Jawa Timur, jeruk keprok (Garut, Jawa Barat), dan jeruk rimau gerga lebong (Bengkulu). Menurut koordinator kontes buah Nusantara, Larasati Dena, minimnya peserta karena bukan musimnya. Panen raya jeruk pada Mei—Juli.

Menurut peneliti di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika (Balitjestro), Arry Supriyanto, ketiga jeruk peserta kontes merupakan andalan nasional. Setelah melakukan penilaian, tim juri memutuskan rimau gerga lebong milik Maharani menjadi juara kesatu. Rasa manis masam segar dengan tekstur bulir jeruk yang lembut menjadi kelebihannya.
Keprok milik Tosin dari Garut dan keprok siem milik Syaifullah Al Aziz menjadi juara dua dan tiga. Kontes buah itu termasuk dalam acara Festival Bunga dan Buah Nusantara (FBBN) yang diselenggarakan oleh Institut Pertanian Bogor. Tahun ini merupakan penyelenggaraan ke-8. Presiden Ir Joko Widodo membuka acara itu pada 28 November 2015 di IPB ICC. Dalam sambutannya presiden mengatakan Institut Pertanian Bogor yang melakukan revolusi oranye mendorong pengembangan buah dan bunga Nusantara.

Dalam revolusi oranye PT Perkebunan Nusantara akan mengalokasikan lebih dari 500 ha lahan untuk menanam buah. Presiden yakin mampu mengganti subsitusi buah impor dengan buah-buahan Nusantara jika pemerintah daerah sampai pusat bekerja sama dengan komitmen yang kuat. Dalam pembukaan acara itu, presiden mendorong terselenggaranya Festival Buah dan Bunga Nusantara berskala besar yang dihadiri oleh calon pembeli internasional sehingga mereka mengetahui potensi bunga dan buah Indonesia.
Panitia juga mengadakan forum investasi dan bisnis buah dan bunga untuk skala usaha kecil dan menengah pada 27 November 2015. Dalam forum itu Rektor Institut Pertanian Bogor, Prof Dr Ir Herry Suhardiyanto, M.Sc mengatakan, dalam revolusi oranye terdapat 12 buah yang potensial dikembangkan, yakni enam untuk pasar lokal dan enam untuk pasar ekspor. (Ian Purnama Sari)