Trubus.id—Sektor tanaman pangan primer yakni padi sudah semestinya berintegrasi dengan sektor perkebunan. Integrasi tersebut dapat mendongkrak produksi padi untuk mewujudkan cita-cita menjadi lumbung pangan dunia.
“Indonesia membutuhkan terobosan integrasi tanaman pangan padi dengan ekosistem perkebunan. Tanpa terobosan, stok pangan bisa terganggu karena pertumbuhan populasi penduduk tidak bisa dibendung,” kata Ketua Umum Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi), Prof. Dr. Muhammad Syakir, MS.
Ia menuturkan Indonesia tengah menghadapi banyak cekaman yang menjadi kendala produksi padi. Misalnya cekaman iklim karena el nino dan la nina yang selalu datang silih berganti. Demikian pula degradasi lahan dan penciutan luas lahan terus terjadi.
“Padi tergolong tanaman yang sensitif terhadap berbagai cekaman sehingga butuh banyak terobosan. Tidak bisa hanya bergantung pada satu terobosan. Dengan banyak terobosan terbukti Indonesia pada 2017—2021 bebas impor beras medium,” kata Syakir yang juga menjabat sebagai Tenaga Ahli Menteri Pertanian itu.
Menurut Ketua Panitia Focus Group Discussion (FGD) Peragi, Dr. Ir. Prama Yufdy, contoh sinergi sektor perkebunan dengan tanaman pangan adalah penggunaan sebagian lahan perkebunan yang belum dikelola untuk tanaman pangan atau tumpangsari tanaman perkebunan dengan tanaman pangan maupun integrasi dengan ternak.
Ia mencontohkan tanaman jagung di bawah tegakkan perkebunan kelapa atau jagung di bawah tegakkan perkebunan kelapa sawit. Demikian pula padi gogo di bawah tegakkan perkebunan kelapa. Ternak seperti sapi juga dapat diintegrasi dengan perkebunan sawit dan kelapa.
“Selama ini sinergi tersebut telah diterapkan di beberapa tempat, tetapi belum banyak yang melakukannya secara profesional dengan manajemen yang baik karena umumnya dilakukan oleh perkebunan rakyat dan pertanian rakyat,” kata Prama.
Menurut Syakir, terobosan integrasi tanaman padi dengan ekosistem perkebunan dapat menjadi penyokong kebijakan pemerintah yang dalam dua bulan terakhir ini semakin membaik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik berdasarkan perhitungan KSA amatan Juni 2024, maka neraca untuk potensi produksi pada Agustus dan September 2024 tumbuh positif 0,08—0,38 juta ton.
Angka itu diperoleh dari asumsi konsumsi bulanan 2,58 juta ton dengan produksi 2,66—2,96 juta ton. Data yang menggembirakan itu karena pada bulan yang sama tahun lalu neraca produksi dan konsumsi masih bernilai negatif.
“Sukses ini harus terus dipercepat agar produksi pangan tidak mengalami kemunduran kembali,” kata Syakir.
Ekosistem perkebunan juga harus berintegrasi dengan beragam tanaman pangan lain agar keragaman pangan di Indonesia tetap terjaga. Di daerah yang makanan pokoknya jagung dapat dikembangkan jagung.
Demikian pula yang sagu dan singkong, maka dikembangkan sagu dan singkong. “Pangan pokok rakyat harus kembali ke khittah yaitu berbasis kultur dan ekosistem. Jangan semua bergantung pada padi,” kata Syakir.
Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI) melihat peluang ekosistem perkebunan seperti lahan yang luas, manajemen modern, teknologi yang maju, serta sumberdaya manusia yang lebih baik dapat menjadi pengungkit meningkatnya produksi pangan menuju Nusantara Baru Indonesia Maju yang berdaulat pangan.
Tentu harapan tersebut tidak mungkin tercapai tanpa keterlibatan semua pihak terkait untuk bersama-sama mewujudkannya. “Secara konsep integrasi pangan karbohidrat dan pangan protein dapat diintegrasikan dengan perkebunan, tetapi secara teknis dibutuhkan kebijakan dan modifikasi agronomik agar semua komoditi perkebunan, pangan, dan ternak dapat berproduksi optimal. Para ahli terkait dibutuhkan untuk merumuskannya,” kata Syakir.
Berkenaan dengan hal tersebut Perhimpunan Agronomi Indonesia bersama Perkebunan Nusantara berencana mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Strategi Indonesia Mencapai Lumbung Pangan Dunia: Potensi Sektor Perkebunan untuk Kemandirian Pangan Nasional. FGD yang akan dipandu oleh Ketua Peragi, Prof. Dr. Edi Santosa, S.P., M.Si. sebagai moderator.
Pembicara kunci Direktur Utama PT. Perkebunan Nusantara III (Persero), Dr. Ir. Mohammad Abdul Ghani diundang untuk menyampaikan materi Perkebunan pilar strategis penopang kemandirian pangan.
Narasumber lain adalah Prof. Dr. Rachmat Pambudi dari IPB University menyampaikan Skenario menuju kemandirian pangan nasional; Prof. Dr. Ir. Sudradjat, M.S, Dewan Pakar Peragi menyampaikan Potensi perkebunan untuk kemandirian pangan nasional.
Ir. Rasidin Azwar M.Sc., Ph.D dari Tim Pakar APPERTANI menyampaikan Optimasi pemanfaatan lahan perkebunan untuk penyediaan pangan karbohidrat (padi dan jagung); dan Prof. Dr. Luki Abdullah dari IPB University menyampaikan paparan Pengembangan ternak terintegrasi pada ekosistem Perkebunan untuk penyediaan protein (susu dan daging).
FGD tersebut direncanakan di Gedung Display, BSIP Perkebunan, Jl. Tentara Pelajar No.1, Kota Bogor. Diharapkan kehadiran para pembicara kunci dan narasumber dapat memberikan rumusan yang dapat menjadi pertimbangan pemerintah dan para stakeholder tanaman perkebunan dan tanaman pangan untuk bersinergis mewujudkan Nusantara Baru Indonesia Maju memiliki kedaulatan pangan.